Kamis, 06 Juli 2023

Rokok Ilegal Senilai Rp 1,2 Miliar Dimusnahkan Diedarkan ke Pedagang Kecil Lhokseumawe

 


THE REPORTER - Kantor Bea Cukai Lhokseumawe, Provinsi Aceh, memusnahkan rokok ilegal yang nilainya ditaksir mencapai Rp 1,2 miliar.


Rokok itu berasal dari luar negeri dan hasil penindakan sejak tahun 2021 hingga 2022. Terlihat jutaan batang rokok dibakar dan sebagian dipotong dengan mesin pemotong di halaman kantor Bea dan Cukai Lhokseumawe, Kamis (6/7/2023).


Kepala Bea Cukai Lhoksuemawe, Agus Siswadi dalam konferensi persnya menyebutkan, modus yang digunakan pelaku yaitu rokok tanpa pita cukai dan sebagian menggunakan pita cukai bekas atau pita cukai palsu.
 
Bea dan Cukai Lhokseumawe menyatakan, pemusnahan itu dari 744 kali penindakan. Rokok itu dijual oleh sejumlah pedagang kecil di Lhokseumawe. Mereka berjualan dalam jumlah kecil untuk masyarakat. Rokok ini mayoritas masuk lewat jalur laut atau peraian. Seterusnya diedarkan ke kios atau pedagang kecil.


Dia menyebutkan peredaran rokok ilegal tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang cukai yaitu UU No. 39 tahun 2007 tentang cukai.


Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sambung Asgus berkomitmen memperketat pengawasan rokok di Aceh.


“Ini juga untuk menciptakan iklim usaha yang berkeadilan dan persaingan usaha yang sehat dalam industri hasil tembakau yang secara langsung berkaitan dengan upaya pengamanan penerimaan negara dibidang cukai,” katanya.


Di sisi lain, pemusnahan rokok ilegal itu sudah mendapat persetujuan peruntungan untuk dimusnahkan dari Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Lhoksuemawe.


“Tim Bea dan Cukai Lhokseumawe terus memonitoring dan melakukan penindakan atas peredaran rokok ilegal di Aceh," pungkasnya.(KOMPAS)



Share:

Rabu, 05 Juli 2023

Polisi Tangkap Warga Aceh Besar Pelaku Eksploitasi 4 Anak Bawah Umur

 


THE REPORTER - Polisi menangkap warga Ujung Batee, Aceh Besar berinisial S (27 Tahun) karena terjerat kasus tindak pidana eksploitasi anak bawah umur di Kota Banda Aceh.


Kepala Satuan Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadillah Aditya Pratama, pada konferensi pers di Mapolresta Banda Aceh, Rabu, 5 Juli 2023. mengatakan, dalam kasus tersebut ada empat anak yang menjadi korban eksploitasi. Yakni berusia, delapan tahun, satu orang, 10 tahun dua orang dan selebihnya berusia 13 tahun.


“Pelaku merupakan tetangga korban, dan berhasil ditangkap pada 26 Juni 2023,” jelas Fadillah.
Modus operandi yang dilakukan pelaku, sambung Fadillah, emanfaatkan tenaga anak bawah umur secara ekonomi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.


“Modusnya melihat anak bawah umur dari keluarga tidak mampu, ataupun tak berpenghasilan, sehingga kesempatan tersebut dimanfaatkan,” tutur Fadillah.


Dijelaskan Fadillah, tersangka membeli jambu di pasar Lambaro, kemudian membungkus buah tersebut, kemudian meminta korban untuk berjualan ke tempat-tempat keramaian di Banda Aceh.
“Korban bekerja hingga pukul 23.00 WIB,” ungkapnya.


Dalam satu pack yang dijual, korban mendapat uang Rp2 ribu. Sehingga jangka waktu sehari korban bisa mendapat uang Rp 60 ribu. Sementara pelaku mendapat keuntungan Rp950 ribu.


