Rabu, 31 Agustus 2016

Asal Muasal nama "Peunayong"



       Aceh China Town "fake history"

Pada abad ke 11, Aceh yang terletak di ujung Sumatera ini sudah sangat dikenal oleh dunia luar. Kesuburan tanahnya dan letaknya yang strategis dipintu selat Malaka menjadikan Aceh menjadi magnet orang-orang dari penjuru negeri untuk berdagang dan malah menetap di wilayah ini. Sehingga ragam ras dan suku bangsa pun masuk dan tinggal di Aceh, tidak terkecuali etnis China. Pada awalnya, Peunayong tidaklah dikenal seperti sekarang ini. Orang Aceh setempat menyebutnya dengan "Bineh Krueng". Sampai suatu saat datanglah seorang Ksatria dari daratan china, dari Kekaisaran Ming yg bernama Yong Pe Hung. Yong Pe Hung ini, merantau dari China ke Aceh setelah pensiun dari tentara elit kekaisaran Miñg. Dengan bermodalkan bekal gaji atau tunjangan pensiunnya ini, Yong Pe Hung memulai bisnis baru berdagang ke Aceh. Yong Pe Hung menetap di Bineh Krueng Aceh bersama komunitas Tiong Hoa lainnya yg sudah duluan ada di Aceh. Berdagang merupakan salah satu kegiatan utama mereka. Yong Pe Hung dikenal sebagai orang yang sangat ramah dan sangat mudah bergaul dengan penduduk asli Aceh saat itu.

Sampai suatu pagi, si Yong Pe Hung membuka kedainya untuk berjualan, tiba-tiba pintu kedainya macet dan tidak bisa dibuka, Yong Peng Hung bersusah payah membuka pintu kedainya yang macet tersebut.
Sampai datanglah seorang pembeli dari penduduk sekitar yang menanyakan..
        " Peu..na.. Yong ..?''


dan sejak saat itu Bineh Krueng Aceh tersebut disebut "Peunayong".

dikisahkan  dengan bercanda oleh :
Budi Azhari dalam status facebook saat sedang menikmati kopi di warkop langganan.
Share:

