Jumat, 28 Desember 2018

Bencana Semakin Rentan Terjadi. Baca ini !! Kenali Bencana Untuk Mengantisipasi


Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki budaya dan pengetahuan lokal yang kaya dan beragam. Pengetahuan lokal tersebut lahir sebagai wujud dari adaptasi masyarakat dengan perubahan lingkungannya. Salah satunya adalah cerita tentang pengetahuan lokal masyarakat Kepulauan Simeulue, yang disebut Smong. Pulau Simeulue yang terletak di pantai Barat Provinsi Aceh ini menyimpan pengetahuan lokal yang berkaitan dengan tsunami.
Pengetahuan lokal masyarakat Simeulue tentang Smong mengalami pasang surut. Pengetahuan ini redup sebelum 1907 dan menguat kembali setelah era itu hingga berhasil menyelamatkan masyarakat dari badai tsunami terdahsyat pada 2004.

Pengetahuan masyarakat Simeulue tersebut telah menyelamatkan mereka dari amukan tsunami pada 2004. Di pulau ini, hanya tiga orang dari sekitar 70 ribu penduduknya saat itu dilaporkan meninggal akibat terjangan gelombang dahsyat tersebut. Pengetahuan itu yang menggerakkan dan menyelamatkan mereka. Total korban tewas akibat gelombang tsunami setinggi 30 meter itu mencapai 230.000–280.000 jiwa di 14 negara, Indonesia termasuk negara yang paling parah terkena dampaknya.

Adapun nenek moyang orang Palu menyebut gempa bumi sebagai Linu, tsunami dinamakan Bombatalu. Sedangkan likuifaksi mereka sebut sebagai Nalodo yang berarti amblas ditelan bumi.

Masyarakat di daratan Singkil, menyebut tsunami dengan sebutan Gloro, sedangkan masyarakat yang tinggal di Banda Aceh dan Aceh Besar menyebut tsunami sebagai Ie-Beuna.

Smong yang Menggerakkan


Kisah Smong diperkirakan telah lama dikenal oleh masyarakat Simeulue, bahkan jauh sebelum terjadinya tsunami 1907. Gempa bumi pada 1907 dengan Magnitudo 7,6 diikuti tsunami merupakan sejarah kelam kebencanaan dalam kehidupan masyarakat Simeulue.

Banyak yang menceritakan bahwa lebih dari setengah penduduk Simeulue tewas akibat peristiwa tersebut (tidak ada catatan pasti berapa jumlah penduduk Simeulue saat itu). Peristiwa kelam itu akhirnya dituangkan ke dalam kisah Smong yang dituturkan secara lisan. Tetua masyarakat Simeulue meyakini bahwa peristiwa tersebut dapat berulang di kemudian hari.

Meski Smong telah dikenal jauh sebelum peristiwa tsunami 1907, Smong tersebut tidak mampu menyelamatkan mereka dari amukan gelombang dahsyat yang terjadi lebih dari seabad lalu. Perkembangan Smong mulai tertanam dan terkuatkan setelah kejadian tersebut.

Kata Smong berasal dari bahasa Devayan, artinya hempasan gelombang. Penutur bahasa Devayan pada umumnya adalah masyarakat yang tinggal di bagian selatan Pulau Simeulue. Sementara itu terdapat bahasa daerah lain yaitu bahasa Sigulai yang dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di bagian utara pulau tersebut.

Sedangkan masyarakat yang tinggal di Desa Langi dan Lafakha, yang terletak di barat daya Pulau Simeulue, menggunakan bahasa Lekon. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara ke tiga penutur bahasa daerah tersebut dalam penyebutan Smong. 

Kisah dalam Nafi-nafi

Kisah Smong tersimpan dalam salah satu budaya lokal masyarakat Simeulue yang disebut Nafi-nafi. Nafi-nafi adalah salah satu budaya tutur masyarakat Simeulue berupa cerita (story telling) yang berkisah tentang kejadian pada masa lalu.

Cerita ini mengandung pembelajaran untuk disampaikan kepada masyarakat terutama anak-anak pada waktu-waktu tertentu seperti setelah memanen cengkeh, saat anak-anak berkumpul selepas salat Magrib dan membaca Al-Quran. Kisah yang terdapat di dalam Nafi-nafi sangat bervariasi, dan salah satunya adalah kisah tentang Smong.

Smong di dalam Nafi-nafi berkisah tentang kejadian tsunami pada 1907. Kisah ini menceritakan runut kejadian tsunami yaitu gempa bumi besar, air laut surut, dan air laut naik ke darat. 

Salah satu contoh kisah Smong dalam Nafi-nafi sebagai berikut:


“Ini adalah kisah penuh hikmah, pada zaman dahulu kala, tahun tujuh. Para kakek kalian yang mengalaminya. Mereka menceritakan kisah ini, agar menjadi pengalaman hidup. Waktu itu hari Jum'at, masih termasuk pagi hari. Tiba tiba terjadi gempa bumi. Sangking kuatnya, orang-orang tidak dapat berdiri dan setelahnya air laut surut, ikan-ikan menggelepar di pantai sehingga menarik sebagian orang dan mengambilnya.

Tidak lama kemudian tampak gelombang besar dari tengah lautan, menuju ke daratan. Orang tua berteriak ‘Smong! Smong! Smong!’ Namun, banyak orang tidak sempat menyelamatkan diri ke atas gunung. Setelah Smong reda, orang-orang mencoba kembali ke desa dan menemukan banyak penduduk yang meninggal. Banyak korban tersangkut di atas pohon dan bahkan dijumpai pula korban yang terdampar di kaki bukit atau gunung”.

