Sabtu, 11 Mei 2019

“Bang, Bagaimana Kabar Akmal Hanif?” (Catatan Pemilu 2019 – Part 2)


“Bang, bagaimana kabar Abi Akmal Hanif?”

Pertanyaan ini paling sering diajukan banyak sahabat kepada saya, baik langsung maupun melalui pesan WhatsAp dan komentar di Facebook. 

Pada masa kampanye pertanyaan masih seputar peluang meraih suara. Pasca hari pencoblosan 17 April, pertanyaan berubah ke berapa jumlah suara. Dan hari ini, 11 Mei 2019 bertepatan 6 Ramadhan 1404 H, 25 hari masa proses perhitungan suara, semakin ramai yang menanyakan peluang Akmal Hanif untuk lolos sebagai Wakil Rakyat ke Senayan. 

Sejak 9 April 2019, saya berada di Dapil 2 Aceh membantu kawan-kawan Tim Pemenangan dan tentunya menemani Akmal Hanif mengunjungi timses dan relawan di 8 daerah pemilihan. Dari Aceh Utara, Aceh Timur, Lhokseumawe, Langsa, Aceh Tamiang, hingga Bireun, Bener Meriah dan Aceh Tengah. Saya mengaku terharu dengan begitu besarnya dukungan kepada Akmal Hanif yang pada pemilu legislatf 2019 ini, maju sebagai Caleg DPR RI melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Hingga malam sebelum hari pemilihan, kepada beberapa sahabat saya menyatakan optimis, Akmal Hanif akan terpilih sebagai Anggota DPR RI dapil Aceh 2. 

Segala kerja keras timses dan relawan tidak sia-sia. Hingga saya membuat tulisan ini, dari semua laporan tim di berbagai wilayah, baik hasil pleno kabupaten dan data lain, Akmal Hanif meraih suara badan mencapai 30.231 suara. Alhamdulillah.

Sebuah anugerah dari Allah. Menurut saya jumlah ini merupakan raihan yang fantastis dan capaian yang luar biasa, untuk sosok seperti Akmal Hanif, yang baru mengawali terjun ke dunia politik dan pertama kali ikut serta menjadi kontestan pemilu sebagai caleg. Mengingat ia bahkan belum pernah mencalonkan diri untuk memimpin kelompok masyarakat tingkat terkecil seperti menjadi Keuchik atau Lurah.

Kita sangat menyadari hasil tersebut bukan karena istimewanya sosok Akmal Hanif, melainkan karena dukungan dan harapan masyarakat, yang menginginkan wakil rakyat yang sudah terbukti berbuat, bukan sekedar mengumbar janji dalam pesta demokrasi.  

Apakah dengan raihan Suara itu, bisa mengantar Akmal Hanif ke senayan sebagai Anggota DPR RI? 

Bagi yang bertanya demikian, saya selalu memberikan jawaban “Pesta belum berakhir, Perjuangan Belum Selesai.” 

Proses perhitungan suara masih berlangsung dan kita masih menunggu pengumuman resmi. Namun yang harus diingat dan menjadi catatan penting, bahwa suara yang diperoleh Akmal Hanif adalah murni dari suara pemilih, suara rakyat. Tanpa penggelembungan dan upaya pencurangan. Walau ada beberapa masukan dari beberapa tim untuk sejumlah cara menambah suara, namun saya secara pribadi menolak dan Akmal Hanif juga tidak menyetujui. Bukannya sok jujur, namun kami hanya berupaya menjalani kompetisi dengan sportif, fair dan tentunya harus barakah. 

Catatan penting lain, menurut saya dan berdasarkan pendapat banyak sahabat, tidak dipungkiri kehadiran Akmal Hanif dalam bursa caleg Pemilu kali ini, sangat memberi kontribusi besar bagi perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan di Aceh, ditengah isu politik nasional yang sama kita ketahui. Betapa para tim  Akmal Hanif telah berjuang luar biasa khususnya di Media Sosial, menanggapi berbagai kritikan dan kekecewaan masyarakat karena Akmal Hanif memilih maju melalui partai tersebut.