Selasa, 19 April 2016

Kisah Jelang Wafat Rasulullah, 99% Mukmin Akan Menangis Membacanya


Oleh
DR.Sulaiman bin Salimullah ar-Ruhaili حَفِظَهُ الله
KEMATIAN RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM BAGI PARA SAHABAT
Akhirnya, manusia termulia itupun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam Rasûlullâh, kekasih Allâh itu wafat dalam pangkuan istri tercinta Aisyah Radhiyallahu anhuma . Setelah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, seluruh kota Madinah al-munawwarah terasa gelap gulita. Ketika itu, Abu Bakr tidak sedang berada di dekat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau Radhiyallahu anhu sedang berada di rumahnya. Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu sangat terpukul mendengar berita kematian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia berdiri sembari menyuarakan ketidak percayaannya mendengar kematian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia Radhiyallahu anhu mengatakan, “Demi Allâh! Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak wafat.”
Dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan bahwa Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu yang tidak percaya tentang berita wafatnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , berkata, “Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak wafat, akan Rabbnya telah mengirim utusan kepadanya sebagaimana Allâh Azza wa Jalla telah mengirim utusan-Nya kepada Musa q lalu dia meninggalkan kaumnya selama empat puluh hari. Demi Allâh! Saya yakin Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan hidup sehingga Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memotong tangan-tangan dan lisan orang-orang munafik yang mengira atau mengatakan bahwa Muhammad telah wafat.[1]
Dalam suasana mencekam akibat ketidak percayaan Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu , Abu Bakr Radhiyallahu anhu dating ke tempat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mendengar kematian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau Radhiyallahu anhu tanpa banyak bicara langsung menuju ke jenazah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ditutup dengan kain. Abu Bakr Radhiyallahu anhu menyingkap bagian kain yang menutupi wajah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu menangis. Abu Bakr Radhiyallahu anhu mencium kening Rasûlullâh sambil menangis. Abu Bakr Radhiyallahu anhu mengatakan:
بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي طِبْتَ حَيًّا وَمَيِّتًا
Demi bapak dan ibuku! Engkau tetap wangi ketika masih hidup dan juga setelah wafat.
Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa Abu Bakr Radhiyallahu anhu setelah mencium kening Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah wafat, beliau Radhiyallahu anhu menangis dan mengatakan:
بِأَبِي أَنْتَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ لَا يَجْمَعُ اللَّهُ عَلَيْكَ مَوْتَتَيْنِ أَمَّا الْمَوْتَةُ الَّتِي كُتِبَتْ عَلَيْكَ فَقَدْ مُتَّهَا
Demi bapakku! Wahai Nabi Allâh Azza wa Jalla! Allâh Azza wa Jalla tidak akan mengumpulkan padamu dua kali kematian. Sekarang kematian yang telah ditetapkan Allâh Azza wa Jalla untukmu telah engkau lalui.
Lalu beliau Radhiyallahu anhu keluar menemui Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu dan berusaha menenangkan beliau, namun tidak berhasil. Akhirnya Abu Bakr Radhiyallahu anhu membiarkan Umar Radhiyallahu anhu dalam ketidakpercayaannya lalu beliau Radhiyallahu anhu menghadapkan wajahnya kearah para Sahabat. Beliau mengawali pembicaraannya dengan membaca tasyahhud lalu mengatakan:      
أَمَّا بَعْدُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ مَاتَ وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ
Amma ba’du, barangsiapa yang menyembah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka sesungguhnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Dan barangsiapa yang menyembah Allâh Azza wa Jalla , maka sesungguhnya Allâh maha hidup dan tidak akan mati.
Lalu Abu Bakr Radhiyallahu anhu membaca ayat:
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
Sesungguhnya kamu akan mati dan mereka akan mati. [Az-Zumar/39:30]
dan juga membaca ayat:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang maka dia tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada Allâh sedikit pun. Dan Allâh akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. [Ali ‘Imrân/3:144]
Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma mengatakan:
وَاللَّهِ لَكَأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَكُونُوا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ حَتَّى تَلَاهَا أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَتَلَقَّاهَا مِنْهُ النَّاسُ
Demi Allâh! Seakan semua orang tidak ada yang mengetahui bahwa Allâh telah menurunkan ayat tersebut sampai Abu Bakr Radhiyallahu anhu membacakannya (kala itu), dan manusia mengambil ayat tersebut darinya.[2]