Kisah Smong juga menceritakan tindakan yang perlu dilakukan yaitu segera menjauhi pantai atau menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi seperti bukit. Di samping itu perlu membekali diri dengan membawa beberapa barang seperti beras, gula, garam, korek api, baju dll. Bekal tersebut diperlukan selama di tempat pengungsian sementara.

Kisah Smong dalam Nafi-nafi tersebut mengandung pula anjuran untuk mendiseminasikannya kepada generasi selanjutnya.

Penguatan pengetahuan lokal

Pascatsunami 2004, penguatan Smong dilakukan melalui saluran tradisional masyarakat Simeulue lainnya yaitu Nandong dan berbagai upaya lainnya. Nandong adalah seni tradisional masyarakat Kepulauan Simeulue berupa nyanyian. Namun kebanyakan upaya tersebut belum tersistematis dan berkelanjutan.

Penguatan ini lebih didominasi oleh inisiasi dari pihak luar seperti LSM dan lembaga donor dibandingkan dengan kebijakan yang berkelanjutan dari pemerintah daerah.

Pada umumnya inisiasi tersebut terlihat massif pada masa pemulihan dan semakin menurun intensitas dan keberlanjutannya seiring berjalannya waktu. Padahal, gempa bumi dan tsunami bisa terjadi kapan pun. Artinya, perlu dipastikan bahwa penguatan harus berkelanjutan sepanjang waktu karena generasi terus berganti. Generasi tua meninggal digantikan oleh generasi yang baru lahir, yang belum pernah menyaksikan peristiwa tsunami secara langsung.

Memperkuat kapasitas pengelolaan kebencanaan yang lebih komprehensif tetap harus dilakukan tanpa melupakan pengetahuan lokal yang telah ada di masyarakat itu sendiri. Diperlukan upaya pencatatan pengetahuan lokal ini dengan mendokumentasikannya sehingga dapat lebih mudah diakses, berkelanjutan, dan bahkan perlu pula diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan.

sumber : theconversation
Share:

Rabu, 26 Desember 2018

Adik Abang ini Selamat Musibah Gempa dan Smong Aceh, Karena Shalat Dhuha

 
Nur Saadi dan Sang Abang, Lutfi Ibrahim
SETIAP orang Aceh pasti memiliki kisah tersendiri saat terjadinya musibah Gempa dan Smong (Tsunami dalam bahasa Jepang) 26 Desember 2004. Baik mereka yang berada di Aceh maupun sedang di luar Aceh. Apalagi mereka yang merasakan langsung dahsyatnya goncangan gempa dan digulung gelobang Smong. Termasuk penulis sendiri.

Namun kali ini saya akan menceritakan kembali kisah seorang sahabat,  Nur Saadi, yang menurut saya sangat penuh hikmah. Mohon izin kepada ustadz Nur Saadi untuk menulis kembali kisah antum di Blog saya ini.

Bismillah

SABTU, 25 Desember 2004, Pukul 23.00, saat itu saya sedang di Asrama Keraton, Banda Aceh.

Setelah sepanjang hari beraktivitas saat berencana pulang hendak istirahat, saya berjumpa abang saya Lutfi Ibrahim. Terjadi obrolan singkat antara kami.

Beliau berkata, “nginap tempat abang aja di ketapang.”

Saya jawab “Besok Saadi harus cepat ke Darusalam bang.”  Saat itu sejak tanggal 25 – 26 Des 2004 sedang berlangsung MUBES LDK IAIN Araniry (sekarang bernama UIN Ar Raniry)

“Besok pagi sekalian keluar sama abang. abang piket pagi, minggu besok.” katanya lagi sedikit memaksa.

Abang kandung saya, Lutfi Ibrahim adalah seorang sipir penjara, yang bertugas di penjara keudah di samping terminal “labi-labi” (angkot) Keudah.  Ahad, 26 Desember 2004 beliau masuk piket jam 8 pagi.

“Oh .. oke bang .. PAS lah. Sekalian berarti Saadi naik labi labi di terminal keudah aja, ke Darusalam.” ujar saya akhirnya. Biasanya saya menuju kampus berjalan kaki dari asrama keraton sampai pertokoan Sinbun Sibreh.

Akhirnya saya pulang dan nginap di rumah abang saya di perumnas Lambheu, Keutapang, Aceh Besar.

Ahad, 26 Desember 2018, pagi itu setelah shalat shubuh di masjid Babul Iman, karena masih ngantuk saya kembali.

Pukul 07. 30 bang Luthfi membangunkan saya dengan sedikit emosi karena saya belum bangun tidur. Sementara beliau harus segera berangkat dinas.

“Abang udah selesai ngopi, kau belum bangun, abang tinggal nanti. Udah tau abang piket!” katanya dengan suara agak tinggi.

Sontak saya langsung bangun dan bergegas masuk ke kamar mandi. Abang saya pun keluar lagi entah kemana. Setelah mandi dan berkemas, ambil menunggu abang

Pukul 08.20, karena abang saya belum pulang, maka sambil menunggu beliau, saya berwudhu dan melaksanakan Shalat Sunnat Dhuha. 2 rakaat pertama sambung Dzikir, semua baik2 saja. Saat masuk 2 rakaat berikutnya, terdengar suara abang saya sangat besar teriak.

“Mana si Saadi masih di kamar mandi dia?  belum siap juga?!!” tanya beliau kesal.

Kakak ipar saya menjawab “Lagi shalat dia bang. Tadi udah tunggu abang, shalat dhuha dulu dia.”

“Ya udahlah kalau sedang shalat, telat abang gara-gara dia.” Bang Lutfhi masih ngomel (hehe.. maafkan dinda abangku)

Saat salam rakaat keempat selesai, saya langsung berdiri nambah 2 rakaat lagi. Karena saya shalat di ruang belakang, abang saya tunggu di teras depan, saya pikir “2 rakaat lagi lah, Biar tuntas 6 rakaat saja.”