(saya tidak akan membahas lebih jauh, karena kita telah bersama menjalani, menikmati dan menjadi pelaku maupun saksi dari proses panjang ini) 

Namun demikian, setiap proses perjuangan nantinya tentu akan berakhir pada hasil. Dan apapun hasilnya kita semua yakin adalah takdir terbaik yang sudah ditetapkan Allah. 

Jika Akmal Hanif menang, maka tugas berat menanti, menunaikan amanah rakyat, merealisasikan berbagai janji dan program dalam masa kampanye. Akan tetapi jika perjuangan kali ini belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan para pemilih, tidak berarti semua program tersebut hanya tinggal kenangan. 

Sejak awal maju, kita telah menyatakan keinginan untuk melanjutkan semua program yang sudah dilaksanakan sejak 5 tahun terakhir. Artinya, jika hasil pemilu 2019 ini Akmal Hanif belum terpilih sebagai wakil rakyat Aceh di DPR RI, maka program seperti mencetak kader Hafidz Al Quran, menciptakan lapangan kerja dan berbagai program lainnya akan tetap berlanjut. Walaupun mungkin akan dilaksanakan dengan proses perlahan dan mandiri. 

Selama ini upaya mencetak hafidz Al Quran sudah dilaksanakan melalui pengkaderan di Dayah Raudhatul Quran Aceh Utara  yang menampung puluhan anak yatim secara gratis. Membuka lapangan kerja juga dilakukan dengan membuka cabang perusahaan yang memperkerjakan ratusan orang di seluruh Aceh. 

Kita tetap bergerak membantu masyarakat miskin melalui Komunitas Solidaritas Dhuafa Aceh (KSDA), membina pengusaha muda melalui Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Aceh, melawan kemungkaran melalui Gerakan Anti LGBT Aceh (GALA) serta membina kader generasi Dakwah, Bisnis dan Sosial melalui Universitas Milenial Hijrah (UMH) yang semuanya di didirikan Akmal Hanif. 

Semua hal ini saya sampaikan atas nama Ketua Tim Pemenangan Pusat, yang ditunjuk sejak Abi Akmal Hanif mencalonkan diri sebagai Bakal Calon Legislatif (BACALEG) pada awal 2018. Karena saya sadar diri awam di bidang politik, saya tidak pernah menyatakan diri dalam jabatan tersebut. Dalam prosesnya, kami menunjuk beberapa koordinator tim pemenangan pusat sambil mengevaluasi kinerja. Jadi, jika beberapa waktu lalu ada yang mengaku-ngaku sebagai Ketua Tim Pemenangan Akmal Hanif dan menyebar berita bohong, sudah bisa dicerdasi sendiri ya. 

Maka sebelum mengakhiri tulisan ini, saya menyatakan, jika Akmal Hanif menang dan terpilih pada Pemilu ini, itu adalah hasil perjuangan seluruh tim dan relawan serta dukungan masyarakat pemilih di dapil Aceh 2. 

Akan tetapi jika Abi Elhanief belum terpilih sebagai wakil rakyat  kali ini, itu sepenuhnya karena kegagalan, kelemahan dan kekurangan pengalaman saya sebagai ketua tim pemenangan dalam sebuah pesta demokrasi. Saya hanya mohon dimaafkan walau lebaran masih lama...hehehe

Akhirnya, saya pribadi dan tentunya Abi Akmal Hanif, menghaturkan ribuan terima kasih kepada semua tim pemenangan, tim sukses, relawan di 8 kabupaten kota dapil Aceh 2. 

Terima Kasih kepada Tgk. Chuzani sebagai sekjen tim pemenangan yang tidak sempat bekerja untuk dirinya sendiri sebagai caleg DPRK Aceh Utara, juga kepada Manajemen tim pemenangan pusat di Jambo Elhanief, Lhoksukon. 

Terima kasih kepada ketua dan tim pemenangan Kanda Muslim, Tgk Samsul Kamar, Tgk. Marhaban Treni dkk (Aceh Utara), Saiful Popon, Zulfikar, Yanda, Arif dkk (Aceh Timur), Tgk Ihsan, Bagas dkk (Langsa), Ust. Adon Amarullah dkk (Aceh Tamiang), Bang Ismuadi, Bang Nazrie, Elga dkk (Bireun),  Akhon Ibnu Mubarak (Samalanga), Dani, Karim dkk, RAPI (Lhokseumawe) dan banyak lagi yang saya tidak bisa sebutkan satu-persatu.