Umar Radhiyallahu anhu mengatakan, “Demi Allâh! Sesungguhnya aku seakan-akan belum pernah mendengar ayat ini sampai aku mendengar Abu Bakr Radhiyallahu anhu membaca ayat ini.  Sehingga saya lemas, saya tidak kuat berdiri dengan kedua kakiku dan jatuh ke tanah, ketika Abu Bakr Radhiyallahu anhu membacakan ayat tersebut. Saat itu, saya yakin bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Para Sahabat yang mendengar berita ini pun ikut menangis di masjid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada hari Selasa, sehari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, para Sahabat hendak menyiapkan segala sesuatu untuk pemakaman Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Saat hendak memandikan jenazah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka kebingungan dan berselisih, apakah mereka harus membuka pakaian Rasûlullâh sebagaimana yang biasa mereka lakukan saat memandikan jenazah yang alain ataukah mereka memandikan jenazah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tanpa melepaskan baju Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Dalam keadaan seperti itu, Allâh Azza wa Jalla mendatangkan rasa kantuk kepada mereka semua, kemudian mereka mendengar ada orang yang menyuruh mereka untuk memandikan jenazah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tanpa melepas pakaian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tidak ada seorangpun diantara para Sahabat yang mengetahui, siapakah orang yang berbicara itu? Akhirnya, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu memandikan jenazah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dibantu oleh beberapa orang Sahabat lainnya. Mereka membasahi jenazah Beliau Radhiyallahu anhu dengan lembut tanpa melepas baju yang dikenakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .  Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu  mendapatkan kemuliaan untuk menggosok-gosok jasad Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lembut. Ali Radhiyallahu anhu bercerita, “Saya terus memperhatikan jenazah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan detail, saya tidak mendapatkan apapun. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu selalu dalam keadaan baik, ketika masih hidup maupun ketika sudah wafat.”
Setelah dimandikan, jenazah Rasûlullâh dikafankan dengan tiga lapis kain berwarna putih. Beliau tidak dipakaikan baju dan juga surban. Lalu para Sahabat menyalati Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri-sendiri tanpa ada seorang imam yang mengimami mereka. Shalat jenazah diawali oleh kaum laki-laki dewasa, kemudian anak-anak kecil, lalu para wanita dan terakhir  para budak. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimakamkan pada Rabu ditempat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat yaitu di rumah ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu anhuma yang berada di luar masjid Nabawi kala itu. Ketika hendak menggali kubur Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , para para Sahabat kembali berselisih pendapat tentang bagaimana kuburan Rasûlullâh? Apakah dibuatkan lahat, atau hanya dibuatkan sebuah lubang begitu saja? Pada saat itu, di Madinah ada dua penggali kubur, yang satu menggali dengan membuat lahat, sementara yang satu lagi hanya berupa lubang biasa saja. Karena tidak bisa memutuskan, akhirnya para Sahabat sepakat untuk melakukan shalat Istikharah untuk memohon petunjuk kepada Allâh Azza wa Jalla lalu setelah mereka itu mereka mengirim utusan kepada dua orang penggali kuburan itu, siapapun diantara dua orang ini yang datang, maka dialah yang menggali kubur Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan caranya sendiri. Ternyata yang lebih dahulu datang adalah orang yang biasa menggali kuburan dengan ditambahkan lahat. Akhirnya kuburan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibuatkan lahat.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimakamkan dengan beralaskan sebuah kain merah, kemudian setelah itu, sebuah batu ditancapkan di atasnya. Kuburan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditinggikan sekitar satu jengkal dari tanah semula. Setelah pemakaman selesai, Anas Radhiyallahua anhu lewat didepan rumah Fathimah binti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Fathimah Radhiyallahu anhuma berkata kepada Anas Radhiyallahua anhu, “Wahai Anas! Apakah kalian sanggup menimbunkan pasir ke jenazah Rasûlullâh?!”
Wahai saudara-saudaraku, kaum Muslimin dan Muslimat! Setiap orang yang meninggal dunia itu memiliki warisan. Namun Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mewariskan atau tidak meninggalkan dirham apalagi dinar, tidak juga kambing atau unta. Para Nabi itu tidak boleh diwarisi. Harta yang mereka tinggalkan ketika mereka meninggal dunia menjadi sedekah, bukan harta yang diwariskan. Ketika wafat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan warisan yang begitu agung. Mestinya, semua kaum Muslimin berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Tidak boleh ada seorang pun yang dihalanginya dari warisan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut juga tidak boleh menghalangi jika ada orang terus ingin mendapatkan tambahan dari warisannya n . Semua kaum Muslimin berhak mengambil apapun yang mereka kehendaki dari warisan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Diantara manusia, ada yang mengambilnya untuk dirinya sendiri, ada juga yang menolong orang lain untuk mendapatkannya, dengan  mendukung dan menyokong sekolah-sekolah, ma’ad-ma’had dan mejelis-majelis yang mengajarkan al-haq. Itulah ilmu yang merupakan warisan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak akan pernah habis dan tidak akan pernah hilang sampai hari kiamat.  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Sesungguhnya para Ulama itu adalah pewaris para Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . dan sesungguhnya para Nabi itu tidak meninggalkan dinar juga tidak dirham, namun mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, berarti dia telah mengambil bagian yang banyak