Allahu Akbar, Rakaat 6 Dhuha Gempa Pertama Terjadi.

Saya tidak tau itu jam berapa, dalam gempa, saya terus selesaikan shalat dhuha saya. Sangat terasa keras betul goncangan gempa itu. Terdengar abang saya berteriak,

“Keluar semua, keluar..!” memanggil istri dan anak-anaknya.

“Saadi mana?!” tanya Bang Lutfi.

“Masih shalat dia..”  kata istrinya.

Sementara saya berusaha tetap selesaikan hingga salam, 6 rakaat dhuha saya hari itu. Lalu saat hendak keluar gempa kedua pun terjadi. Saya yang masih di dalam rumah, sambil coba menahan barang-barang, kulkas, TV, lemari yang mau jatuh ke lantai akibat kencangnya gempa.

Terdengar suara orang diluar berteriak silih berganti, suara Takbir dan Tahlil terdengar keras dari mulut warga sambil duduk di jalan depan rumah masing-masing.

Setelah sekitar 3 – 4 kali gempa, sepertinya sudah hampir jam 10.

“Kau di rumah aja jangan kemana, abang mau ke kantor dulu. Gak tau ni entah kek mana kantor, semoga gak apa, kita telpon kantor gak ada yang nyambung.” kata abang saya.

Lutfi Ibrahim, Telat Bertugas Sebagai Sipir LP Keudah di Ahad Pagi 26 Desember 2004, karena menunggu Saadi selesai Shalat Dhuha.
Saat itu  warga Lambheu belum mendapat informasi, bahwa setelah gempa besar di susul naiknya air laut sampai ke kota. Abang saya langsung gerak ke penjara keudah dan tidak lama kembali pulang.  Ia bercerita Kalau akses jalan menuju kota di tutup Brimob dan TNI.  Dalam perjalanan abang saya binggung melihat orang-orang panik,  lari ke arah perbukitan Mata Ie. Beberapa masyarakat terlihat mengalami luka-luka.

“Air laut naik…air laut naik..!” teriakan itu sempat didengar abang dalam perjalanan pulang

Malamnya kami berjumpa warga asrama keraton yang mengungsi di masjid Babul Iman. Mendengar cerita apa yang mereka alami hari itu, kami antara percaya tidak percaya karena belum melihat.  Aliran Listrik sempat padam dan jaringan HP putus. Saat aliran listrik normal, baru saya tahu melihat tayangan televisi.  Saya terduduk lemas sambil mulut tak henti ber-istighfar. Astagfirullahal Adzim.

Jaringan komunikasi masih terputus. Keluarga saya di Sigli tidak mendapatkan kabar dari saya. Bermacam pikiran dipikirkan oleh orang tua, keluarga dan saudara di kampung tentang saya. Hingga akhirnya tanggal 1 januari 2005 baru saya dapat saya memberi kabar, bahwa alhamdulillah saya dan keluarga di Banda Aceh semua selamat dan dalam keadaan sehat wal afiat.

Seorang warga Aceh menatap sisa bangunan rumah setelah di hantam Gempa dan Smong Aceh, 26 Desember 2004. (photo. Tribunnews)


Bang Irwandi dan Kak Cut Nur Asikin Alami Gempa dan Tsunami Dalam Penjara

30 Desember 2004, dalam gelap gulita, rasa panik dan takut masih terasa akibat masih terjadi gempa serta isu  adanya gelombang air lalu susulan. Malam itu, sekitar jam 21.30  rumah abang saya kedatangan empat orang tamu berpostur tinggi besar. Mereka memberi salam dan bertanya. (percakapan dalam bahasa Aceh)
“Assalamualaikum, benar ini rumah  Komandan Lupi?”

Tidak lama abang saya keluar menemui tamu itu dan sangat terkejut. Ternyata mereka adalah warga binaan penjara LP Keudah.

“Silahkan duduk. Ya bagaimana? Ada apa?” tanya abang saya masih terkejut dan penasaran.

“Pak Lupi, kami hendak mohon izin. Penjara hancur, banyak korban meninggal. Alhamdulillah kami termasuk yang selamat.” kata mereka.

“Bang Wandi bagaimana kabarnya?” tanya abang saya kemudian, menanyakan kabar Pak Irwandi Yusuf. (Gubernur Aceh sekarang. red)

“Bang Wandi selamat juga, tapi beliau mengalami luka-luka. Namun Kak Nur Asikin sepertinya tidak selamat. Kami semua mengira sudah kiamat pak.’‘ ujar mereka lagi.

“Maksud kami menghadap komandan, kami mohon diizinkan pulang kampung untuk melihat kondisi dan bertemu keluarga. Agar mereka tidak khawatir tentang kabar kami. Kami tidak ingin dianggap melarikan diri pak. Apalagi penjara sudah hancur total,” kata salah seorang diantara mereka.
.........

Ternyata saat peristiwa gempa tsunami, Bapak Irwandi Yusuf sedang menjalani masa tahanan di LP Keudah, sedangkan Kak Cut Nur Asikin sepertinya di LP Lhoknga. Banyak saudara kita para narapidana yang syahid menjadi korban Smong, diantaranya adalah (alm.) Kak Cut Nur Asikin. Allhummaghfirlahum

Almarhumah Kak Cur Nur Asikin dan Bapak Irwandi Yusuf saat menjalani masa tahanan. (photo. Doc. Net)
 Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun. Semoga seluruh Syuhada Tsunami/ Smong Aceh mendapatkan ampunan dan Kasih Sayang Allah dan menjadi ahlal jannah.  Amiin ya Rabbal Aalamiin

Semoga kisah nyata ini menjadi Ibroh untuk kita semua. Laa Khaula wa La Khuwata Illa biLLah.
Salam hormat saya.