Terima Kasih kepada seluruh karyawan Elhanief Group yang sudah menjadi relawan.
Terima Kasih kepada para Guru kami Ulama Dayah, Alumni dan Santri.
Terima Kasih kepada keluarga yang sudah mendukung dan mendoakan.
Terima Kasih untuk seluruh sahabat di media sosial, rekan-rekan media cetak dan media online elektronik.

Terima Kasih seluruh masyarakat Dapil Aceh 2 dan seluruh Aceh.

Wassalam 

“Dalam Perjuangan untuk Umat, tidak mengenal kata Menyerah, Kalah dan Berhenti sebelum Ajal Menjemput”


Share:

Jumat, 01 Februari 2019

Dikenal Sibuk Nyaleg, Ternyata Akmal Hanif Sudah Menikah. Tidak Ramai Yang Tahu



Padatnya aktifitas membuat pria satu ini sangat sulit dijumpai. Kegiatan yang dilakukan sejak 5 tahun terakhir membuat dirinya harus pindah dari satu kota ke kota lain dalam provinsi Aceh. Sesekali ia harus melakukan perjalanan bisnis ke kota di Indonesia, seperti Medan, Batam, Jakarta, Bandung dan beberapa kota lain. Ditambah lagi saat membimbing jamaah Umrah Elhanief Travel yang di pimpinnya, ia harus bolak balik ke Arab Saudi setiap bulan.

Bahkan di tahun 2017, ia sempat melakukan perjalanan keliling Asia, dari Malaysia, Thailand, Singapura hingga Philipina. Berlanjut perjanan keliling Eropa seperti  Spanyol, Swedia, Inggris, Prancis dan ntah negara mana lagi. Hingga sekitar akhir 2017 sempat melakukan kunjungan bisnis ke Australia. 


Itulah Akmal Hanif.
Sahabat sekaligus adik leting saya di Pesantren Madrasah Ulumul Quran, Bustanul Ulum Langsa, Aceh. Kesibukan sehari-harinya juga dapat dikatakan padat parah. Dari mengurus perusahaannya Elhanief Group yang sudah memasuki usia 10 tahun, mengurus Pesantren Tahfidz Anak Yatim Raudhatul Quran yang didirikannya 2 tahun lalu, melaksanakan aktifitas sosial bersama relawan Komunitas Solidaritas Dhuafa Aceh (KSDA), Lembaga Anti Narkoba (LAN) hingga aktifitas bersama Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Aceh. Belum lagi dengan jadwal mengajinya di beberapa Dayah atau pesantren di Aceh.

Oke.Oke..Baiklah...Saya gak paparkan lagi berbagai aktifitas pria kelahiran Aceh Utara 22 Oktober 1982 ini. Karena saya tahu yang mampir kemari membaca tulisan ini, karena penasaran dengan judul tulisan ini bukan?

Ya, banyak yang sudah tahu kalau status Akmal Hanif adalah cowok single, kalau saya yang paling sering membully dia sebagai Jomblo...hehehe...

Dengan padatnya aktifitas, apa masih sempat anak kedua dari 5 bersaudara ini mencari pendamping hidup? 

Apalagi dalam setahun terakhir kesibukannya bertambah sejak maju sebagai caleg DPR RI daerah pemilihan 2 Aceh. Apa sempat Akmal Hanif mencari calon istri?

Itulah pertanyaan yang sering ditanyakan kepada saya sebagai sahabat dan staf di perusahaannya.

Sebenarnya saya gak punya wewenang menanggapi pertanyaan pribadi seperti ini. Karena kapasitas saya adalah sebagai Staf yang berusaha bekerja profesional dan tidak membahas ranah pribadi pimpinan. 

Namun kali ini saya akan tanggapi, karena belakangan beredar kabar simpang siur menanyakan, "Benarkan Akmal Hanif diam-diam sudah menikah?"

Memang banyak sahabat yang tidak mengetahui, bahwa sebenarnya, ditengah kesibukan yang dijalani saat ini, Akmal Hanif memang sudah Menikah. 