PELAJARAN PENTING
Kaum Muslimin! sesungguhnya apa yang kita bahas tadi tentang kematian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan hal yang sangat besar yang telah menimpa umat. Dan apa yang telah disampaikan dari awal sampai akhir tentang kematian Rasûlullâh adalah bersumber dari riwayat yang shahih, tidak ada satupun yang saya sampaikan dari riwayat yang dha’if apalagi palsu. Semoga kita bisa mengambil dan memetik pelajaran dari kisah kematian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. dan tidak diragukan lagi, bahwa semua kejadian terkait wafatnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengandung pelajaran penting bagi kita. Saya sudah menyampaikannya dengan panjang lebar, karena pembahasan ini memang harus dibahas dengan panjang lebar dan tidak boleh ada rasa bosan untuk mengikutinya. Bagaimana mungkin ada rasa bosan yang menghinggapi hati seseorang yang sedang menyimak kisah kematian orang yang sangat dicintainya yaitu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Namun supaya lebih bermanfaat, saya menyebutkan beberapa pelajaran penting. Diantara pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kisah kematian Nabi Muhammad adalah:
  1. Setiap Mukmin harus mengambil pelajaran dari kisah kematian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau adalah khalîlullâh (kekasih Allâh), meski demikian, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengalami kematian. Jika seandainya ada orang yang berhak hidup kekal di dunia, tentu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam diantara yang berhak untuk kekal di dunia. Akan tetapi, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam justru mengalami kematian, bahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kedudukannya sebagai seorang Nabi, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami sakaratul maut yang luar biasa.
Bagaimana mungkin kita tidak mengambil pelajaran dari kisah wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?! Beliau adalah rasul termulia dan imam bagi semua orang yang bertakwa.
Setelah menyima’ dan membaca kisah ini, masih adakah orang yang menyangka atau meyakini bahwa dia tidak akan mati??? Demi Allâh! Rabbnya Ka’bah! Tidak akan ada seorang pun yang kekal hidup di dunia. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ 
Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian. [Ali Imran/3:185]
Maka, berbahagialah orang yang bisa mengambil pelajaran dari kisah ini serta sudah mulai melakukan persiapan untuk menghadapi kematian yang pasti akan mendatanginya! Dia melakukan persiapan terus-menerus sebelum terlambat, karena kedatangan malaikat pencabut nyawa tanpa didahului pemberitahuan. Betapa banyak orang yang kita cintai meninggal dihadapan kita, padahal sebelumnya dia berharap bisa mengikuti pemakaman orang tuanya. Namun takdir menetapkan lain, justru dialah yang dimakamkan oleh kedua orang tuanya.
Bahkan terkadang ada orang yang tidur seranjang dengan orang yang dicintainya dan berharap mereka menikmati udara segar bersama-sama ketika mereka bangun. Namun kenyataan berkata lain, salah seorang diantaranya, meninggal di atas kasurnya.
Ada juga orang yang meninggal dunia mendadak.
Sungguh! Wahai saudara-saudaraku! Kematian itu tidak jauh dari kita. Terkadang ada orang yang sedang berbicara, namun sebelum sempat menyelesaikan pembicaraannya, tiba-tiba kematian datang menghampirinya, sehingga dia pun mati mendadak.
Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku! Hendaklah kita mengambil pelajaran dari semua peristiwa kematian. Jadilah orang yang cerdas. Yaitu orang yang senantiasa mengingat kematian, lalu dia berpegang teguh dengan Islam serta mengetahui sebuah hakikat bahwa kehidupan akhirat itu jauh lebih baik dan lebih kekal daripada kehidupan dunia.
  1. Pelajaran yang kedua adalah ta’ziyatul Muslimin (menghibur hati kaum Muslimin) ketika tertimpa musibah atau bisa meringan beban mereka ketika menerima musibah yang berat. Jika kita tertimpa penyakit, maka ingatlah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , khalilullah juga mengalami sakit keras. Jika kita merasa sedih karena kehilangan orang yang kita cintai, maka ingatlah kita pernah merasakan kesedihan yang tiada tara karena kehilangan orang yang paling kita cintai yaitu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .  Kesedihan akibat dari kehilangan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih berat dibandingkan rasa sedih akibat ditinggal oleh siapapun di dunia ini bahkan oleh semua orang. Dengan ini, beban kesedihan kita akan sedikit berkurang. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَيُّمَا أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ، أَوْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أُصِيبَ بِمُصِيبَةٍ، فَلْيَتَعَزَّ بِمُصِيبَتِهِ بِي عَنِ الْمُصِيبَةِ الَّتِي تُصِيبُهُ بِغَيْرِي، فَإِنَّ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِي لَنْ يُصَابَ بِمُصِيبَةٍ بَعْدِي أَشَدَّ عَلَيْهِ مِنْ مُصِيبَتِي
Wahai manusia! Siapapun diantara manusia atau kaum Mukminin yang tertimpa musibah, maka hendaklah dia menghibur dirinya dengan musibah yang menimpanya akibat kematianku untuk menghilangkan kesedihannya akibat musibah yang menimpanya karena kematian orang selainku. Karena sesungguhnya, tidak ada seorangpun dari umatku yang akan tertimpa musibah yang lebih dahsyat daripada musibah kematianku (Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam )
