Rabu, 28 September 2022

Penyidik Dirkrimsus Polda Aceh Periksa 12 Mahasiswa Kasus Korupsi Beasiswa

 


ACEH REPORTER - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh memeriksa 12 mahasiswa guna melengkapi keterangan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi beasiswa dari Pemerintah Aceh sebesar Rp22,3 miliar.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Kombes Pol Sony Sonjaya di Banda Aceh, Rabu, mengatakan ke-12 mahasiswa tersebut adalah penerima beasiswa yang tidak berhak atau tidak memenuhi syarat sebagai penerima.

"Ke-12 mahasiswa tersebut berasal dari Kabupaten Aceh Timur. Pemeriksaan berlangsung di Polres Aceh Timur. Pemeriksaan untuk melengkapi keterangan yang dibutuhkan penyidik," kata Kombes Pol Sony Sonjaya.

Dari pemeriksaan tersebut, kata Kombes Pol Sony Sonjaya, terungkap bahwa sembilan di antara mereka mengaku tidak utuh menerima beasiswa tersebut. Mereka mengaku beasiswa tersebut dipotong koordinator lapangan yang mencari penerima bantuan biaya pendidikan.

"Mereka mengaku tidak menerima penuh beasiswa tersebut karena dipotong koordinator lapangan. Berapa besaran pemotongan, masih didalami oleh penyidik," kata Kombes Pol Sony Sonjaya.

Kendati menerima beasiswa tidak penuh, Kombes Pol Sony Sonjaya mengimbau mahasiswa penerima bantuan biaya pendidikan yang tidak memenuhi syarat tersebut agar mengembalikan kerugian negara berapa pun yang sudah mereka terima.

"Mereka tidak berhak atau tidak memenuhi syarat sebagai penerima. Karena itu, kami mengimbau segera mengembalikan berapa yang pernah mereka terima. Sampai saat ini, penyidik sudah menerima pengembalian beasiswa sebesar Rp1,15 miliar lebih," kata Kombes Pol Sony Sonjaya.

Sebelumnya, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh mengusut dugaan tindak pidana korupsi beasiswa Pemerintah Aceh tahun anggaran 2017 dengan nilai mencapai Rp22,3 miliar.

Anggaran beasiswa tersebut ditempatkan di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Aceh. Beasiswa tersebut disalurkan kepada 803 penerima.

Dalam menangani kasus tersebut, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka.

Tujuh tersangka tersebut yakni berinisial SYR selaku Pengguna Anggaran (PA), FZ dan RSL selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), FY selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), serta SM, RDJ, dan RK selaku koordinator lapangan.(ANTARA)

Share:

Selasa, 27 September 2022

Aceh Berduka, Ulama kharismatik Tgk. H. Muhammad Amin Mahmud atau Abu Tu Min Blang Bladeh Wafat

 


ACEH REPORTER -  Aceh kembali berduka dengan wafatnya Ulama kharismatik Aceh, Tgk. H. Muhammad Amin Mahmud yang juga dikenal dengan panggilan Abu Tu Min Blang Bladeh, pimpinan Dayah Al Madinatuddiniyah Babussalam Blang Bladeh, Jeumpa Bireuen,

Abu Tu Min adalah salah satu ulama kharismatik Aceh yang menjadi rujukan masyarakat. Beliau lahir pada 17 Agustus 1932 di Gampong Kuala Jeumpa, Kecamatan Jeumpa, Bireuen.

Sebelum meninggal dunia, Abu Tu Min pernah dirawat karena sakit di beberapa rumah sakit, mulai dari Malaysia hingga di Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin Banda Aceh. Beliau menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit dr Fauziah Bireuen pada Selasa, 27 Septermber 2022, pukul 15.45 sore.


“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Atas nama pribadi, Pemerintah Aceh dan seluruh masyarakat Aceh kami menyampaikan duka cita. Doa kami semua, insya Allah almarhum Abu Tu Min mendapatkan tempat yang paling layak di sisi Allah,” kata Achmad Marzuki, Penjabat Gubernur Aceh, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 26/09/2022.

Achmad Marzuki mengajak masyarakat Aceh untuk menyampaikan doa dan salat ghaib kepada Abu Tu Min. Meninggalnya beliau kata Achmad Marzuki menjadi kehilangan besar bagi Aceh, di mana salah satu tokoh agama yang ulama kharismatik Aceh, kembali dipanggil Yang Maha Kuasa.


Share:

Senin, 26 September 2022

Ulama Tidak Tunduk Pada Penguasa, Imam Bukhari Menentang Sultan Hingga Diusir

 


KISAH hidup Imam Bukhari tidak selamanya cemerlang. Masa kelam justru dialaminya menjelang wafat.

