Kamis, 29 September 2022

Harimau Mangsa Lembu Warga Aceh Timur, Penyebabnya ya Karena Lapar laa, Masa Cuma Iseng

 


ACEH REPORTER - Dua ekor anak sapi milik warga dilaporkan diterkam harimau sumatra di Desa Punti Payong Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur.


Informasi dihimpun di Aceh Timur, Kamis, kejadian tersebut terjadi Rabu (28/9) sekira pukul 04.00 WIB. Dua anak sapi tersebut berusia dua bulan dan kini dilarikan harimau tersebut.
Sementara, indukan sapi tergeletak di lokasi karena mengalami robek di bagian paha dan urat kaki putus.
 
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto dihubungi dari Aceh Timur mengatakan pihaknya sudah menerima laporan peristiwa tersebut.
 
“Kami juga telah mengerahkan tim bersiaga di lokasi guna mengatasi dan melakukan penanganan terhadap harimau yang dilaporkan menerkam ternak masyarakat,” kata Agus Arianto.
Agus mengatakan masyarakat juga melakukan penggiringan menggunakan alat pengeras suara dan mercon untuk menakuti harimau tersebut.
 
Sementara itu, Direktur Yayasan Konservasi Alam Timur Aceh (YAKATA) Zamzami mengatakan konflik antara harimau dengan manusia kerap terjadi di Aceh Timur selama beberapa tahun terakhir.
“Harimau sumatra terancam kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan sudah menjadi lahan pertanian, perkebunan, maupun tambang,” kata Zamzami.
 
Selain itu, masyarakat, terutama di dekat kawasan hutan melepas ternaknya bebas berkeliaran atau tanpa dikandangkan. Dan ini memancing harimau turun pemukiman penduduk.
 
“Harimau bergerak berdasarkan satwa mangsanya. Namanya juga cari makan, jika ada ternak dilepas tentu akan menjadi sesuatu menggiurkan bagi harimau. Apalagi sumber makanan harimau seperti babi hutan maupun rusa populasinya juga kian berkurang di alam karena diburu,” kata Zamzami.(ANTARA)


Share:

Ka Gagal Panen Lom, BNN musnahkan 36 Ribu Batang Ganja di Aceh Besar

 


ACEH REPORTER - Badan Narkotika Nasional (BNN) RI memusnahkan 36 ribu batang ganja yang ditanam di lahan seluas tujuh hektare di kawasan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar.

Deputi Bidang Pemberantasan BNN RI Irjen Pol Kenedy di Aceh Besar, Kamis, mengatakan pemusnahan ladang ganja tersebut bagian dari upaya memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang.


“Pemusnahan tujuh hektare ladang ganja tersebut berlangsung Kamis (29/9). Pemusnahan dengan cara dicabut dam dibakar. Tujuh hektare ladang ganja tersebut tersebar di dua titik ke Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar,” kata Irjen Pol Kenedy.


Penemuan ladang ganja tersebut merupakan kerja sama BNN RI dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional serta Badan Informasi Goespasial. Ladang ganja tersebut berada di ketinggian berkisar 238 hingga 291 meter di atas permukaan laut (MDPL).


Titik pertama seluas 2,5 hektare, kata Irjen Pol Kenedy, di ladang tersebut ada 12 ribu batang ganja siap panen dengan ketinggian berkisar dua hingga tiga meter. Di ladang tersebut juga dimusnahkan 1.000 bibit ganja siap tanam.


“Sedangkan di titik kedua dengan luas ladang mencapai 4,5 hektare. Di ladang tersebut dimusnahkan 24 ribu batang ganja dengan ketinggian berkisar 1,5 hingga 2,5 meter. Total ganja yang dimusnahkan mencapai 36 ribu batang dengan berat diperkirakan 17,5 ton,” kata Irjen Pol Kenedy.


Pemusnahan ladang ganja melibatkan 140 personel gabungan BNN, Polri, dan TNI. Pemusnahan juga melibatkan tim Laboratorium BNN untuk melakukan tes cepat dengan hasil positif mengandung unsur narkotika tetrahydrocannabinol (THC).