  1. Pelajaran terpenting lainnya yaitu tentang keagungan tauhid yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dakwahkan selama hidupnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan di akhir hayatnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikianlah seharusnya kaum Muslimin yang mendapatkan taufiq dari Allâh Azza wa Jalla . Mereka akan terus bersemangat agar tetap menjadi orang-orang yang terus mentauhidkan Allâh Azza wa Jalla . Mereka akan terus mengamalkan dan mendakwahkan tauhid sampai kematian datang menjemputnya. Mereka mencintai    semua orang yang mentauhidkan Allâh Azza wa Jalla dan menjadikan dirinya sebagai bagian dari mereka. Dia senantiasa bermunajat kepada Rabbnya agar diberi keteguhan hati untuk tetap berada di atas tauhid sampai meninggal dunia.
  1. Pelajaran lain yang tidak kalah penting yaitu penjelasan tentang hukum membangun masjid di atas kubur juga tentang hukum memasukkan kuburan ke dalam lingkungan masjid. Dari kisah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kita tahu bahwa perbuatan membangun masjid di atas kuburan adalah perbuatan dosa besar, bahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut para pelaku perbuatan tersebut sebagai makhluk terburuk dan berhak mendapat laknat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Apakah mungkin ada seorang Mukmin merasa nyaman hatinya untuk melakukan apa yang dilarang oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?? Padahal larangan tersebut Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan pada saat Beliau mengalami sakit keras, dan Beliau memberikan peringatan itu berulang-ulang, karena khawatir fitnah ini akan menimpa umatnya. Dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun sebagai makhluk termulia, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dikuburkan di dalam masjid. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikuburkan tempat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, yaitu di rumah Aisyah Radhiyallahu anhuma yang berada di luar masjid. Ketika Utsman bin Affan Radhiyallahu anhu meluaskan masjid Nabawi, Utsman Radhiyallahu anhu tidak memasukkan kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke dalam Masjid Nabawi. Beliau Radhiyallahu anhu memperluas masjid Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke arah semua sisi, kecuali kearah sisi kuburan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Setelah itu, sebagian penguasa Bani Umayyah melakukan kesalahan yang telah memasukkan kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke dalam masjid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Namun yang perlu diingat, bahwa hujjah itu bukan berada pada perbuatan seseorang, tetapi hujjah hanya ada pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum . Oleh karena itu,  wajib bagi setiap Muslim yang lebih meninggikan risalah Rasûlullâh daripada adat nenek moyangnya untuk menjauhi perbuatan ini sejauh-jauhnya.
Kemudian, jika didapati ada sebuah kuburan di dalam masjid, maka hendaklah kita perhatikan. Jika masjid itu ada sebelum kuburan, maka kita wajib menggali kuburan tersebut dan memindahkannya ke tempat pemakaman umum.  Dan jika kuburan tersebut ada sebelum masjid, maka kita wajib merobohkan masjid tersebut dan membiarkan kuburan itu ditempatnya. Karena dia lebih berhak terhadap tempat itu daripada masjid yang ada setelahnya.
Sebagai pengetahuan tambahan tentang bagaimana menyikapi masjid yang ada kuburannya. Ketahuilah, jika ada masjid dan didalam nya ada kuburan, bukan berarti semua orang boleh menghancurkan masjid tersebut dengan seenaknya. Dia harus menyampaikan hal ini kepada penguasa setempat atau disampaikan kepada para pengurus yang bertanggungjawab terhadap masjid tersebut.  Sehingga mereka berkesempatan untuk memperbaiki segala sesuatu agar selaras dengan syari’at yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
  1. Pelajaran terakhir dari peristiwa wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ingin saya sampaikan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah manusia biasa yang mengalami sakit sebagaimana manusia lain mengalami sakit. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengalami kematian sebagaimana manusia yang lain mengalami kematian. Hanya saja, Allâh Azza wa Jalla telah memuliakannya dengan risalah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  hanyalah manusia biasa yang tidak layak untuk disembah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah seorang rasul yang wajib untuk ditaati dan yang wajib untuk diikuti. Kita tidak boleh bersikap berlebihan terhadap Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , namun juga kita tidak boleh meremehkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kewajiban kita sebagai kaum Muslimin adalah memposisikan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam  pada posisi yang semestinya, sehingga kita tidak mencedarai tauhid yang merupakan hak Allâh Azza wa Jalla .
PENUTUP
Saya sudah menyampaikan masalah ini dengan panjang lebar, karena materi ini sangat penting. Sebenarnya, masih banyak yang ingin saya sampaikan, namun saya harus mengakhirinya karena waktu yang singkat.
Saya memohon kepada Allâh Azza wa Jalla agar berkenan menjadi apa yang saya sampaikan pada kesempatan ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan bagi semua yang bisa menyima’ atau membaca sajian ini.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XIX/1436H/2015. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] HR. Ahmad/ al-Fath ar-Rabbani (21/241-242)

