𝐌𝐄𝐃𝐈𝐀 𝐑𝐄𝐏𝐎𝐑𝐓𝐀𝐒𝐄 𝐆𝐋𝐎𝐁𝐀𝐋


🅿🅴🅼🅱🅰🅲🅰

Jumat, 28 Juli 2023

ACEH TERANCAM DAMPAK EL NINO, WALHI: PEMERINTAH ACEH TIDAK BOLEH LENGAH

 


THE REPORTER -  Kerentanan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) mulai serius ancam tanah Aceh dampak dari El Nino telah mulai terlihat nyata.

Kenaikan suhu di berbagai daerah di Serambi Mekkah, cuaca ekstrem, hingga berpotensi banjir bandang bisa mengancam nyawa manusia. Terlebih dunia sekarang tengah memasuki krisis iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya, diperburuk oleh fenomena alam ini.

El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak El Nino terjadi di bulan Agustus-September 2023. Dampak dari fenomena alam ini adalah kekeringan, sehingga sangat rentan terjadi Karhutla maupun banjir hidrometeorologi basah.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Ahmad Shalihin mengungkapkan, mengingat kejadian Karhutla di Aceh terbanyak di Indonesia, menduduki peringkat pertama hingga Juni 2023.

“Ini ancaman nyata, pemerintah Aceh tidak boleh lengah, karena bukan hanya Karhutla saja, kekeringan hingga krisis air dan juga banjir akibat anomali cuaca perlu diwaspadai,” kata Ahmad Shalihin, Kamis (27/7/2023).

Berdasarkan data yang dirilis Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), total kejadian Karhutla di Indonesia mencapai 206 kejadian dan didominasi oleh Provinsi Aceh yaitu sebanyak 53 kali hingga Juni 2023. Kemudian disusul Kalimantan Tengah 35 kali kejadian.

Menurut Om Sol, sapaan akrab Ahmad Shalihin menyebutkan, bila pemerintah Aceh lengah dan tidak memiliki strategi yang terintegrasi dalam mengatasi hal ini. Maka dikhawatirkan akan berdampak pada kekeringan hingga krisis air, baik untuk dikonsumsi maupun lahan pertanian dan perkebunan.

Bila ini terjadi, dampak jangka panjang, sebutnya, produktivitas pangan atau berdampak pada ketahanan pangan. Karena sangat berpotensi banyak gagal panen karena krisis air atau kekeringan dampak dari El Nino tersebut.

“Ancaman kelaparan juga bisa terjadi, tentu ini cukup berbahaya bila tidak segera dicari solusi, terutama terkait dengan Karhutla,” tambahnya.

Kata Om Sol, dampak nyata dari efek El Nino sudah mulai terlihat di depan mata di Aceh. Kejadian Karhutla tertinggi seluruh Indonesia merupakan peringatan bagi pemerintah Aceh untuk segera mengatasinya.

Begitu juga dengan kekeringan, sebutnya, dari total kejadian seluruh Indonesia sebanyak 18 kejadian kekeringan, Aceh masuk empat besar. Meskipun Jawa Tengah tertinggi sebanyak 11 kejadian, Jawa Barat 3 kejadian, Jawa Timur 3 kejadian dan Aceh satu kejadian.

“Tetapi ini tidak boleh diremehkan, karena cukup berpotensi dilanda kekeringan, apa lagi karhutla Aceh tertinggi dari seluruh Indonesia,” sebutnya.

Sementara itu menyangkut dengan data Karhutla berdasarkan data dari sipongi.klhk, total Karhutla di Aceh hingga Juni 2023 sudah mencapai 491,8 hektar.

Kabupaten Aceh Jaya merupakan daerah yang paling tinggi terjadi Karhutla, yaitu mencapai 117,7 hektar, disusul Aceh Tengah 78,5 hektar dan Subulussalam 75,5 hektar.

Kata Om Sol, ancaman lainnya bila Karhutla terus meluas dampak dari El Nino ini tidak segera diatasi adalah bencana asap yang mengakibatkan pada kesehatan masyarakat.