Sudah terjawab ya. Gak penasaran lagi kan?

Mungkin bakal muncul lagi pertanyaan baru,

"Kapan, Dimana, Dengan Siapa, Kenapa diam-diam?"

Sabar..sabar,,tenang....(saya minum dulu..)

Akmal Hanif memang sudah menikah, yaitu sekitar tahun 2010 kalau tidak salah ingat saya. Ia menikah dengan seorang perempuan cantik, dara Aceh asli berprofesi sebagai dokter. Namun namanya romantika kehidupan berkeluarga, kehendak Allah, rumah tangga mereka berakhir secara baik-baik sekitar tahun 2013.

Alhamdulillah dari perkawinan itu, Allah karuniakan seorang Bidadari Kecil bernama Ziraya Mumtaza binti Akmal Hanif, yang sekarang berusia 7 tahun. 



Walau sudah berpisah, Akmal masih menjalin silaturahim dan komunikasi yang baik dengan sang mantan istri, serta bersama menjaga si buah hati, yang sekarang tinggal bersama di Batam. Mungkin teman-teman yang Stalker Akmal Hanif, sering membaca statusnya melakukan perjalanan ke Batam mengunjungi sang Putri tercinta.

Saya juga pernah bertemu dan dikenalkan pada mamanya Zira, saat pulang ke Aceh. Orangnya sangat ramah, itu kesan yang saya tangkap. (mangga jatuh kali ditangkap...)

Saat makan bersama mereka, saya juga pernah mendengar pembicaraan santai antara Akmal dengan mantan istrinya.

Saat Mama Zira ngomong .."Papa, cariin lah jodoh buat mama..."
Akmal pun menjawab "Iya..nanti dicariiin..tapi Mama cari juga lah jodoh buat Papa.."
Berujung dengan tawa kami semua.....

Dari situ saya menilai, bahwa hubungan mereka sebagai mantan pasangan suami istri, masih sangat baik sebagai teman, bahkan sebagai saudara. Sehingga Zira tidak kehilangan kasih sayang sosok Ayah dan Ibu.

Jadi..gitu...
Akmal Hanif memang sudah menikah, sudah pernah menikah maksudnya. Dan status sekarang adalah "Duren" ...hehehehe....

Masih ada yang nanya, "Kapan Akmal Hanif akan menikah lagi?"
Banyak betol nanyak klen..

Nanti lah..kalo nikah semua dikasitau..dan di undang...
Sekarang..sebelom kita antar Akmal Hanif ke KUA dan Pelaminan..kita antar dulu dia ke Senayan...
Kiban..Setuju...? Insya Allah..Amiiin...

Udah ah...ngantuk...udah hampir subuh...saya tidor dulu sekejab..

Umi Aisyah udah kedip-kedip mata ngasi kode. Kode kalo asik main laptop dan gak segera tidur..bakal disuruh tidur di ruang tamu atau di teras rumah sekalian....

"Tidaaaak.!!!.....i'm coming umiiiii....."

Share:

Jumat, 28 Desember 2018

Bencana Semakin Rentan Terjadi. Baca ini !! Kenali Bencana Untuk Mengantisipasi


Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki budaya dan pengetahuan lokal yang kaya dan beragam. Pengetahuan lokal tersebut lahir sebagai wujud dari adaptasi masyarakat dengan perubahan lingkungannya. Salah satunya adalah cerita tentang pengetahuan lokal masyarakat Kepulauan Simeulue, yang disebut Smong. Pulau Simeulue yang terletak di pantai Barat Provinsi Aceh ini menyimpan pengetahuan lokal yang berkaitan dengan tsunami.
Pengetahuan lokal masyarakat Simeulue tentang Smong mengalami pasang surut. Pengetahuan ini redup sebelum 1907 dan menguat kembali setelah era itu hingga berhasil menyelamatkan masyarakat dari badai tsunami terdahsyat pada 2004.