Dikisahkan pada tahun 250 H atau sekitar 864 Masehi, Imam Bukhari mengunjungi Naisabur di utara Iran.

Kedatangannya disambut gembira penduduk setempat bahkan oleh gurunya az-Zihli dan ulama lainnya.

Bahkan, pengarang kitab as-Shahih Muslim, Imam Muslim bin al-Hajjaj mengisahkan sambutan kepada Al Bukhari yang amat sangat luar biasa karena tidak pernah ada penyambutan seperti itu kepada kepala daerah.

Penyambutan bahkan dilakukan sejak 100 kilometer sebelum memasuki kota tersebut. Sang guru, az-Zihli juga menganjurkan para muridnya untuk menyambut Imam Bukhari dengan kegembiraan.

Melihat begitu antusiasmenya warga Bukhori memutuskan tinggal sementara untuk membuka pengajian mengajarkan hadist.

Namun, kehadiran Bukhari di kota itu menimbulkan hasad dan dengki sehingga sampai ada salah seorang peserta pengajian Bukhori bertanya apakah melafalkan al-Qur’an tergolong makhluk atau bukan makhluk.

Bukhari pun tidak mau menjawab pertanyaan itu, sampai tiga kali ditanyakan orang yang sama dia pun menjawab, “al-Qur’an adalah Kalam Allah, bukan makhluk. Sementara perbuatan hamba adalah makhluk. Dan menguji seseorang dengan pertanyaan semacam ini adalah bid’ah.”

Orang itu pun menyimpulkan dengan serampangan, “Kalau begitu, dia -Imam Bukhari- berpendapat bahwa al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk.”

Seketika itu terjadilah kesimpangsiuran akibat kabar yang tidak jelas tersebut dan sampai ke telinga Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli, imam tokoh ulama kota itu yang juga guru Bukhari.

Muncullah ketegangan di antara adz-Dzuhli dan Bukhari yang membuat warga Naisabur memilih meninggalkan majelis Imam Bukhari, kecuali Muslim bin Hajjaj -Imam Muslim- dan Ahmad bin Salamah.

Akhirnya, Imam Bukhari memutuskan meninggalkan Naisabur untuk menjaga keutuhan umat dan menjauhkan diri dari gejolak fitnah. Dia menyerahkan segala urusannya kepada Allah.

Dia pulang ke kota kelahirannya Bukhara. Kedatangannya disambut meriah seluruh penduduk.

Mereka bahkan mengadakan upacara besar-besaran, mendirikan kemah-kemah sepanjang satu farsakh (± 8 km) dari luar kota dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi kegembiraan mereka.

Di Bukhara, dia tetap membuka majelis hadist. Namun, lagi-lagi fitnah mendera lagi, kali ini datang dari Penguasa Bukhara, Khalid bin Ahmad az-Zihli.

Ketika itu, penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam Bukhari, dan meminta dua buah buku karangannya, al-Jami’ al-Shahih dan Tarikh.

Permintaan itu ditolaknya dan menyampaikan kepada utusan tersebut bahwa dia tidak akan merendahkan ilmu dan membawanya ke Istana Khalid. Dia bahkan meminta penguasa Bukhara mengeluarkan larangan tidak mengadakan pengajian.

Jawaban tersebut membuat Khalid naik pitam dan memerintahkan orang-orangnya untuk melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Berkat hasutan tersebut Bukhori pun diusir dari kota dan negerinya sendiri.

Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari yang isinya memintanya menetap di negeri mereka. Ia pun pergi memenuhi permohonan itu. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand, Ia singgah karena banyak keluarganya di situ.

Namun di desa itu dia jatuh sakit hingga menemui ajalnya di malam takbiran 256 Hijriah atau 31 Agustus 870 Masehi di usai 62 tahun.

Sebelum meninggal dunia, ia berpesan agar jenazahnya dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat.

Jenazahnya dikebumikan lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai amal yang mulia.


sumber: minews

Share:

Minggu, 26 Desember 2021

Merinding, Terungkap Karamah Wali Allah Ulama Aceh Abu Woyla Sebelum Terjadi Tsunami

 


Ini adalah Kisah Nyata Seorang Santri Melihat Keramat Abu Woyla Wali Allah Sebelum Terjadinya Tsunami di Aceh

Abu Ibrahim Woyla adalah seorang ulama pengembara yang berasal dari Aceh Barat.

Abu Ibrahim Woyla di kalangan masyarakat Aceh,  juga dikenal dengan nama Abu/Teungku Beurahim Keuramat.

Ketika Abu Ibrahim Woyla meninggal, ribuan orang berkunjung untuk melayat selama 30 hari sebagai tanda bahwa ia sangat dihormati oleh masyarakat.