Berkaca pengalaman pada 2015-2016, yang menyebabkan Karhutla di Indonesia mencapai 2,6 juta hektar. Terjadi bencana asap hingga ke Malaysia dan Indonesia mengalami kerugian ekonomi hingga Rp 221 triliun.

“Meskipun tidak semua wilayah bakal terjadi kekeringan, bisa saja ada yang banjir atau bencana lainnya, karena tidak semua wilayah memiliki dampak yang sama,” tegasnya.

Sedangkan untuk Aceh, sebutnya, berdasarkan data sementara diperkirakan yang paling terancam adalah Karhutla dampak dari El Nino. Mengingat 74 persen kejadian Karhutla di Indonesia terjadi di Aceh hingga Juni 2023.

Oleh sebab itu WALHI Aceh menghimbau pemerintah Aceh dan kabupaten/kota untuk meningkatkan koordinasi yang kuat dan siap siaga dalam mengatasi potensi bencana yang timbul fenomena El Nino.

Pemerintah juga harus memiliki perencanaan anggaran dan fasilitas untuk masyarakat yang mengungsi jika sewaktu-waktu terjadi bencana di Aceh. Karena perencanaan mitigasi kebencanaan yang baik harus sigap dan cepat. Terutama persoalan pendanaan yang mudah diakses ketika bencana datang.

“Selama ini yang jadi masalah pada kesediaan dana, pemerintah sering panik dengan pendanaan, karena tidak dipersiapkan secara matang sebelumnya, maka ini perlu segera dipersiapkan dan ada alokasi dana khusus untuk menghadapi setiap bencana,” tegasnya.

Selain itu, kata Om Sol, Pemerintah Aceh maupun kabupaten/kota juga harus segera melakukan pendataan wilayah yang berpotensi terdampak dari fenomena El Nino atau bencana alam lainnya. Sehingga akan memudahkan melakukan penanganan maupun perencanaan, baik upaya mitigasi maupun evakuasi saat bencana datang.

Hal yang jauh lebih penting lagi, sebutnya, distribusi pengetahuan dan kesiapsiagaan masyarakat harus segera dilakukan. Terutama pemerintah kabupaten/kota harus mensosialisasikan secara masif dampak dari fenomena alam tersebut. Sehingga masyarakat mendapatkan informasi utuh terkait berbagai dampak dari fenomena alam tersebut.

“Penyebaran informasi secara masif harus disegerakan dan ini sangat mendesak segera dilakukan. Sehingga bisa meminimalisir dampak kerugian dan korban jiwa, harta benda akibat El Nino,” sebutnya.

Kemudian pemerintah juga harus mempersiapkan peralatan yang cukup dan personel yang terlatih untuk mengatasi berbagai bencana yang sewaktu-waktu terjadi di Aceh dampak dari berbagai bencana alam yang terjadi di Aceh.

“Peralatan kebencanaan dan personel harus dipersiapkan dengan matang dan harus standby selama 24 jam, tidak boleh lengah,” tutupnya.

Share:

Korban pelanggaran HAM Berat Aceh Masih Ada yang Belum Terdata

 


THE REPORTER - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih membuka ruang terhadaP masyarakat Aceh yang belum terdata untuk mengajukan permohonan status sebagai korban
pelanggaran HAM berat dari tiga kasus yang telah diakui pemerintah di Aceh.

"Komnas HAM membuka ruang agar korban yang belum terdata dapat mengajukan status
sebagai korban pelanggaran HAM berat," kata Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh Sepriady
Utama, dalam diskusi publik yang dilaksanakan Aceh Resource and development dengan tema

"Pasca kick off penyelesaian non yudisial Rumoh Geudong, apa langkah berikutnya," di Banda
Aceh, Kamis.

Sepriady mengatakan, ruang pengajuan tersebut dibatasi hanya dari tiga kasus yang telah
diakui pemerintah yakni Rumoh Geudong Pidie, Simpang KKA Aceh Utara dan peristiwa Jambo
Keupok Aceh Selatan.

Kata dia, sejauh ini Komnas HAM telah menyelesaikan berita acara pemeriksaan (BAP)
terhadap 106 korban pelanggaran HAM berat dari tiga kasus tersebut. Karena itu pihaknya
masih membuka ruang bagi korban yang belum terdata.