Penulis, Nur Saadi, adalah warga Asrama Keraton, Tokoh Muda Kota Banda Aceh dan Politikus PKS. Pemilu 2019 beliau maju sebagai Caleg DPRK Banda Aceh, Dapil 1 Baiturrahman - Lueng Bata.
Share:

SMONG , Jadikan Kata Daerah Aceh ini Gantikan Istilah "Tsunami" dari Bahasa Jepang

Photo Bencana Gempa dan SMONG yang Melanda Aceh, Ahad 26 Desember 2004 (doc.net)

Istilah Smong dari bahasa Simeulue, Provinsi Aceh, diusulkan menjadi kosa kata baru Indonesia menggantian istilah tsunami yang berasal dari Jepang. Smong berarti "gelombang besar yang menggulung" sangat tepat menggambarkan peristiwa tsunami yang pernah melanda Aceh pada 26 Desember 2004.
 
Ide tersebut telah lama disampaikan Aktivis Komunitas Siar Smong, Yoppi Smong, dalam acara panggung Seni Budaya Aceh bertajuk " Smong; Sastra Merekam Bencana" di Galeri Indonesia Kaya, Mal Grand Infonesia, Jakarta, Jumat (31/10/2014).

Yoppi Smong yang pernah meneliti peristiwa smong  di Simeulue dan dituangkan dalam buku "Smong" menyebutkan, istilah smong ditemukan dalam sastra tutur Nandong yang dituturkan turun temurun dalam masyarakar Simeulue.

Masyarakat Simeulue berhasil menyelamatkan diri dari hantaman smong atau tsunami karena telah memiliki pengetahuan kebencanaan, yang dituturkan dalam sastra Nandong. 

"Apabila datang gempa kuat, disusul laut surut, segeralah cari tempat tinggi. Itulah smong namanya," kataYoppi mengutip penggalan puisi Nandong-Smong. Puisi tersbut aslinya dituturkan dalam bahasa lokal Simeulue.

Pada peristiwa smong atau tsunami Aceh, jumlah korban di Simeulue sangat sedikit, tujuh orang meninggal dunia. Bandingkan dengan jumlah korban jiwa  di daratan pesisir Aceh lainnya mencapai 250 ribu meninggal dunia dan 200 ribu lagi dinyatakan hilang.

Yoppi Smong menyebutkan, smong adalah kearifan lokal Simeulue yang berisi informasi peringatan dini bencana melalui sastra tutur. 

"Jauh sebelum teknologi sistem peringatan dini bencana ditemukan, masyarakat Simeulue telah memiliki pengetahuan kebencanaan yang dituturkan dalam bentuk sastra tutur. Inilah salah satu fungsi sastra," katanya.

Pulau Simeulue pernah dihantam smong atau tsunami pada 1883, 1907, dan 2004. Korban paling banyak jatuh pada peristiwa 1907. Korban yang selamat kemudian menuturkan peristiwa dahsyat itu dalam sastra tutur Nandong. 

"Inilah salah satu alasan kami mengusulkan istilah smong sebagai pengganti tsunami," kata Yoppi.

 Dikutip dari Tribunnews


 
Share:

Senin, 24 Desember 2018

Halo Para Caleg, Ente Jangan ampe Blunder ya..ntar di Blender



JIKA kita pernah menekuni permainan sepakbola, kata "Blunder" seringkali disebut-sebut. Apa itu Blunder? Tak ada arti yang baku. Lebih kurang, atau kira-kira ada yang memberi makna, "kesalahan yang dilakukan oleh tim atau individu (baca: seseorang) akibat kebodohan, atau pun karena sikap yang membabi buta".

Contoh mudahnya dalam sepakbola. Seorang stopper (pemain belakang bertahan) salah mengoper bola kepada sang kiper, lalu bola direbut lawan dan kemudian dilesakkannya bola ke gawang, dan berakibat terjadi "gol" bunuh diri. Atau, bisa juga terjadi akibat kipernya ingin beraksi lebih, atau "overacting", kemudian bola lepas ditangan dan disambar lawan, bola bersarang ke dalam gawang dan dia pun terpelongo, penuh penyesalan.

Tak hanya dalam sepakbola, dalam dunia politik pun acapkali terjadi Blunder. Tidak sedikit politikus atau parpol yang kerepotan akibat ada bagian dari mereka yang bikin Blunder. Entah disengaja atau tidak, disadari atau tanpa disadari, Blunder kerap dilakukan mereka.

Apa contohnya?

Mereka, para Caleg (Calon Anggota Legislatif: DPR RI, DPD RI, DPRD), atau pengurus PARPOL, misalnya, tahu bahwa potensi Calon Pemilih terbanyak di Tanah Air kita adalah kaum Muslim. Tapi, ucapan, tindakan atau perbuatan mereka seperti menafikan itu. Seringkali mereka bagai sengaja menyayat atau melukai perasaan Muslim yang justru sebenarnya ingin disasar mereka untuk mendulang suara.

Sebetulnya, mereka yang membuat Blunder paham jika soal-soal yang menyangkut dengan Aqidah dan Syariah, atau adat dan kebiasaan, semuanya merupakan material obrolan yang amat sensitif. Namun, mengapa itu "disentuh" dan terkesan seenaknya? Bukankah hal itu akan melahirkan Blunder yang justru dapat mengusik zona "zaman". Mereka akan dibully, "diblender", dinyinyirin, atau dicaci-maki oleh pihak yang merasa terusik karenanya.