Pengetahuan masyarakat Simeulue tersebut telah menyelamatkan mereka dari amukan tsunami pada 2004. Di pulau ini, hanya tiga orang dari sekitar 70 ribu penduduknya saat itu dilaporkan meninggal akibat terjangan gelombang dahsyat tersebut. Pengetahuan itu yang menggerakkan dan menyelamatkan mereka. Total korban tewas akibat gelombang tsunami setinggi 30 meter itu mencapai 230.000–280.000 jiwa di 14 negara, Indonesia termasuk negara yang paling parah terkena dampaknya.

Adapun nenek moyang orang Palu menyebut gempa bumi sebagai Linu, tsunami dinamakan Bombatalu. Sedangkan likuifaksi mereka sebut sebagai Nalodo yang berarti amblas ditelan bumi.

Masyarakat di daratan Singkil, menyebut tsunami dengan sebutan Gloro, sedangkan masyarakat yang tinggal di Banda Aceh dan Aceh Besar menyebut tsunami sebagai Ie-Beuna.

Smong yang Menggerakkan


Kisah Smong diperkirakan telah lama dikenal oleh masyarakat Simeulue, bahkan jauh sebelum terjadinya tsunami 1907. Gempa bumi pada 1907 dengan Magnitudo 7,6 diikuti tsunami merupakan sejarah kelam kebencanaan dalam kehidupan masyarakat Simeulue.

Banyak yang menceritakan bahwa lebih dari setengah penduduk Simeulue tewas akibat peristiwa tersebut (tidak ada catatan pasti berapa jumlah penduduk Simeulue saat itu). Peristiwa kelam itu akhirnya dituangkan ke dalam kisah Smong yang dituturkan secara lisan. Tetua masyarakat Simeulue meyakini bahwa peristiwa tersebut dapat berulang di kemudian hari.

Meski Smong telah dikenal jauh sebelum peristiwa tsunami 1907, Smong tersebut tidak mampu menyelamatkan mereka dari amukan gelombang dahsyat yang terjadi lebih dari seabad lalu. Perkembangan Smong mulai tertanam dan terkuatkan setelah kejadian tersebut.

Kata Smong berasal dari bahasa Devayan, artinya hempasan gelombang. Penutur bahasa Devayan pada umumnya adalah masyarakat yang tinggal di bagian selatan Pulau Simeulue. Sementara itu terdapat bahasa daerah lain yaitu bahasa Sigulai yang dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di bagian utara pulau tersebut.

Sedangkan masyarakat yang tinggal di Desa Langi dan Lafakha, yang terletak di barat daya Pulau Simeulue, menggunakan bahasa Lekon. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara ke tiga penutur bahasa daerah tersebut dalam penyebutan Smong. 

Kisah dalam Nafi-nafi

Kisah Smong tersimpan dalam salah satu budaya lokal masyarakat Simeulue yang disebut Nafi-nafi. Nafi-nafi adalah salah satu budaya tutur masyarakat Simeulue berupa cerita (story telling) yang berkisah tentang kejadian pada masa lalu.

Cerita ini mengandung pembelajaran untuk disampaikan kepada masyarakat terutama anak-anak pada waktu-waktu tertentu seperti setelah memanen cengkeh, saat anak-anak berkumpul selepas salat Magrib dan membaca Al-Quran. Kisah yang terdapat di dalam Nafi-nafi sangat bervariasi, dan salah satunya adalah kisah tentang Smong.

Smong di dalam Nafi-nafi berkisah tentang kejadian tsunami pada 1907. Kisah ini menceritakan runut kejadian tsunami yaitu gempa bumi besar, air laut surut, dan air laut naik ke darat. 

Salah satu contoh kisah Smong dalam Nafi-nafi sebagai berikut:


“Ini adalah kisah penuh hikmah, pada zaman dahulu kala, tahun tujuh. Para kakek kalian yang mengalaminya. Mereka menceritakan kisah ini, agar menjadi pengalaman hidup. Waktu itu hari Jum'at, masih termasuk pagi hari. Tiba tiba terjadi gempa bumi. Sangking kuatnya, orang-orang tidak dapat berdiri dan setelahnya air laut surut, ikan-ikan menggelepar di pantai sehingga menarik sebagian orang dan mengambilnya.