“Pemusnahan ladang ganja tersebut merupakan pengembangan dari pengungkapan kasus 200 kilogram ganja di kawasan Pidie, Aceh, dengan pelaku berinisial N,” kata Irjen Pol Kenedy..


Jenderal bintang dua tersebut mengatakan pemusnahan ladang ganja tersebut bentuk ketegasan pemerintah memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkotika yang diperintahkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.


“BNN mengajak masyarakat meningkat kepedulian terhadap larangan memiliki, menanam serta mengedarkan ganja. Kami juga mengajak masyarakat yang menanam ganja beralih menanam tanaman produktif lainnya,” kata Irjen Pol Kenedy.(ANTARA)

Share:

Rabu, 28 September 2022

WOW Ladang Ganja di Aceh dipantau BNN gunakan Satelit

 


ACEH REPORTER - Badan Narkotika Nasional (BNN) RI memantau keberadaan ladang-ladang ganja menggunakan satelit, sehingga tidak sedikit ladang tanaman terlarang tersebut ditemukan di Provinsi Aceh.

"BNN sudah berulang kali menemukan dan memusnahkan ladang-ladang ganja di Aceh dari hasil pemantau menggunakan satelit," kata Kepala Bagian Publikasi dan Media Sosial BNN RI Riki Yanuarfi di Banda Aceh, Rabu.

Riki Yanuarfi mengatakan wilayah yang sering ditemukan ladang ganja tersebut di antaranya di kawasan Lamteuba, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Utara, dan beberapa wilayah lainnya di Provinsi Aceh.

Kendati sudah berulang kali menemukan dan memusnahkan ladang ganja, kata dia, sering kali pelaku atau penanaman tidak berhasil ditangkap. Hal itu karena mereka menerapkan pola tanam dengan menebar benih kemudian pergi. Mereka kembali ketika memanen tanaman terlarang tersebut.

"Jadi, ini kendala mengapa di setiap penemuan ladang ganja di Aceh, sering penanamnya tidak tertangkap. Namun begitu, ada juga penanam ganja yang bisa ditangkap," kata Riki Yanuarfi.

Walau di Aceh banyak ditemukan ladang ganja, kata Riki Yanuarfi, namun komitmen dan dukungan masyarakat Aceh terhadap BNN dalam memberantas tanaman terlarang tersebut cukup tinggi.

Oleh karena itu, BNN terus berupaya mengubah pola pikir sebagian kecil masyarakat yang selama ini menanam ganja di Aceh untuk beralih bercocok tanam dengan tanaman produktif dan bernilai ekonomis lainnya.

"Banyak masyarakat yang dulunya menanam ganja kini beralih menanam hortikultura. Sebab, menanam ganja akan berhadapan dengan hukum yang berujung dipenjara," kata Riki Yanuarfi.(*)

Share:

Biografi Singkat Abu Tumin Blang Bladeh, Ulama Kharismatik Aceh

 


ABU TU MIN,  lahir dari keluarga ulama dan pemuka masyarakat. Ayahnya Teungku Tu Mahmud Syah adalah ulama, tokoh masyarakat dan pendiri dayah. Semenjak kecil Abu Tumin telah dipersiapkan untuk menjadi seorang ulama yang paripurna. Mengawali pengembaraan ilmunya, Abu Tumin pernah mengecap pendidikan umum pada masa Belanda selama tiga tahun.

Setelah kemerdekaan, Abu Tumin dalam usianya 12 tahun dimasukkan ke Sekolah SRI, sekolah yang memiliki bahan ajaran yang memadai dalam bidang agama. Sambil bersekolah di SRI, Abu Tumin juga belajar langsung pada ayahnya ilmu-ilmu keislaman, terutama dasar-dasar kitab kuning dan ilmu alat seperti nahwu dan sharaf.