Mengapa mereka, baik Caleg atau pengurus Parpol sering lakukan Blunder itu? Salah satu sebab adalah karena ketidak hati-hatian, kurang cermat, atau akibat mereka asyik dengan pikirannya sendiri.

Mereka keliru, tidak sadar jika kini sedang berkompetisi dan kian hari persaingan itu kian ketat. Diantara mereka (sesama Caleg) sedang berlangsung proses intip-mengintip titik kelemahan masing-masing. Saling menunggu Blunder lawan. Sekali Blunder, akan jadi bulan-bulanan.

Sebab itu, tidak boleh seorang Caleg (khususnya) bersikap berlebihan, apalagi menjurus pada kebanggaan pribadi yang berlebihan, sehingga terkesan merasa lebih jumawa dari yang lain.

Kita boleh hebat, merasa paling tampan, kaya, punya jabatan bagus, banyak toko, istri cantik atau suami ganteng, anak-anak pintar, dari keluarga terpandang, atau kelebihan lainnya. Tapi, penting dicamkan, sekali kita melakukan Blunder, maka akan diblender dan dilumat seperti alpokat atau tomat yang nikmat itu. Keberadaan medsos yang kini amat terbuka akan memberitakan kelancangan dan "kedunguan" kita itu, dan tentu sedikit banyak akan dapat mengancam elektabilitas akibat suara kita tergerus.

Cara terbaik menghindari Blunder adalah dengan selalu berhati-hati. Jangan asal menulis, tidak asal berbicara, dan jangan lupa selalu waspadai derap langkah yang kita ayun.

Saya bukan ahli pemasaran politik, tapi harus diingat. Anda para Caleg, atau pengurus Parpol, kini sedang berjualan produk-produk yang justru isinya adalah Anda pribadi dengan kemasan yang Anda disain sendiri. Produk itu harus laku di pasaran, dibeli oleh pelanggan. Jangan sampai sekarang jadi Anggota Parlemen, tahun depan beralih sebagai pengamen.

Atau, jangan juga saban tahun Abang Caleg ikut ajang pemilihan, tapi hanya menjadi tambahan "manisan" bagi orang lain. Pulang ke rumah isteri marah-marah hingga dia bilang, "Ah, abang payah, bikin adek selalu susah." Masih beruntung si isteri tak minta pisah karena kasihan pada nasib si anak, buah cinta mereka.

Terakhir, jaga hati dan perasaan para pelanggan Anda.

Jangan ulangi kesalahan, jangan bikin Blunder bila tak ingin "diblender !".

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Tulisan : Rustam Effendi, Akademisi, Pengamatan Ekonomi dan Politik Aceh
Share:

13 Fakta UAS yang Harus Diketahui. Jadikan Teladan Untuk Lebih Cintai Ulama



Penulis Mengutip dari berbagai sumber untuk mengenal lebih jauh tentang sosok Ustadz Abdul Somad Lc. MA. Banyak akhlak dan kebiasaan beliau yang mengundang kekaguman masyarakat, Artis, Pejabat bahkan sesama Ulama yang kita hormati lainnya.

Semoga catatan ini bisa menjadi teladan Akhlaqul Karimah buat kita yang ingin terus memperbaiki diri dan meningkatkan kecintaan pada Ulama.

Bagi yang tidak menyukai bahkan membenci, mengfitnah dll, silahkan lanjutkan. Karena kemuliaan dan pahala beliau akan bertambah, sementara amalan anda akan di transfer kepada beliau.

Semoga kita tidak termasuk golongan orang yang bangkrut tanpa amalan di hari akhirat.

Selamat Membaca.

6 Fakta Kebiasaan Ustadz Abdul Somad. (versi Tribunnews)

1. Sederhana
Ustaz Somad sangat sederhana, baik dari pakaian maupun tingkah lakunya. Suatu ketika saat tiba di rumah dinas Gubernur Babel, Ustaz Somad didampingi 3 asistennya. Tidak ada permintaan khusus dari pihak Ustaz Somad, baik soal makanan, tempat tidur, dan kendaraan. Bahkan Ustaz Somad menjadi makmum saat shalat Maghrib di rumah dinas tersebut. Dia juga makan malam dengan duduk bersama jamaah.


2. Ramah Kepada Siapapun

Saat diajak berbincang-bincang, Ustaz Somad menyambut hangat. Padahal, dia baru saja turun dari pesawat usai perjalanan panjang dari berceramah. Ustaz Somad tetap ramah dan bersahaja. Bahkan dia mengapresiasi profesi jurnalis, yang menurutnya ikut andil sehingga namanya dikenal.
3. Tidak Pernah Menolak diajak Foto Bersama

Menjadi seorang Ustaz Somad memang tak mudah. Pasalnya, di mana saja dia berada, tak pernah lepas dari ajakan foto bersama dari jamaah dan masyarakat yang mengagumi Dai 7 Juta Follower itu. Peminatnya pun hanya warga biasa, tetapi para pejabat di tempat dia berceramah juga kerap mengajak foto bersama. Tampak ketika Ustaz Somad usai makan malam di rumah dinas seorang gubernur, silih berganti orang-orang minta berfoto. Bahkan saat sang ustaz tengah makan pun ada-ada saja warga yang duduk di sampingnya untuk dipotret. Ustadz Somad bahkan sering berpesan, "Share photo itu, dengan niat untuk Syiar Dakwah"


4. Tampil Prima

Bayangkan saja, Ustaz Somad harus berkeliling berbagai tempat di Indonesia nyaris tanpa jeda. Padahal dia melakukannya di sela kesibukan sebagai dosen di UIN Riau. Di suatu tempat yang dikunjungi, Ustaz Somad berceramah lebih dari satu lokasi. Pernah saat ke Bangka, Aceh dan beberapa daerah, ia harus mengisi ceramah di lebih 3 lokasi dalam sehari. Bahkan dia berceramah sampai larut malam tetapi dini hari sekitar pukul 03.00. Ustaz Somad sudah berangkat menuju lokasi ceramah usai shalat Subuh. Syukurnya, kondisi tubuh Ustaz Somad baik-baik saja. Subhanallah