Tidak lama kemudian tampak gelombang besar dari tengah lautan, menuju ke daratan. Orang tua berteriak ‘Smong! Smong! Smong!’ Namun, banyak orang tidak sempat menyelamatkan diri ke atas gunung. Setelah Smong reda, orang-orang mencoba kembali ke desa dan menemukan banyak penduduk yang meninggal. Banyak korban tersangkut di atas pohon dan bahkan dijumpai pula korban yang terdampar di kaki bukit atau gunung”.

Kisah Smong juga menceritakan tindakan yang perlu dilakukan yaitu segera menjauhi pantai atau menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi seperti bukit. Di samping itu perlu membekali diri dengan membawa beberapa barang seperti beras, gula, garam, korek api, baju dll. Bekal tersebut diperlukan selama di tempat pengungsian sementara.

Kisah Smong dalam Nafi-nafi tersebut mengandung pula anjuran untuk mendiseminasikannya kepada generasi selanjutnya.

Penguatan pengetahuan lokal

Pascatsunami 2004, penguatan Smong dilakukan melalui saluran tradisional masyarakat Simeulue lainnya yaitu Nandong dan berbagai upaya lainnya. Nandong adalah seni tradisional masyarakat Kepulauan Simeulue berupa nyanyian. Namun kebanyakan upaya tersebut belum tersistematis dan berkelanjutan.

Penguatan ini lebih didominasi oleh inisiasi dari pihak luar seperti LSM dan lembaga donor dibandingkan dengan kebijakan yang berkelanjutan dari pemerintah daerah.

Pada umumnya inisiasi tersebut terlihat massif pada masa pemulihan dan semakin menurun intensitas dan keberlanjutannya seiring berjalannya waktu. Padahal, gempa bumi dan tsunami bisa terjadi kapan pun. Artinya, perlu dipastikan bahwa penguatan harus berkelanjutan sepanjang waktu karena generasi terus berganti. Generasi tua meninggal digantikan oleh generasi yang baru lahir, yang belum pernah menyaksikan peristiwa tsunami secara langsung.

Memperkuat kapasitas pengelolaan kebencanaan yang lebih komprehensif tetap harus dilakukan tanpa melupakan pengetahuan lokal yang telah ada di masyarakat itu sendiri. Diperlukan upaya pencatatan pengetahuan lokal ini dengan mendokumentasikannya sehingga dapat lebih mudah diakses, berkelanjutan, dan bahkan perlu pula diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan.

sumber : theconversation
Share:

Rabu, 26 Desember 2018

Adik Abang ini Selamat Musibah Gempa dan Smong Aceh, Karena Shalat Dhuha

 
Nur Saadi dan Sang Abang, Lutfi Ibrahim
SETIAP orang Aceh pasti memiliki kisah tersendiri saat terjadinya musibah Gempa dan Smong (Tsunami dalam bahasa Jepang) 26 Desember 2004. Baik mereka yang berada di Aceh maupun sedang di luar Aceh. Apalagi mereka yang merasakan langsung dahsyatnya goncangan gempa dan digulung gelobang Smong. Termasuk penulis sendiri.

Namun kali ini saya akan menceritakan kembali kisah seorang sahabat,  Nur Saadi, yang menurut saya sangat penuh hikmah. Mohon izin kepada ustadz Nur Saadi untuk menulis kembali kisah antum di Blog saya ini.

Bismillah

SABTU, 25 Desember 2004, Pukul 23.00, saat itu saya sedang di Asrama Keraton, Banda Aceh.

Setelah sepanjang hari beraktivitas saat berencana pulang hendak istirahat, saya berjumpa abang saya Lutfi Ibrahim. Terjadi obrolan singkat antara kami.

Beliau berkata, “nginap tempat abang aja di ketapang.”

Saya jawab “Besok Saadi harus cepat ke Darusalam bang.”  Saat itu sejak tanggal 25 – 26 Des 2004 sedang berlangsung MUBES LDK IAIN Araniry (sekarang bernama UIN Ar Raniry)

“Besok pagi sekalian keluar sama abang. abang piket pagi, minggu besok.” katanya lagi sedikit memaksa.

Abang kandung saya, Lutfi Ibrahim adalah seorang sipir penjara, yang bertugas di penjara keudah di samping terminal “labi-labi” (angkot) Keudah.  Ahad, 26 Desember 2004 beliau masuk piket jam 8 pagi.