Selama lebih kurang tiga tahun Abu Tumin belajar dengan sungguh-sungguh kepada ayahnya Teungku Tu Mahmud Syah yang juga ulama, telah memberikan bekal ilmu yang memadai untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Pada usianya 15 tahun, mulailah Abu Tumin belajar dari satu dayah ke dayah lainnya hingga berakhir di Labuhan Haji Darussalam dengan gurunya Syekh Muda Waly al-Khalidy.

Abu Tumin pernah belajar beberapa bulan di Dayah Darul Atiq Jeunieb yang dipimpin oleh Abu Muhammad Saleh yang merupakan ayah dari Abon Samalanga. Setelah beberapa bulan di Dayah Jeunieb, Abu Tumin kemudian melanjutkan pengajiannya ke Dayah Samalanga dalam beberapa bulan juga, kemudian beliau belajar di Dayah Meuluem Samalanga selama satu tahun, dan terakhir di Dayah Pulo Reudep yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Pulo Reudep selama tiga tahun sebelum ke Labuhan Haji.

Maka dengan bekal ilmu yang memadai dari guru-guru itulah yang mengantarkan Abu Tumin muda dalam usianya 20 tahun berangkat ke Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan pada tahun 1953. Selain Abu Tumin, di tahun 1953 beberapa ulama lainnya juga tiba di Labuhan Haji untuk belajar pada Abuya Syekh Muda Waly. Karena umumnya teungku-teungku yang belajar kepada Abuya, telah memiliki ilmu yang memadai sebelum belajar ke Abuya, sehingga bisa duduk di kelas khusus Bustanul Muhaqqiqin.

Di antara ulama-ulama yang datang pada tahun 1952 dan 1953 adalah Abu Abdullah Tanoh Mirah yang kemudian mendirikan Dayah Darul Ulum Tanoh Mirah yang dikenal dengan kealimannya dalam bidang ushul fikih.
Ulama lainnya adalah Abon Abdul Aziz Samalanga yang melanjutkan kepemimpinan Dayah MUDI Samalanga setelah wafat mertuanya Abu Haji Hanafiyah Abbas yang dikenal dengan Teungku Abi.

Abon Abdul Aziz Samalanga dikenal ahli dalam ilmu mantik atau ilmu logika. Sedangkan Abu Keumala datang lebih awal ke Dayah Darussalam Labuhan Haji, dan Abu Keumala dikenal ahli dalam ilmu tauhid, mengabdikan ilmunya di Medan Sumatera Utara hingga wafatnya pada tahun 2004. Selain menjadi murid Abuya Syekh Haji Muda Waly di Darussalam, Abu Tumin juga telah dipercaya untuk mengajarkan para santri lain yang berada pada tingkatan tsanawiyah, karena beliau disebutkan mengajar santri di kelas 6 B, adapun di kelas 6 A diajarkan langsung oleh Abuya Muhibbudin Waly, sedangkan Syekh Muda Waly al-Khalidy mengajarkan kelas dewan guru.

Ketika di Darussalam Labuhan Haji, Abu Tumin sekelas dengan Abu Hanafi Matang Keh, Teungku Abu Bakar Sabil Meulaboh dan Abu Daud Zamzami Ateuk Anggok. Sedangkan Abu Abdullah Tanoh Mirah dan Abon Samalanga lebih tinggi satu tingkat di atasnya. Abu Tumin belajar dan mengajar di Labuhan Haji selama 6 tahun, beliau juga murid khusus di kelas Bustanul Muhaqqiqin belajar langsung kepada Abuya Haji Muda Waly.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Dayah Darussalam Labuhan Haji, Abu Tumin kemudian memohon izin kepada gurunya untuk pulang kampung pada tahun 1959 untuk mengabdikan ilmunya. Sedangkan temannya seperti Abon Samalanga pulang kampung setahun sebelumnya pada tahun 1958 dan Abu Tanoh Mirah pulang di Tahun 1957. Umumnya murid-murid Abuya yang datang di atas tahun 1952 dan 1953 pulang di akhir tahun1959. Sedangkan generasi sebelum Abu Tumin yang datang ke Darussalam pada tahun 1945 dan 1947, mereka umumnya pulang di tahun 1956 seperti Abuya Aidarus dan Abu Syamsuddin Sangkalan.

