πŒπ„πƒπˆπ€ π‘π„ππŽπ‘π“π€π’π„ π†π‹πŽππ€π‹


πŸ…ΏπŸ…΄πŸ…ΌπŸ…±πŸ…°πŸ…²πŸ…°

Tampilkan postingan dengan label blunder. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label blunder. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 Desember 2018

Halo Para Caleg, Ente Jangan ampe Blunder ya..ntar di Blender



JIKA kita pernah menekuni permainan sepakbola, kata "Blunder" seringkali disebut-sebut. Apa itu Blunder? Tak ada arti yang baku. Lebih kurang, atau kira-kira ada yang memberi makna, "kesalahan yang dilakukan oleh tim atau individu (baca: seseorang) akibat kebodohan, atau pun karena sikap yang membabi buta".

Contoh mudahnya dalam sepakbola. Seorang stopper (pemain belakang bertahan) salah mengoper bola kepada sang kiper, lalu bola direbut lawan dan kemudian dilesakkannya bola ke gawang, dan berakibat terjadi "gol" bunuh diri. Atau, bisa juga terjadi akibat kipernya ingin beraksi lebih, atau "overacting", kemudian bola lepas ditangan dan disambar lawan, bola bersarang ke dalam gawang dan dia pun terpelongo, penuh penyesalan.

Tak hanya dalam sepakbola, dalam dunia politik pun acapkali terjadi Blunder. Tidak sedikit politikus atau parpol yang kerepotan akibat ada bagian dari mereka yang bikin Blunder. Entah disengaja atau tidak, disadari atau tanpa disadari, Blunder kerap dilakukan mereka.

Apa contohnya?

Mereka, para Caleg (Calon Anggota Legislatif: DPR RI, DPD RI, DPRD), atau pengurus PARPOL, misalnya, tahu bahwa potensi Calon Pemilih terbanyak di Tanah Air kita adalah kaum Muslim. Tapi, ucapan, tindakan atau perbuatan mereka seperti menafikan itu. Seringkali mereka bagai sengaja menyayat atau melukai perasaan Muslim yang justru sebenarnya ingin disasar mereka untuk mendulang suara.

Sebetulnya, mereka yang membuat Blunder paham jika soal-soal yang menyangkut dengan Aqidah dan Syariah, atau adat dan kebiasaan, semuanya merupakan material obrolan yang amat sensitif. Namun, mengapa itu "disentuh" dan terkesan seenaknya? Bukankah hal itu akan melahirkan Blunder yang justru dapat mengusik zona "zaman". Mereka akan dibully, "diblender", dinyinyirin, atau dicaci-maki oleh pihak yang merasa terusik karenanya.

Mengapa mereka, baik Caleg atau pengurus Parpol sering lakukan Blunder itu? Salah satu sebab adalah karena ketidak hati-hatian, kurang cermat, atau akibat mereka asyik dengan pikirannya sendiri.

Mereka keliru, tidak sadar jika kini sedang berkompetisi dan kian hari persaingan itu kian ketat. Diantara mereka (sesama Caleg) sedang berlangsung proses intip-mengintip titik kelemahan masing-masing. Saling menunggu Blunder lawan. Sekali Blunder, akan jadi bulan-bulanan.

Sebab itu, tidak boleh seorang Caleg (khususnya) bersikap berlebihan, apalagi menjurus pada kebanggaan pribadi yang berlebihan, sehingga terkesan merasa lebih jumawa dari yang lain.

Kita boleh hebat, merasa paling tampan, kaya, punya jabatan bagus, banyak toko, istri cantik atau suami ganteng, anak-anak pintar, dari keluarga terpandang, atau kelebihan lainnya. Tapi, penting dicamkan, sekali kita melakukan Blunder, maka akan diblender dan dilumat seperti alpokat atau tomat yang nikmat itu. Keberadaan medsos yang kini amat terbuka akan memberitakan kelancangan dan "kedunguan" kita itu, dan tentu sedikit banyak akan dapat mengancam elektabilitas akibat suara kita tergerus.

Cara terbaik menghindari Blunder adalah dengan selalu berhati-hati. Jangan asal menulis, tidak asal berbicara, dan jangan lupa selalu waspadai derap langkah yang kita ayun.

Saya bukan ahli pemasaran politik, tapi harus diingat. Anda para Caleg, atau pengurus Parpol, kini sedang berjualan produk-produk yang justru isinya adalah Anda pribadi dengan kemasan yang Anda disain sendiri. Produk itu harus laku di pasaran, dibeli oleh pelanggan. Jangan sampai sekarang jadi Anggota Parlemen, tahun depan beralih sebagai pengamen.

Atau, jangan juga saban tahun Abang Caleg ikut ajang pemilihan, tapi hanya menjadi tambahan "manisan" bagi orang lain. Pulang ke rumah isteri marah-marah hingga dia bilang, "Ah, abang payah, bikin adek selalu susah." Masih beruntung si isteri tak minta pisah karena kasihan pada nasib si anak, buah cinta mereka.

Terakhir, jaga hati dan perasaan para pelanggan Anda.

Jangan ulangi kesalahan, jangan bikin Blunder bila tak ingin "diblender !".

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Tulisan : Rustam Effendi, Akademisi, Pengamatan Ekonomi dan Politik Aceh
Share:

ACEHREPORTER.COM

VIDEO LEGEND