5. Isi ceramah

Salah satu alasan Ustaz Somad disukai banyak orang adalah isi ceramahnya yang cerdas tapi tidak membuat ribet. Ustaz Somad tidak mudah menyalahkan atau menilai buruk sesuatu, termasuk soal ibadah yang dilakukan umat muslim. Dia juga tidak pernah mengajarkan untuk membenci kelompok atau ajaran tertentu.
Misalnya saat ditanyakan tentang aplikasi biro jodoh di Facebook, Ustaz Somad tidak serta merta menyalahkan karena menurutnya perlu ditinjau dulu dari sisi teknis pelaksanaannya.

6. Direkam dan diunggah di Media Sosial

Rata-rata jamaah membekali diri dengan ponsel saat mendengar ceramah Ustaz Somad. Bagi yang paket internetnya banyak, tak sungkan merekam dan menyiarkan secara langsung. Lantaran perilaku jamaah inilah, Ustaz Somad semakin dikenal. Jika dari ribuan jamaah ada 100 orang saja yang merekam dan mengunggah ke media sosial, maka syiar Islam yang dilakukan Ustaz Somad semakin lancar.


Sebelum 6 fakta itu terungkap, penggiat media sosial Jonru Ginting sudah memaparkan 7 fakta lainnya soal ustadz tersebut.


7 Fakta Ustadz Abdul Somad (Versi Jonru Ginting)

1. Ustadz Abdul Somad adalah tokoh lokal dari Riau yang menjadi terkenal se-Indonesia karena banyak video ceramahnya yang viral.

2. Beliau asli Ustadz, sudah S2 di bidang agama, lulusan Al Azhar Kairo dan S2 di Maroko pula. Jadi dari segi ilmu, beliau sangat berkompeten.

3. Beliau adalah “hasil kawin silang” antara ustadz lucu dan ustadz berkualitas. Selama ini kedua jenis ustadz tersebut seperti air dan minyak. Tak mungkin bersatu.

Namun Ustadz Abdul Somad berhasil mengawinkan keduanya. Ceramah-ceramah beliau selain “bergizi tinggi”, juga enak didengar, dan porsi lucunya pun sewajarnya saja. Tidak berlebihan.

4. Gayanya sangat sederhana.

5. Beliau bukan tipe ustaz kharismatik. Masyarakat menghormati beliau karena ilmunya, bukan karena kharismanya.

6. Beliau juga bukan tipe ustadz stereotif (maksudnya kelihatan banget gayanya seperti ustadz pada umumnya). Gaya beliau biasa saja. Seperti orang kebanyakan.

Mendengar ceramah beliau, kita seperti mendengar ucapan orang biasa yang kebetulan pintar di bidang agama.

7. Banyak yang menyebut ustadz Abdul Somad sebagai pengganti K.H. Zainuddin MZ. Dari segi popularitas bolehlah. Namun dari segi karakter, keduanya sangat jauh berbeda.

KH Zainuddin MZ itu kharismatik, stereotif, dan lebih cocok tampil di acara tabligh akbar. Sementara ustadz Abdul somad tidak kharismatik, tidak stereotif, dan lebih cocok tampil di acara-acara kajian yang terbatas.

"Kenapa banyak orang yang suka men-share video-video ceramah ustadz Abdul Somad? Tentu saja karena mereka suka. Kenapa mereka suka? Menurut saya, karena ke-7 faktor di atas. Tak perlu lagi saya bahas satu-persatu, kan?

Yang jelas, Ustadz Abdul Somad ini unik banget. Sederhana, apa adanya, namun “penuh gizi” sekaligus menghibur. Keren luar biasa!

Karena itu, jika Anda belum nonton video ceramah ustadz Abdul Somad, buruan tonton sekarang juga. Jangan sampai menyesal.

Alhamdulillah, kita sebagai umat Islam Indonesia perlu bersyukur karena memiliki seorang ulama seperti ustad Abdul Somad.

Dan saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada teman-teman yang selama ini menshare video-video ceramah ustadz Abdul somad. Semoga share-share Anda menjadi amal jariah yang pahalanya terus mengalir hingga akhirat kelak. Aamiin…."

Jonru 18 Agustus 2017


Share:

Sabtu, 08 Desember 2018

Misteri Bangku Kosong di Acara Presiden Jokowi




Ilustrasi Bangku Kosong
Selain melakukan pengamanan kepada Kepala Negara, Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden) mendapat tugas tambahan memindahkan kursi. Hal ini terjadi dalam acara peresmian pembukaan BTN Digital Start-up 2018 di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (7/12/2018) pagi, yang dihadiri Presiden Joko Widodo. 

Dirilis dari Kompas.com masih banyak kursi kosong di barisan tengah dan belakang, sementara presiden akan tiba di lokasi acara. Padahal pembawa acara sudah berulang kali meminta para peserta untuk segera duduk dan mengisi bangku paling depan.Bahkan penjaga booth pameran juga diminta untuk mengisi bangku yang kosong.

Namun sepertinya kursi acara itu tidak semenarik kursi anggota dewan yang selalu di perebutkan. Sehingga akhirnya
panitia acara bersama Paspampres menyingkirkan bangku-bangku kosong ke luar ruangan. 