Abu Ibrahim Woyla dipercaya masyarakat Aceh mempunyai Karomah sebagai Wali Allah.

Diceritakan 15 hari sebelum bencana besar, gempa bumi dan gelombang tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004.Dilansir portal Majalengka dari kanal YouTube Penerus Para Nabi.

Wali Allah almarhum Abu Ibrahim, mengabarkan kepada muridnya yang bernama Mukhlis, perihal akan datangnya bencana besar itu.

Namun Abu Woyla, hanya memberitahu kepada dua muridnya saja yang selalu mengikuti.
Tetapi Abu Woyla, melarang memberitahukan kepada orang lain. hanya saja Mukhlis, diperintahkan untuk segera mengajak keluarganya untuk pergi dari bibir Pantai.

Mukhlis menceritakan kembali keseharian Abu Woyla, sebelum Tsunami meluluh lantahkan Aceh.
Anehnya, tidak seperti hari-hari biasanya
Abu Woyla sudah jarang makan dan terlihat gelisah.

Pernah suatu ketika Mukhlis dipanggil oleh Abu Woyla, untuk memberitahukan perihal bencana besar, saat itu Mukhlis masih menuntut ilmu di Dayah Pelulanteu Aceh Barat.

"Besar sekali kerja ke depan dan siapa saja yang membuka rahasia Allah maka dia kafir begitu", kata Mukhlis menirukan ucapan Abu Ibrahim.

Mukhlis juga mendengar hal yang sama dari Abu Usman, yang masih ada hubungan dekat dengan Abu Ibrahim Woylah.

Bahkan kepada orang tuanya sendiri, Mukhlis tidak memberitahukan apa yang sudah beliau ketahui.

"Di bandara Blang bintang, pesawat akan terbang siang malam di laut Ulee Lhe. akan ada kapal laut sebesar lapangan bola di dalamnya orang putih-putih", ucap Mukhlis lagi mengutip perkataan Abu Usman.

Kata Mukhlis, sejak kata-kata tersebut diucapkan oleh Abu Ibrahim. keseharian Abu seperti berubah.
Bahkan jika sedang tidur malam hari sering Abu tiba-tiba terbangun dan langsung duduk.

Berpikir melihat ini perasaan Mukhlis pun semakin cemas, dalam hatinya ia merasa kalau peristiwa besar sudah semakin dekat.

Entah apa yang terpikirkan oleh Abu Woyla, 4 hari sebelum gempa bumi dan tsunami di Aceh, terjadi.

Abu Ibrahim mengajak Mukhlis ke Banda Aceh dengan mobil pinjaman Muklis lalu menyupiri Abu hingga ke Banda Aceh.

Di Banda Aceh mereka menginap di salah satu rumah di kawasan Blower. ada permintaan dari yang punya rumah.

"Agar Abu Ibrahim, berkenan untuk menginap hanya semalam saja di rumahnya", kata Mukhlis.

Mukhlis menambahkan, "saat di sana sewaktu makan pun aku tidak makan lagi, aku mengepal nasinya menjadi 3 bagian.

Setelah aku makan sedikit, satu bagian dari kepala nasinya. kemudian seluruhnya aku berikan kepadanya untuk dimakan".

Pada esoknya Kamis pagi 23 Desember 2006 Abu berkata kepada Mukhlis jika beliau ingin jalan-jalan keliling kota Banda Aceh. tanpa membantah dengan mobil pinjamannya Mukhlis pun membawa abu jalan-jalan.

Setelah sarapan ala kadarnya di warung samping Simbun Simbreh, lalu Abu meminta Muklis untuk membawanya Ke kawasan peulanggaran. tiba di depan masjid Tengku di Anjong, Abu minta mobil dihentikan di luar pagar Masjid.

Abu menatap ke arah makam tengku di Anjong, seolah-olah Abu berbicara, "sekali Abu terbunuh sendiri" jelas Mukhlis di Dayah pulo Le yang saat itu sedang dalam pembangunan.

Mukhlis mengetahui persis garis keturunan Abu Ibrahim woyla. awalnya garis ke atas keturunan Abu Ibrahim Woyla yang berasal dari negeri Belanda.

Berjumlah 7 orang, datang ke tanah Aceh. persisnya berlabuh di Aceh Barat, kemudian ketujuhnya berpisah, ke beberapa daerah di Aceh dan di luar Aceh, untuk menyebarkan agama Islam.

Itulah kisah karomah Abu Woyla Wali Allah dari Aceh yang disaksikan oleh muridnya sebelum terjadinya bencana Gempa dan gelombang Tsunami Aceh, Ahad 26 Desember 2004.(*)

dari berbabagai sumber



Share:

Terima Kasih Hari ini Anda Pembaca ke:

REPORTER TV