Setibanya di Kampung halaman, setelah belajar di berbagai dayah terutama Dayah Darussalam Labuhan Haji telah mengantarkan Abu Tumin menjadi seorang ulama yang mendalam ilmunya. Abu Tumin memimpin dayah yang telah dibangun oleh kakek beliau yaitu Teungku Tu Hanafiyah yang kemudian dilanjutkan oleh Teungku Tu Mahmud Syah ayah Abu Tumin, selanjutnya estafet keilmuan dan kepemimpinan dayah dilanjutkan oleh Abu Tumin.

Pada era Abu Tumin mulailah pesat pembangunan Dayah tersebut. Dimana para santri datang dari berbagai tempat untuk belajar kepada Abu Tumin dan belajar dari sang ulama. Abu Tumin juga merupakan seorang ulama yang murabbi, sehingga banyak muridnya yang menjadi ulama terpandang sebut saja di antaranya adalah Abu Mustafa Paloh Gadeng yang belajar kepada Abu Tumin selama 19 tahun sehingga mengantarkan beliau menjadi seorang ulama kharismatik Aceh yang diperhitungkan.

Ulama lainnya yang juga murid Abu Tumin adalah Abu Abdul Manan Blang Jruen yang dikenal sebagai ulama yang ahli dan lihai dalam bidang tauhid, serta moderator yang hebat dalam muzakarah para ulama Aceh, sehingga diskusi nampak ceria dan bersemangat. Dan banyak para ulama lainnya yang juga murid dari Abu Tumin, selain murid-muridnya di Dayah Darussalam dulu.

Dan di sebuah acara muzakarah, Abuya Mawardi Waly juga menyebutkan dirinya sebagai murid Abu Tumin. Intinya Abu Tumin juga ulama yang Syekhul Masyayikh. Bahkan Abu Daud Teupin Gajah atau Abu Daud al Yusufi yang merupakan ulama kharismatik Aceh Selatan juga termasuk murid yang lama belajar kepada Abu Tumin dimana sebelumnya beliau belajar kepada Abuya Haji Jailani Kota Fajar.

Selain itu, Abu Tumin juga dianggap sebagai ulama panutan oleh para ulama lainnya, dimana fatwa-fatwa hukumnya menjadi bahan kajian dan pegangan para ulama lainnya. Biasanya pada setiap muzakarah yang diadakan di berbagai tempat, Abu Tumin yang kemudian mengambil keputusan terakhir, setelah sebelumnya para ulama lain memberikan pandangan dan sanggahan atas setiap persoalan yang sedang dibahas forum.

Kehadiran Abu Tumin menambah acara muzakarah semakin bermakna, karena pandangan hukum beliau biasanya dari ingatan yang lama dan kajian yang mendalam. Sehingga tidak mengherankan bila ada yang menyebutkan bahwa "Abu Tumin tua umurnya dan tua pula ilmunya".

Abu Tumin telah mempersembahkan segenap usianya untuk agama ini, dan telah pula mencurahkan segenap ilmu dan pengabdiannya, mengayomi masyarakat Aceh secara tulus ikhlas. Dan hari ini beliau telah kembali kehadhirat Allah SWT.
Semoga Allah SWT menempatkan beliau di surga tertinggi bersama para Anbiya, Syuhada dan Shalihin.

Innalillahi Wainna Ilaihi Raji'un.
Selamat Jalan Guru Yang Mulia ABU TU.

Ditulis:
Nurkhalis Mukhtar

Share:

Penyidik Dirkrimsus Polda Aceh Periksa 12 Mahasiswa Kasus Korupsi Beasiswa

 


ACEH REPORTER - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh memeriksa 12 mahasiswa guna melengkapi keterangan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi beasiswa dari Pemerintah Aceh sebesar Rp22,3 miliar.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Kombes Pol Sony Sonjaya di Banda Aceh, Rabu, mengatakan ke-12 mahasiswa tersebut adalah penerima beasiswa yang tidak berhak atau tidak memenuhi syarat sebagai penerima.