Presiden Joko Widodo menghadiri peresmian pembukaan BTN Digital Startup 2018 di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (7/12/2018) pagi. Namun acara tersebut sepi peserta. Alhasil, panitia acara hingga pasukan pengamanan presiden (Paspampres) pun menyingkirkan bangku-bangku kosong ke luar ruangan.(KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Walau sudah di keluarkan, hingga Presiden Jokowi hadir di lokasi acara pukul 09.00 WIB, masih ada sekitar 500 bangku di bagian belakang yang belum terisi.

Sebelumnya panitia mendapat konfirmasi peserta yang hadir mencapai 3200 orang anak muda, sehingga disediakan 2000 kursi. Namun dari pantauan Kompas.com, dari jumlah itu hanya sekitar setengahnya yang hadir sudah termasuk penjaga booth pameran.

Presiden Joko Widodo menghadiri peresmian pembukaan BTN Digital Startup 2018 di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (7/12/2018) pagi. Saat acara dimulai, banyak kursi yang masih kosong.(KOMPAS.com/Ihsanuddin)
"Yang hadir ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya saya baru dapat data valid nya di angka 1200-an," kata Sabilur Rosyad, event consultants Young On Top, selaku pihak penyelenggara acara, saat dihubungi, Jumat petang (sumber : http://medan.tribunnews.com)

Kenapa peserta banyak yang tidak hadir dan menyisakan bangku kosong?
Masih menjadi Misteri.

Sumber : www.nasional.kompas.com
Judul Asli Artikel : Paspampres Singkirkan Bangku Kosong di Acara Jokowi
Penulis : Ihsanuddin
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary




Share:

Banjir Tak Surutkan Semangat Siswa SD Aceh Pergi Sekolah, Gunakan Ban Hingga Bawa Baju Ganti

Siswa SDN 7 Teunom Menerjang Banjir Menuju Sekolah (photo. BeritaKini.co )

Hujan tiba, Banjir pun melanda. 
Selain merendam pemukiman warga, banjir juga mengenangi fasilitas umum di Aceh Jaya.
Termasuk SDN 7 Teunom di Desa Pasie Geulima, yang terendam banjir setinggi lutut orang dewasa. 
Air setinggi setinggi 30 sampai 40 centimeter mengenangi satu-satunya akses jalan, hingga menyulitkan para siswa  pergi ke sekolah. Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat para siswa untuk menuntut ilmu.
Berbagai cara dilakukan para siswa untuk menembus banjir.
Ada yang menggunakan ban sebagai rakit agar tidak basah, ada pula yang menggunakan baju biasa saat melewati banjir dan baru mengenakan baju seragam saat tiba di sekolah. Banjir dihadapi dengan perjuangan demi untuk mengejar ilmu pengetahuan.
Dikutip dari BeritaKini.co yang menyebut desa Pasie Geulima memang salah satu wilayah langganan banjir di Aceh Jaya , jika  sudah memasuki musim penghujan. Dari keterangan M. Isa, salahseorang warga yang juga anaknya harus menerjang banjir menuju sekolah,  banjir kali ini disebabkan jebolnya tanggul Krueng Teunom. Sehingga air menyebar ke pemukiman warga dan merendam fasilitas umum yang ada di sana.
“Tanggul itu jebol lebih kurang sudah hampir 5 bulan, pernah ditangani oleh pemerintah, namun kami tidak tau kenapa saat ini jebol lagi,” ucapnya.
M. Isa dan warga  di kawasan itu sangat berharap pemerintah serius mencari solusi mengatasi banjir, agar kegiatan masyarakat dan aktifitas anak sekolah tetap berlangsung dengan lancar.
Share:

Sabtu, 01 Desember 2018

Seruan Habib Rizieq Syihab Untuk Reuni 212 Tahun 2018

https://www.youtube.com/watch?v=bHOgJNLtiDI
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab menyerukan umat Islam Indonesia untuk hadir pada acara Reuni Akbar 212 yang akan diselenggarakan pada Ahad (2/12) di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta.

Seruan itu disampaikan Habib Rizieq lewat sebuah video berdurasi 6:48 menit yang diunggah akun Front TV, channel Youtube milik FPI, Jumat (30/11).
https://www.youtube.com/watch?v=bHOgJNLtiDI


“Kepada segenap umat Islam dan seluruh bangsa Indonesia yang saya cintai, saya serukan untuk hadir ke acara reuni akbar mujahid dan mujahidah 212 di Monas Jakarta yang juga merupakan reuni akbar pejuang 212 dari seluruh elemen bangsa Indonesia,” kata Habib Rizieq.

Menurut Habib Rizieq, Reuni Akbar 212 adalah momentum kebangkitan umat Islam dan rakyat Indonesia, sehingga acara tersebut memiliki arti yang mendalam, bukan hanya sekedar nostalgia. Acara tersebut juga menjadi ajang konsolidasi melawan kezaliman.

“Reuni Akbar 212 bukan sekedar reuni untuk bernostalgia para pejuang 212 tapi juga merupakan media konsolidasi umat Islam dan rakyat Indonesia untuk melawan kezaliman dan menegakkan keadilan. Reuni Akbar 212 adalah momentum kebangkitan umat Islam dan rakyat Indonesia untuk menuju perubahan ke arah yang lebih baik, Insya Allah,” katanya.

Tak lupa, Habib Rizieq yang hingga saat ini masih di Arab Saudi mengingatkan kepada para peserta yang akan hadir pada Reuni Akbar 212 harus dimulai dengan niat yang tulus, ikhlas, dan tertib sehingga Reuni Akbar 212 menjadi acara yang super damai.

“Saya ingatkan kepada semua pihak agar jangan ada yang menggembosi apalagi merusak acara Reuni 212. Dan kepada segenap laskar dan pendekar serta jawara dan sakera wajib waspada dan siaga untuk menjaga keamanan dan ketertiban,” katanya.