“Oh .. oke bang .. PAS lah. Sekalian berarti Saadi naik labi labi di terminal keudah aja, ke Darusalam.” ujar saya akhirnya. Biasanya saya menuju kampus berjalan kaki dari asrama keraton sampai pertokoan Sinbun Sibreh.

Akhirnya saya pulang dan nginap di rumah abang saya di perumnas Lambheu, Keutapang, Aceh Besar.

Ahad, 26 Desember 2018, pagi itu setelah shalat shubuh di masjid Babul Iman, karena masih ngantuk saya kembali.

Pukul 07. 30 bang Luthfi membangunkan saya dengan sedikit emosi karena saya belum bangun tidur. Sementara beliau harus segera berangkat dinas.

“Abang udah selesai ngopi, kau belum bangun, abang tinggal nanti. Udah tau abang piket!” katanya dengan suara agak tinggi.

Sontak saya langsung bangun dan bergegas masuk ke kamar mandi. Abang saya pun keluar lagi entah kemana. Setelah mandi dan berkemas, ambil menunggu abang

Pukul 08.20, karena abang saya belum pulang, maka sambil menunggu beliau, saya berwudhu dan melaksanakan Shalat Sunnat Dhuha. 2 rakaat pertama sambung Dzikir, semua baik2 saja. Saat masuk 2 rakaat berikutnya, terdengar suara abang saya sangat besar teriak.

“Mana si Saadi masih di kamar mandi dia?  belum siap juga?!!” tanya beliau kesal.

Kakak ipar saya menjawab “Lagi shalat dia bang. Tadi udah tunggu abang, shalat dhuha dulu dia.”

“Ya udahlah kalau sedang shalat, telat abang gara-gara dia.” Bang Lutfhi masih ngomel (hehe.. maafkan dinda abangku)

Saat salam rakaat keempat selesai, saya langsung berdiri nambah 2 rakaat lagi. Karena saya shalat di ruang belakang, abang saya tunggu di teras depan, saya pikir “2 rakaat lagi lah, Biar tuntas 6 rakaat saja.”

Allahu Akbar, Rakaat 6 Dhuha Gempa Pertama Terjadi.

Saya tidak tau itu jam berapa, dalam gempa, saya terus selesaikan shalat dhuha saya. Sangat terasa keras betul goncangan gempa itu. Terdengar abang saya berteriak,

“Keluar semua, keluar..!” memanggil istri dan anak-anaknya.

“Saadi mana?!” tanya Bang Lutfi.

“Masih shalat dia..”  kata istrinya.

Sementara saya berusaha tetap selesaikan hingga salam, 6 rakaat dhuha saya hari itu. Lalu saat hendak keluar gempa kedua pun terjadi. Saya yang masih di dalam rumah, sambil coba menahan barang-barang, kulkas, TV, lemari yang mau jatuh ke lantai akibat kencangnya gempa.

Terdengar suara orang diluar berteriak silih berganti, suara Takbir dan Tahlil terdengar keras dari mulut warga sambil duduk di jalan depan rumah masing-masing.

Setelah sekitar 3 – 4 kali gempa, sepertinya sudah hampir jam 10.

“Kau di rumah aja jangan kemana, abang mau ke kantor dulu. Gak tau ni entah kek mana kantor, semoga gak apa, kita telpon kantor gak ada yang nyambung.” kata abang saya.

Lutfi Ibrahim, Telat Bertugas Sebagai Sipir LP Keudah di Ahad Pagi 26 Desember 2004, karena menunggu Saadi selesai Shalat Dhuha.
Saat itu  warga Lambheu belum mendapat informasi, bahwa setelah gempa besar di susul naiknya air laut sampai ke kota. Abang saya langsung gerak ke penjara keudah dan tidak lama kembali pulang.  Ia bercerita Kalau akses jalan menuju kota di tutup Brimob dan TNI.  Dalam perjalanan abang saya binggung melihat orang-orang panik,  lari ke arah perbukitan Mata Ie. Beberapa masyarakat terlihat mengalami luka-luka.