[2] HR. Al-Bukhari


Sumbe 
Share:

Rabu, 09 September 2015

Fatwa MPU Aceh Tentang Nasab Anak Lahir di Luar Nikah (Anak Zina)


FATWA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH
NOMOR 18 TAHUN 2015
TENTANG
NASAB ANAK YANG LAHIR DILUAR NIKAH (ANAK ZINA) 
MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH
Menimbang
a. bahwa dalam kehidupan masyarakat kita telah muncul berbagai pendapat terkaitnasab anak hasil zina setelahterbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi;
b. bahwa terbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi ditinjau dari sisi adat istiadat dan kearifan lokal lebih berpeluang terjadinya perzinaan;
c. bahwa akibat dari perbedaan pendapat tentang nasab anak hasil zina telah terjadi gejolak di tengah-tengah masyarakat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalamhuruf a, huruf b,dan huruf c, Majelis Permusyawaratan Ulama Acehperlu menetapkan fatwa tentang Hukum Nasab Anak yang Lahir Diluar Nikah (Anak Zina). 
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan Persetujuan

DEWAN PARIPURNA ULAMA MPU ACEH 
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
KESATU : Anak zina adalah anak yang dihasilkan dari hubungan diluar nikah yang sah.
KEDUA : Anak zina tidak mempunyai hubungan nasab dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya.
KETIGA : Anak zina tidak mempunyai hak waris, nafkah dan wali nikah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya.
KEEMPAT : Kedudukan anak zina dihadapan Allah sama dengan anak yang dilahirkan dalam pernikahan yang sah.
KELIMA : Nafkah anak zina dibebankan kepada ibunya dan/atau keluarga ibunya.
 