“Eksploitasi anak ini sudah berlangsung sejak Februari hingga kemarin, 4 Juli 2023,” tutur Fadillah.
Fadillah menyebutkan, barang bukti yang diamankan yaitu empat keranjang yang isinya 30 pack buah, becak, kantong plastik dan pisau.


Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sebut Fadillah, pelaku dijerat Pasal 76I UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.


“Hukumannya yaitu dipenjara paling lama 10 tahun atau denda Rp 200 juta,” pungkas Fadillah.(AJNN)

Share:

Minggu, 02 Juli 2023

Di ACEH, Hewan Qurban Dipakaikan Kain Kafan

 


THE REPORTER - Hari Raya Idul Adha identik dengan menyembelih hewan kurban berupa sapi, domba atau kambing. Di berbagai daerah, penyembelihan hewan kurban juga dibarengi dengan tradisi masing-masing yang sarat dengan nilai.

Seperti halnya di Desa Krueng Batee, Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh, masyarakat menyelimuti dan menudungi hewan kurban dengan kain kafan saat penyembelihan.

Dan juga menyedekahkan beragam perlengkapan mandi hingga payung ke petugas masjid, yang dimasukkan dalam nampan.

“Ini memang sudah turun temurun dari zaman ke zaman yang dilakukan orang tua kita dulu, bagi mereka yang mampu saja, bukan suatu keharusan,” kata Iman Meunasah Desa Krueng Batee, Tgk Salmi di Aceh Barat Daya, Minggu.

Di daerah itu, hewan ternak sapi, domba dan kambing dipayungi dan diselimuti dengan kain kafan saat boyong ke tempat penyembelihan, yakni meunasah atau masjid kecil.

Sebelum itu, hewan kurban tersebut juga telah dimandikan pakai sabun hingga bersih, dan juga dilakukan tradisi peusijuek di rumah pemiliknya.

Kain putih yang menyelimuti hewan tersebut memiliki empat. Masing-masing segi telah diikat uang yang merupakan sedekah sang pemilik hewan untuk petugas penyembelihan.

Pemilik ternak juga menyediakan beragam perlengkapan yang diisi dalam nampan, diserahkan berbarengan dengan hewan kurban. Beberapa di antaranya seperti sikat gigi, sabun, odol, cermin, gunting, kain sarung, mukena, baju, payung dan beberapa lainnya.

Lalu, nampan tersebut disedekahkan kepada petugas penyembelihan, kemudian isinya dibagikan ke pengurus di lingkungan masjid, ketika proses penyembelihan selesai.

Menurut Tgk Salmi, tidak semua masyarakat yang berkurban harus menyelimuti hewan dengan kain kafan atau menyediakan perlengkapan lainnya dalam nampan. Hal ini hanya tradisi turun temurun, yang dilakukan sesuai dengan keikhlasan pemilik hewan, bila memiliki kemampuan.

“Ada juga yang hanya memberi kue saja, atau bahkan tidak mengisi sama sekali, juga tidak masalah. Karena (tradisi) ini bukan sesuatu yang sunnah dilakukan, apalagi wajib sudah pasti bukan, jadi tidak dianjurkan dalam agama,” ujarnya.

Menurut Tgk Salmi, kebiasaan ini tidak diperintahkan dalam hukum islam. Begitu juga dalam adat atau budaya Aceh, hanya saja suatu kebiasaan masyarakat dari zaman dulu, sehingga tetap dilestarikan hingga sekarang.

Tujuannya, menurut dia, masyarakat ingin hewan kurban yang disembelih itu bersih, sehingga memperlakukan layaknya mengurus anggota keluarga yang diniatkan dalam kurban tersebut, baik yang masih hidup ataupun telah meninggal dunia.

“Kalau berkurban tapi tidak menyediakan ini juga enggak masalah, tidak ada denda atau hukuman. Jadi kalau bilang ini adat gampong maka kalau tidak dilakukan akan kena denda gampong, tapi ini bukan adat, hanya kebiasaan saja,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Krueng Batee Tgk Muktar Ali mengatakan bahwa tradisi tersebut tidak dianjurkan atau diterangkan dalam Al Quran maupun hadis Nabi Muhammad SAW.