Terakhir, Habib Rizieq juga berpesan kepada para peserta Reuni Akbar 212 agar selalu bersatu dan bahu-membahu serta selalu bersaudara untuk saling tolong-menolong dan saling mengingatkan kepada sesama saudaranya agar tidak terprovokasi oleh pihak manapun.

“Ingat, jangan ganggu orang lain, jangan rusak taman dan tanaman, jangan buang sampah sembarangan, jangan berkata kasar atau kotor, jangan buat kemaksiatan dan kemungkaran. Ingat, hormati aparat keamanan dan jaga para habaib dan ulama,” katanya.  
Sumber : minanews.com


Share:

Kisah Bupati di Antara Penjilat dan Tukang Fitnah

Akhir Tahun 1987 lalu saya pernah bertemu dengan almarhum Pak Nurdin AR, Bupati Pidie pada masa itu. Saya dan beberapa rekan dari lembaga survei Indoconsult Jakarta sengaja datang ke pendopo, setelah membuat perjanjian sebelumnya.

Bukan kali itu saja bertemu almarhum. Sebagai kolega satu almamater, sama tempat bertugas mengajar, saya sering duduk bersama almarhum, berdiskusi banyak hal. Sikapnya yang terbuka, blak-blakan, dan rada nyentrik, sangat menyenangkan.
 
Dalam sebuah seminar, saat peresmian Gedung baru Bank Ekspor-Impor Indonesia (sekarang Bank Mandiri) Banda Aceh yang di Jambo Tape, saya mendengar langsung almarhum pak Ali Hasymi menyebut pak Nurdin AR sebagai bupati "koboy". Alm pak Ibrahim Hasan yang duduk di sampingnya spontan tertawa.

Tiap diskusi dengan almarhum selalu berlangsung menarik, hangat, dan tak ada jarak. Padahal, pada masa itu beliau adalah antara beberapa dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala yang digunakan tenaga dan pemikirannya di jajaran pemerintah daerah. Beliau sudah menjadi pejabat daerah, sementara kami, boleh disebut masih sebagai anak bawang.

Ada beberapa nama dosen lain. Misalnya, alm pak Karimuddin Hasybullah (Bupati Aceh Utara), alm Zein Hasymi, alm Sanusi Wahab (Bupati Aceh Besar), alm Husin Ahmad (Bupati Aceh Barat), Samsunan Mahmud (Bupati Aceh Barat), alm Prof. Dayan Dawood (Kepala Bappeda Aceh), Prof. Syamsuddin Mahmud (Kepala Bappeda dan Gubernur Aceh), Prof. Chairul Ichsan (Kepala Bappeda Aceh), alm T. Iskandar Daoed (Kepala Bappeda Aceh), dan alm Husin Alamsyah (Pembantu Bupati wilayah Simeulue). Yang paling mentereng dan disegani, ya alm Prof. A. Madjid Ibrahim dan alm Prof. Ibrahim Hasan (keduanya pernah sebagai Gubernur Aceh). Yang kedua terakhir ini memang punya nilai kapasitas lebih. Alm pak Madjid malah yang menggagas Aceh Development Board sebagai cikal bakal Bappeda dan Bappenas untuk tingkat Nasional.

Kembali ke alm Nurdin AR. Ketika kami tanyakan bagaimana kiatnya mengelola pemerintahan daerah di Pidie yang dikenal amat tinggi dinamika politiknya? Jawabannya, sangat inspiratif.

Awal beliau menjabat Bupati Pidie, banyak staf dan yang punya jabatan di level menengah datang melapor kepadanya. Yang dilapor, ya macam-macam. Ada yang memburuk-burukkan teman sekantornya. Ada yang menuduh rekannya macam-macam. Dan, tidak sedikit juga yang berperangai suka menjilat, melapor yang indah-indah, dan terkesan ABS, menyanjungnya.

Almarhum Nurdin AR,


Di saat-saat pertama menghadapi staf dan bawahan yang berperangai macam-macam itu, jujur, almarhum mengaku bingung. Seakan beliau tak pernah bisa memahami. Mengapa tidak ada satu pun orang yang benar di jajarannya? Si A bilang si B tidak benar. Si C menuduh si H tidak beres, begitu seterusnya. Itu berlangsung berhari-hari.

Bukan alm Nurdin AR namanya, kalau tidak panjang akal. Dia bertutur, dia keluarkan satu senjata pemungkas. Setelah melakukan "cross check and balance", almarhum bersikap. Setiap ada sosok staf atau bawahannya yang menebar fitnah, menjilat, atau memberi laporan ABS, minggu depan segera dimutasi atau di bangku panjangkan.

Langkah yang dibuatnya itu ternyata menjadi obat mujarab. Sejak itu, perilaku fitnah-fitnahan dan manuver para penjilat mulai berkurang dan tak ada lagi. Kondisi birokrasi berjalan kembali dengan normal. Layanan pemerintahan daerah pun tak mengalami hambatan.
Sambil menggaruk-garuk rambutnya yang rada kribo, dengan rokok digantung di bibirnya, almarhum berujar,

"Ini negeri aneh. Bukannya bekerja, tapi asyik ngoceh sana ngoceh sini. Fitnah sana, fitnah sini. Semua orang salah dimatanya. Yang betul hanya dirinya..."

Saya terbayang, usai itu almarhum tertawa terkekeh-kekeh.
Dan, kami pun ikut juga tertawa bersamanya. Rekan-rekan dari Jakarta terkagum-kagum pula padanya.
Al Faatihah buat Almarhum, Bupati nyentrik yang kini telah tiada.
Tak kan pernah ada lagi yang serupa dengannya.


Penulis
Rustam Effendi
Share:

Terima Kasih Hari ini Anda Pembaca ke:

REPORTER TV