"Ke-12 mahasiswa tersebut berasal dari Kabupaten Aceh Timur. Pemeriksaan berlangsung di Polres Aceh Timur. Pemeriksaan untuk melengkapi keterangan yang dibutuhkan penyidik," kata Kombes Pol Sony Sonjaya.

Dari pemeriksaan tersebut, kata Kombes Pol Sony Sonjaya, terungkap bahwa sembilan di antara mereka mengaku tidak utuh menerima beasiswa tersebut. Mereka mengaku beasiswa tersebut dipotong koordinator lapangan yang mencari penerima bantuan biaya pendidikan.

"Mereka mengaku tidak menerima penuh beasiswa tersebut karena dipotong koordinator lapangan. Berapa besaran pemotongan, masih didalami oleh penyidik," kata Kombes Pol Sony Sonjaya.

Kendati menerima beasiswa tidak penuh, Kombes Pol Sony Sonjaya mengimbau mahasiswa penerima bantuan biaya pendidikan yang tidak memenuhi syarat tersebut agar mengembalikan kerugian negara berapa pun yang sudah mereka terima.

"Mereka tidak berhak atau tidak memenuhi syarat sebagai penerima. Karena itu, kami mengimbau segera mengembalikan berapa yang pernah mereka terima. Sampai saat ini, penyidik sudah menerima pengembalian beasiswa sebesar Rp1,15 miliar lebih," kata Kombes Pol Sony Sonjaya.

Sebelumnya, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh mengusut dugaan tindak pidana korupsi beasiswa Pemerintah Aceh tahun anggaran 2017 dengan nilai mencapai Rp22,3 miliar.

Anggaran beasiswa tersebut ditempatkan di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Aceh. Beasiswa tersebut disalurkan kepada 803 penerima.

Dalam menangani kasus tersebut, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka.

Tujuh tersangka tersebut yakni berinisial SYR selaku Pengguna Anggaran (PA), FZ dan RSL selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), FY selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), serta SM, RDJ, dan RK selaku koordinator lapangan.(ANTARA)

Share:

Selasa, 27 September 2022

Aceh Berduka, Ulama kharismatik Tgk. H. Muhammad Amin Mahmud atau Abu Tu Min Blang Bladeh Wafat

 


ACEH REPORTER -  Aceh kembali berduka dengan wafatnya Ulama kharismatik Aceh, Tgk. H. Muhammad Amin Mahmud yang juga dikenal dengan panggilan Abu Tu Min Blang Bladeh, pimpinan Dayah Al Madinatuddiniyah Babussalam Blang Bladeh, Jeumpa Bireuen,

Abu Tu Min adalah salah satu ulama kharismatik Aceh yang menjadi rujukan masyarakat. Beliau lahir pada 17 Agustus 1932 di Gampong Kuala Jeumpa, Kecamatan Jeumpa, Bireuen.

Sebelum meninggal dunia, Abu Tu Min pernah dirawat karena sakit di beberapa rumah sakit, mulai dari Malaysia hingga di Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin Banda Aceh. Beliau menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit dr Fauziah Bireuen pada Selasa, 27 Septermber 2022, pukul 15.45 sore.


“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Atas nama pribadi, Pemerintah Aceh dan seluruh masyarakat Aceh kami menyampaikan duka cita. Doa kami semua, insya Allah almarhum Abu Tu Min mendapatkan tempat yang paling layak di sisi Allah,” kata Achmad Marzuki, Penjabat Gubernur Aceh, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 26/09/2022.

Achmad Marzuki mengajak masyarakat Aceh untuk menyampaikan doa dan salat ghaib kepada Abu Tu Min. Meninggalnya beliau kata Achmad Marzuki menjadi kehilangan besar bagi Aceh, di mana salah satu tokoh agama yang ulama kharismatik Aceh, kembali dipanggil Yang Maha Kuasa.


Share:

Senin, 26 September 2022

Ulama Tidak Tunduk Pada Penguasa, Imam Bukhari Menentang Sultan Hingga Diusir

 


KISAH hidup Imam Bukhari tidak selamanya cemerlang. Masa kelam justru dialaminya menjelang wafat.