TAUSHIAH :
a. Pemerintah wajib mencegah terjadinya perzinaan melalui penegakan hukum yang tegas.
b. Pemerintah wajib memberikan kemudahan layanan akte kelahiran kepada anak zina dengan menasabkan kepada ibunya.
c. Pemerintah wajib mendidik dan melindungi anak zina serta mencegah penelantarannya.
d. Masyarakat diharapkan untuk tidak mendiskriminasikan anak zina.
e. Penetapan nasab anak zina kepada ibunya adalah untuk melindungi nasab anak, bukan sebagai bentuk diskriminasi.
Ditetapkan di Banda Aceh pada tanggal 
25 Dzulkaidah 1436 H - 9 September 2015 M 

PIMPINAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH 
K e t u a,
d.t.o 
Drs. Tgk. H. Gazali Mohd. Syam 
Wakil Ketua, 
d.t.o
Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA 
Tgk. H. M.Daud Zamzamy  
Tgk. H. Faisal Ali
Share:

Kamis, 25 Juni 2015

Budak Hitam BILAL bin RABAH, Sang Muadzin Pertama Kesayangan Rasulullah SAW


"Sejak 5 abad yang lalu Islam telah menyerukan persamaan harkat dan derajat manusia, apapun ras dan suku bangsanya, apapun warna kulitnya, dan apapun status sosialnya, yang membedakan mereka hanyalah ketakwaan kepada Allah. Sedangkan orang-orang Barat di abad 18 (3 abad yang lalu), masih berpikir bahwa orang kulit hitam adalah hewan bukan manusia. Mereka memperlakukan orang-orang kulit hitam dengan kejam, lebih kejam dari hewan, tidak ada hak bagi orang-orang kulit hitam, membunuh dan menyiksa mereka bukanlah dosa dan dianggap perbuatan biasa. Bahkan sampai hari ini, rasisme terhadap orang-orang negroid masih bercokol di benak sebagian masyarakat Eropa dan Amerika, yang mereka tahu pisanglah makanan pokok bagi orang-orang kulit berwarna ini. Uniknya, dalam keadaan mereka yang demikian, mereka mengkritisi Islam tentang perbudakan dan persamaan harkat dan derajat manusia."

