Muhammad Rasywan
adalah Seorang atlet judo asal Mesir yang telah menyabet banyak medali
kejuaraan internasional. Tapi bukan itu sebab ketenarannya, justru pamornya
mulai melejit sejak Olimpiade Los Angeles 1984, di mana kala itu ia telah
sampai pada babak final melawan Judoka Jepang bernama Yasohiro Yamashita. Dalam pertandingan final tersebut dirinya sengaja mengalah, dikarenakan atlet
Jepang yang menjadi lawannya telah terluka di salah satu kakinya. Jiwa
sportifnya menolak untuk melawan serius seseorang yang telah cedera, hingga
akhirnya ia pun rela hanya mendapatkan medali perak saja. Apa Alasan Sebenarnya?
Saat Muhammad Rasywan ditanya dalam sebuah
konferensi pers di Jepang :
"Mengapa engkau menolak untuk menyerang
lawanmu di kakinya yang Cedera?"
Ia hanya tersenyum dan berkata, "Agamaku
melarangku untuk melukainya."
Rasywan mendapatkan sambutan yang besar di
hati masyarakat Jepang, akibat sikap kesatrianya itu, banyak orang yang
akhirnya tertarik masuk Islam. Dr. Najih Ibrahim menyebutkan ada seribu orang
Jepang masuk Islam setelah itu.
"Saya masih belum menemukan sumber valid tentang
berapa jumlah orang Jepang yang masuk Islam karenanya, hanya saja yang pasti,
Rasywan telah menikah dengan seorang perempuan Jepang, setelah perempuan
tersebut bersyahadat masuk Islam dan mereka telah dikaruniai 3 orang anak.'' sebut Dr. Najih Ibrahim
Muhammad Rasywan telah meraih penghargaan “Fairplay International Award”.
Di
Mesir sendiri, ia mendapat medali tertinggi yang langsung dikalungkan oleh
presiden Mesir kala itu.
Itu adalah Muhammad Rasywan.
Lain dengan Muhammad Rasywan, lain pula dengan
seorang artis dari belahan dunia lain yang kini lagi nge-hits menjadi obrolan
warganet karena sikap noraknya dalam melepas jilbab. Fenomena lepas jilbab
sebenarnya bukan kali ini yang pertama, cuman bedanya sang artis ini
curhatannya agak potensial menyesatkan jika dibiarkan begitu saja. Apa pula ia
membawa-bawa Jepang segala dalam tulisannya:
“Ada pelajaran baru yang saya dapat dari penduduk Jepang selama dua hari saya
disini. Mayoritas penduduk sini rupanya tidak memiliki kepercayaan terhadap suatu
agama, bahkan Tuhan…”
Lalu di akhir kata si artis tersebut berujar :
“Sulit menemukan
tempat sampah di sini, tapi juga sulit menemukan sampah berceceran di setiap
sudut nya. Satu hal lain yang menarik perhatian saya, ketika saya menemukan
beberapa penduduk asli yang tiba-tiba ingin memeluk suatu kepercayaan. Kemudian
saya bertanya, kalau hidupmu sudah sebaik ini tanpa agama, lalu kenapa kamu
ingin mencari Tuhan dan ingin memiliki agama?”
Coba bandingkan antara keduanya: Raswan dengan akhlak dan normanya dapat
menarik orang Jepang untuk masuk Islam, tapi si artis itu justru “mencegah” dan
mempertanyakan sikap beberapa orang Jepang yang ingin memeluk “suatu
kepercayaan” (apakah yang dimaksud adalah Islam?)
Raswan ibarat ikan laut yang berenang di
samudera tapi dirinya tak menjadi asin. Ia tak terpengaruh, tak terkontaminasi
dan tetap teguh dengan Keislamannya. Ia tak minder berada di negara maju dan
dengan pede menyampaikan ajaran Agamanya yang menjunjung tinggi norma
sportifitas. Ia mewarnai, bukan diwarnai.
Sedangkan si artis, ia terlihat begitu gagap.
Baru dua hari saja di negara maju dia langsung minder. Ia menilai bahwa
kebersihan, kedisiplinan dan sampah yang tak berceceran adalah parameter utama
dalam mengukur “Kehidupan yang baik” sekalipun tanpa agama. Mungkin dia
piknik-nya kurang lama, atau main-nya yang kurang jauh.
Rasywan bukanlah agamawan, bukan pengkhotbah,
bukan pula ulama Al-Azhar yang diutus ke Jepang untuk berdakwah di sana. Ia
hanyalah atlet yang bangga dengan agamanya dan pede menyandang Islam-nya di
mana saja. Ia berdakwah bukan dengan lisan, tapi dengan perbuatan.
Sedangkan si artis, boro-boro bangga dengan
agamanya, bahkan simbol keagamaan berupa jilbab pun ia tanggalkan.
Maka, berangkat dari spirit At-Taubah: 71 yang
mengatakan bahwa orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, itu saling
menyuruh mengerjakan yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; juga beranjak
dari semangat Al-Ashr yang mengatakan bahwa semua manusia itu berada dalam
kerugian yang nyata kecuali orang-orang yang saling menasehati supaya mentaati
kebenaran… sudah sepatutnya jika kita angkat suara menanggapi pandangan sesat
semacam ini, agar yang melenceng bisa kembali lurus, dan yang lurus bisa terus
istiqomah.
Dan terkait jilbab, sebenarnya itu merupakan
perkara aksioma. Yakin deh, dalam diri setiap muslimah sadar bahwa menutup
aurat itu adalah sebuah keharusan, betapapun alasan yang mereka ungkapkan
melalui lisan mereka untuk menutupinya. Maka lihatlah, bagaimanapun penampilan
seorang muslimah sehari-hari, saat ia shalat maka ia akan mengenakan mukena dan
menutup auratnya. Bagaimapun pakaian yang dikenakan seorang muslimah dalam
aktifitasnya, saat ia naik Haji pasti ia akan menutup auratnya. Mengapa mereka
melakukan itu? Karena mereka sadar itu adalah perintah Tuhan. Lantas, apakah
Tuhan yang memerintahkan mereka menutup aurat saat Shalat itu berbeda dengan
Tuhan yang memerintahkan mereka menutup aurat dalam aktifitas sehari-sehari?
Ini tak perlu dijawab. Cukup jadi bahan perenungan saja.
Semoga kita senantiasa mendapat hidayah dan
pertolongan dari-Nya.