“Air laut naik…air laut naik..!” teriakan itu sempat didengar abang dalam perjalanan pulang

Malamnya kami berjumpa warga asrama keraton yang mengungsi di masjid Babul Iman. Mendengar cerita apa yang mereka alami hari itu, kami antara percaya tidak percaya karena belum melihat.  Aliran Listrik sempat padam dan jaringan HP putus. Saat aliran listrik normal, baru saya tahu melihat tayangan televisi.  Saya terduduk lemas sambil mulut tak henti ber-istighfar. Astagfirullahal Adzim.

Jaringan komunikasi masih terputus. Keluarga saya di Sigli tidak mendapatkan kabar dari saya. Bermacam pikiran dipikirkan oleh orang tua, keluarga dan saudara di kampung tentang saya. Hingga akhirnya tanggal 1 januari 2005 baru saya dapat saya memberi kabar, bahwa alhamdulillah saya dan keluarga di Banda Aceh semua selamat dan dalam keadaan sehat wal afiat.

Seorang warga Aceh menatap sisa bangunan rumah setelah di hantam Gempa dan Smong Aceh, 26 Desember 2004. (photo. Tribunnews)


Bang Irwandi dan Kak Cut Nur Asikin Alami Gempa dan Tsunami Dalam Penjara

30 Desember 2004, dalam gelap gulita, rasa panik dan takut masih terasa akibat masih terjadi gempa serta isu  adanya gelombang air lalu susulan. Malam itu, sekitar jam 21.30  rumah abang saya kedatangan empat orang tamu berpostur tinggi besar. Mereka memberi salam dan bertanya. (percakapan dalam bahasa Aceh)
“Assalamualaikum, benar ini rumah  Komandan Lupi?”

Tidak lama abang saya keluar menemui tamu itu dan sangat terkejut. Ternyata mereka adalah warga binaan penjara LP Keudah.

“Silahkan duduk. Ya bagaimana? Ada apa?” tanya abang saya masih terkejut dan penasaran.

“Pak Lupi, kami hendak mohon izin. Penjara hancur, banyak korban meninggal. Alhamdulillah kami termasuk yang selamat.” kata mereka.

“Bang Wandi bagaimana kabarnya?” tanya abang saya kemudian, menanyakan kabar Pak Irwandi Yusuf. (Gubernur Aceh sekarang. red)

“Bang Wandi selamat juga, tapi beliau mengalami luka-luka. Namun Kak Nur Asikin sepertinya tidak selamat. Kami semua mengira sudah kiamat pak.’‘ ujar mereka lagi.

“Maksud kami menghadap komandan, kami mohon diizinkan pulang kampung untuk melihat kondisi dan bertemu keluarga. Agar mereka tidak khawatir tentang kabar kami. Kami tidak ingin dianggap melarikan diri pak. Apalagi penjara sudah hancur total,” kata salah seorang diantara mereka.
.........

Ternyata saat peristiwa gempa tsunami, Bapak Irwandi Yusuf sedang menjalani masa tahanan di LP Keudah, sedangkan Kak Cut Nur Asikin sepertinya di LP Lhoknga. Banyak saudara kita para narapidana yang syahid menjadi korban Smong, diantaranya adalah (alm.) Kak Cut Nur Asikin. Allhummaghfirlahum

Almarhumah Kak Cur Nur Asikin dan Bapak Irwandi Yusuf saat menjalani masa tahanan. (photo. Doc. Net)
 Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun. Semoga seluruh Syuhada Tsunami/ Smong Aceh mendapatkan ampunan dan Kasih Sayang Allah dan menjadi ahlal jannah.  Amiin ya Rabbal Aalamiin

Semoga kisah nyata ini menjadi Ibroh untuk kita semua. Laa Khaula wa La Khuwata Illa biLLah.
Salam hormat saya.

Penulis, Nur Saadi, adalah warga Asrama Keraton, Tokoh Muda Kota Banda Aceh dan Politikus PKS. Pemilu 2019 beliau maju sebagai Caleg DPRK Banda Aceh, Dapil 1 Baiturrahman - Lueng Bata.
Share:

Terima Kasih Hari ini Anda Pembaca ke:

REPORTER TV