Dikisahkan pada tahun 250 H atau sekitar 864 Masehi, Imam Bukhari mengunjungi Naisabur di utara Iran.

Kedatangannya disambut gembira penduduk setempat bahkan oleh gurunya az-Zihli dan ulama lainnya.

Bahkan, pengarang kitab as-Shahih Muslim, Imam Muslim bin al-Hajjaj mengisahkan sambutan kepada Al Bukhari yang amat sangat luar biasa karena tidak pernah ada penyambutan seperti itu kepada kepala daerah.

Penyambutan bahkan dilakukan sejak 100 kilometer sebelum memasuki kota tersebut. Sang guru, az-Zihli juga menganjurkan para muridnya untuk menyambut Imam Bukhari dengan kegembiraan.

Melihat begitu antusiasmenya warga Bukhori memutuskan tinggal sementara untuk membuka pengajian mengajarkan hadist.

Namun, kehadiran Bukhari di kota itu menimbulkan hasad dan dengki sehingga sampai ada salah seorang peserta pengajian Bukhori bertanya apakah melafalkan al-Qur’an tergolong makhluk atau bukan makhluk.

Bukhari pun tidak mau menjawab pertanyaan itu, sampai tiga kali ditanyakan orang yang sama dia pun menjawab, “al-Qur’an adalah Kalam Allah, bukan makhluk. Sementara perbuatan hamba adalah makhluk. Dan menguji seseorang dengan pertanyaan semacam ini adalah bid’ah.”

Orang itu pun menyimpulkan dengan serampangan, “Kalau begitu, dia -Imam Bukhari- berpendapat bahwa al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk.”

Seketika itu terjadilah kesimpangsiuran akibat kabar yang tidak jelas tersebut dan sampai ke telinga Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli, imam tokoh ulama kota itu yang juga guru Bukhari.

Muncullah ketegangan di antara adz-Dzuhli dan Bukhari yang membuat warga Naisabur memilih meninggalkan majelis Imam Bukhari, kecuali Muslim bin Hajjaj -Imam Muslim- dan Ahmad bin Salamah.

Akhirnya, Imam Bukhari memutuskan meninggalkan Naisabur untuk menjaga keutuhan umat dan menjauhkan diri dari gejolak fitnah. Dia menyerahkan segala urusannya kepada Allah.

Dia pulang ke kota kelahirannya Bukhara. Kedatangannya disambut meriah seluruh penduduk.

Mereka bahkan mengadakan upacara besar-besaran, mendirikan kemah-kemah sepanjang satu farsakh (± 8 km) dari luar kota dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi kegembiraan mereka.

Di Bukhara, dia tetap membuka majelis hadist. Namun, lagi-lagi fitnah mendera lagi, kali ini datang dari Penguasa Bukhara, Khalid bin Ahmad az-Zihli.

Ketika itu, penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam Bukhari, dan meminta dua buah buku karangannya, al-Jami’ al-Shahih dan Tarikh.

Permintaan itu ditolaknya dan menyampaikan kepada utusan tersebut bahwa dia tidak akan merendahkan ilmu dan membawanya ke Istana Khalid. Dia bahkan meminta penguasa Bukhara mengeluarkan larangan tidak mengadakan pengajian.

Jawaban tersebut membuat Khalid naik pitam dan memerintahkan orang-orangnya untuk melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Berkat hasutan tersebut Bukhori pun diusir dari kota dan negerinya sendiri.

Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari yang isinya memintanya menetap di negeri mereka. Ia pun pergi memenuhi permohonan itu. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand, Ia singgah karena banyak keluarganya di situ.

Namun di desa itu dia jatuh sakit hingga menemui ajalnya di malam takbiran 256 Hijriah atau 31 Agustus 870 Masehi di usai 62 tahun.

Sebelum meninggal dunia, ia berpesan agar jenazahnya dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat.

Jenazahnya dikebumikan lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai amal yang mulia.


sumber: minews

Share:

Terima Kasih Hari ini Anda Pembaca ke:

REPORTER TV