Tradisi ini hanya berdasarkan kebiasaan masyarakat dari zaman dulu, dan tidak menjadi masalah jika tetap dilestarikan masyarakat sebagai kearifan lokal.

“Jadi kenapa memilih kain putih itu, orang tua kita dulu mengibaratkan hewan kurban dengan orang meninggal, sehingga perlu dibalut dengan kain kafan, ditudungi pakai kafan saat penyembelihan juga sebagai pelindung saja,” ujarnya.

Menurut dia, masyarakat dari zaman dulu ingin agar hewan kurban yang disembelih tersebut dalam kondisi bersih, sehingga dirawat dengan baik. Lalu, dibekali sejumlah perlengkapan hingga akhirnya disedekahkan ke masjid.

Kendati demikian, bukan menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk harus melakukan ini, hanya saja sebagai tradisi.

“Dalam hukum Allah tidak disampaikan mandi (hewan kurban) harus dengan sabun, tapi cukup bersih saja. cuma karena masyarakat kita betul-betul sayang maka dimandikan pakai sabun, disikat juga, asalkan jangan sampai rontok bulu kambingnya,” ujarnya.(ANTARA)

Share:

Anak Petani Aceh Derita Anemia Aplastik butuh Bantuan Pemerintah dan Dermawan

 


THE REPORTER - Anak petani asal Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Pereulak, Kabupaten Aceh Timur, Ahlillah (23), membutuhkan uluran tangan dermawan karena hingga kini masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh karena penyakit anemia aplastik dideritanya.

Andrew Galota Saragih, teman sekaligus perwakilan keluarga Ahlilah, di Banda Aceh, Senin, mengatakan Ahlilah mengharapkan pertolongan para dermawan dan kebijakan pemerintah untuk mendapatkan pertolongan secepatnya agar bisa operasi sumsum tulang belakang.

"Pihak keluarga berharap bantuan para dermawan, anggota DPRA maupun DPRK Aceh Timur hingga Pemerintah Aceh, untuk dapat membantu secara kebijaksanaan agar Ahlilah bisa segera dioperasi," katanya.
 
Ahlilah merupakan mahasiswa Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh. Ahlilah menderita anemia aplastik atau penyakit jenis kelainan darah yang terjadi karena kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah.

Menurut Andrew Galota Saragih, orang Ahlilah hanya sebagai petani di Kabupaten Aceh Timur. Jika tidak segera dioperasi, maka menurut dokter kondisinya akan sangat parah.

Hingga saat ini, dana yang terkumpul belum cukup untuk biaya operasi, maka atas dasar kemanusiaan dan perhatian. Karena itu, dirinya mengajak seluruh mahasiswa, masyarakat, terutama para pengambil kebijakan di Provinsi Aceh dan dermawan lain untuk dapat memberikan donasi.

Donasi, baik dalam bentuk dana maupun kebijakan yang nantinya, semua dana yang terkumpul akan digunakan untuk biaya operasi sumsum tulang belakang dan juga biaya pengobatan Ahlillah.

"Dana yang terkumpul belum cukup untuk biaya operasi. Semua dana yang terkumpul akan digunakan untuk biaya operasi sumsum tulang belakang dan juga biaya pengobatan Ahlillah," kata Andrew.

Andrew mengatakan bagi para dermawan yang ingin berdonasi atau memberikan bantuan dapat langsung mengonfirmasi pihak keluarga atau langsung datang ke RSUZA Banda Aceh.

"Bagi dermawan yang ingin berdonasi bisa juga melalui rekening Bank Syariah Indonesia (BSI) 7166027246, atas nama Andrew Galota Saragih dan untuk nomor kontak konfirmasinya ke 082166850274,“ kata Andrew.(ANTARA)

Share:

Terima Kasih Hari ini Anda Pembaca ke:

REPORTER TV