Baiklah, bercerita tentang Bilal bin Rabah, tentu yang pertama kita ingat bahwa beliau radhiallahu ‘anhu adalah seorang muadzin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suaranya lantang terdengar ketika waktu-waktu shalat datang, sebagai panggilan bagi orang-orang yang beriman. Dia adalah seorang laki-laki kulit hitam yang pernah mengalami kejamnya perbudakan lalu mendapatkan kebebasan serta kedudukan yang tinggi dengan datangnya Islam.
Siapa Bilal 
Dia adalah Bilal putra dari Rabah dan ibunya bernama Humamah, seorang laki-laki Habasyah yang lahir 3 tahun –atau kurang dari itu- setelah tahun gajah, ada juga yang mengatakan 43 tahun sebelum hijrah sebagaimana termaktub dalam Shuwar min Hayati ash-Shahabah. Kulit Bilal legam, badannya kurus tinggi dan sedikit bungkuk serta rambutnya lebat. Ia bukanlah dari kalangan bangsawan, Abu Bakar membelinya –masih dengan status budak- lalu membebaskannya.
Masuk Islam
Bilal termasuk orang yang pertama memeluk Islam. Diriwayatkan, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu beruzlah di gua, lewatlah Bilal yang sedang menggembala kambing-kambing milik Abdullah bin Jad’an. Saat Rasulullah melihat Bilal yang sedang bersama kambing-kambing tersebut beliau berkata, “Wahai penggembala, apakah engkau memiliki susu?” Bilal menjawab, “Tidak ada, hanya kambing ini saja. Apabila kalian mau, kusisihkan susunya hari ini untuk kalian.” Rasulullah berkata, “Bawa kemari kambingmu itu.”
Setelah Bilal mendekat, Rasulullah berdoa dengan membawa sebuah bejana yang besar, lalu memerah susu kambing dan memenuhi bejana tersebut. Beliau meminumnya hingga kenyang. Setelah itu memerah kembali susunya hingga bejana penuh, lalu memberikannya kepada Abu Bakar hingga Abu Bakar kenyang. Kemudian memerahnya kembali sampai bejana terisi penuh dan menyerahkannya kepada Bilal. Bilal pun meminumnya hingga kenyang.
Kemudian Rasulullah bertanya kepada Bilal, “Apakah engkau telah mengenal Islam? Sesungguhnya aku adalah utusan Allah.” Bilal pun memeluk Islam berkat dakwah Rasulullah tersebut dan memerintahkan Bilal agar menyembunyikan keislamannya. Bilal pun pulang dengan kambingnya yang kantung susunya mengembung penuh. Sepulangnya dari penggembalaan Bilal menemui pemilik kambing, lalu sang pemilik mengatakan, “Engkau telah menggembalakannya dengan baik, ambillah kambing itu untukmu.”
Selama beberapa hari kemudian, Bilal tetap menemui Rasulullah untuk menyajikan susu kambing dan belajar Islam kepada beliau, sampai akhirnya orang-orang kafir Mekah mengetahui keislamannya. Mereka menyiksa Bilal dengan siksaan yang berat.
Kedudukan Bilal
1. Bunyi Sandal Derap langkah Bilal terdengar di surga
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah berkata,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ لِبِلاَلٍ عِنْدَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ يَا بِلاَلُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ عِنْدَكَ فِي اْلإِسْلاَمِ مَنْفَعَةً فَإِنِّي سَمِعْتُ اللَّيْلَةَ خَشْفَ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ بِلاَلٌ مَا عَمِلْتُ عَمَلاً فِي اْلإِسْلاَمِ أَرْجَى عِنْدِيْ مَنْفَعَةً مِنْ أَنِّي لاَ أَتَطَهَّرُ طُهُوْرًا تَامًّا فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ وَلاَ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُوْرِ مَا كَتَبَ اللَّهُ لِيْ أَنْ أُصَلِّيَ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah bersabda kepada Bilal setelah menunaikan shalat subuh, ‘Wahai Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang perbuatan-perbuatanmu yang paling engkau harapkan manfaatnya dalam Islam! Karena sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara terompahmu di depanku di surga.’ Bilal radhiyallahu ‘anhu menjawab, ‘Tidak ada satu perbuatan pun yang pernah aku lakukan, yang lebih kuharapkan manfaatnya dalam Islam dibandingkan dengan (harapanku terhadap) perbuatanku yang senantiasa melakukan shalat (sunat) yang mampu aku lakukan setiap selesai bersuci (wudhu) dengan sempurna di waktu siang ataupun malam.’ (HR. Muslim).
2. Orang pertama yang mengumandangkan adzan
Dari Zaid bin Arqam berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نعم المرء بلال، هو سيد المؤذنين، ولا يتبعه إلا مؤذن، والمؤذنون أطول الناس أعناقًا يوم القيامة
“Iya, orang itu adalah Bilal, pemuka para muadzin dan tidaklah mengikutinya kecuali para muadzin. Para muadzin adalah orang-orang yang panjang lehernya di hari kiamat.”
3. Orang pertama yang menampakkan keislaman
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Ada tujuh orang yang pertama-tama menampakkan keislamannya: (1) Rasulullah, (2) Abu Bakar (3) Ammar dan, (4) ibunya Sumayyah, (5) Shuhaib, (6) Bilal, (7) Miqdad. Rasulullah dilindungi oleh pamannya dan Abu Bakar dilindungi oleh kaumnya. Adapun selain keduanya disiksa oleh orang-orang musyrik Quraisy, mereka dipakaikan pakaian dari besi lalu dijemur di terik matahari. Mereka semua yang disiksa akhirnya menuruti apa yang diinginkan kafir Quraisy (mengucapkan kalimat kufur walaupun keimanan tetap berada di hati mereka) kecuali Bilal, ia menundukkan dirinya di jalan Allah…”
Wafatnya Bilal Ra.
Ketika ajal telah dekat, Bilal memanggil istrinya dan berkata, “Alangkah gembiranya aku, besok aku akan berjumpa dengan kekasihku, Rasulullah dan sahabatnya.”
Bilal wafat di Damaskus pada tahun 20 H. Saat itu ia berusia 60 sekian tahun.
Semoga Allah merahmati dan meridhaimu wahai muadzin Rasulullah..
Sumber: Islamstory.com



 
Share:

Terima Kasih Hari ini Anda Pembaca ke:

REPORTER TV