"Jadi Komnas HAM membuka ruang untuk mengajukan status sebagai korban pelanggaran
HAM berat dari tiga kasus itu, untuk kemudian bisa dilakukan verifikasi guna mendapatkan hak
pemulihan," ujarnya.

Sepriady menjelaskan, untuk membuat pengajuan maka korban harus mengirimkan surat
permohonan atau keterangan korban pelanggaran HAM berat kepada Komnas HAM, bisa
diserahkan langsung atau melalui pengaduan di website Komnasham.go.id.

Nantinya, setelah berkas diterima dan dilaksanakan penginputan data melalui sistem, maka
selanjutnya dapat diverifikasi guna memastikan apakah pemohon korban langsung atau
keluarga.

"Baru-baru ini kita lakukan beberapa verifikasi korban pelanggaran HAM berat yang belum di
BAP dalam kasus Simpang KKA. Maka ini terus berlanjut, dan permohonan itu yang menjadi
dasar kita," katanya.

Dalam kesempatan ini, dirinya menegaskan bahwa permasalahan HAM berat tersebut tidak
dapat diselesaikan sendiri oleh Komnas Aceh saja, melainkan perlu dukungan semua pihak.

"Saya kira penyelesaian korban pelanggaran HAM berat ini membutuhkan ikhtiar kita bersama
seluruh stakeholder, dukungan semua pihak sangat dibutuhkan," demikian Sepriady.(ANTARA)

Share:

26 Terdakwa Narkotika di Aceh Dituntut Hukuman Mati Sepanjang 2023

 


THE REPORTER - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Bambang Bachtiar menyatakan sebanyak 26 terdakwa dalam perkara narkotika dituntut dengan hukuman mati sepanjang 2023.

"Ada sebanyak 26 terdakwa narkotika dituntut hukuman mati periode Januari hingga pertengahan Juli 2023," kata Kajati Aceh Bambang Bachtiar di Banda Aceh, Kamis.

Menurut dia, banyaknya perkara narkotika, termasuk banyak pelakunya yang dituntut hukuman mati, tentu mengkhawatirkan. Kekhawatiran tersebut merupakan ancaman terhadap bahaya narkotika bagi generasi muda.

"Tuntutan hukuman mati tersebut untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku maupun yang lain, sehingga tidak terlibat dalam narkotika dan obat terlarang, katanya.

Sementara itu, untuk perkara narkotika sepanjang 2023, Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Aceh sudah menerima 105 surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) perkara narkotika. Dari 105 perkara tersebut, 84 di antaranya dinyatakan P-21 dan 80 lainnya dinyatakan tahap dua atau dilimpahkan ke pengadilan.

Selain penyelesaian kasus di pengadilan, Kejati Aceh periode Januari hingga Juli 2023 juga menyelesaikan perkara secara keadilan restoratif atau restorative justice dengan jumlah mencapai 106 perkara. Penyelesaian keadilan restoratif tersebut dilakukan diluar pengadilan.

Bambang Bachtiar mengatakan perkara-perkara yang diselesaikan secara keadilan restoratif sebagian besarnya merupakan kasus tindak pidana ringan seperti penganiayaan. Syarat penyelesaiannya adalah para pihak sudah berdamai.

"Selain para pihak sudah berdamai, ancaman hukumannya di bawah lima tahun, pelaku bukan residivis atau baru pertama kali melakukan tindak pidana. Penyelesaian secara keadilan restoratif ini tidak harus ke pengadilan," kata Bambang Bachtiar.(ANTARA)

Share:

Selasa, 25 Juli 2023

Kejaksaan Tahan eks bendahara Disdagkop Aceh Tengah Terkait Korupsi Pengadaan Tanah

 


THE REPORTER -  Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tengah menahan eks Bendahara Dinas Perdagangan Koperasi (Disdagkop) UKM Kabupaten Aceh Tengah terkait dugaan tindak pidana korupsi Rp246,3 juta pengadaan tanah.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, Senin, mengatakan eks bendahara tersebut berinisial AP. Sebelumnya, AP ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana ganti uang pengadaan tanah.

"Sebelum ditahan, tersangka AP dipanggil secara patut untuk menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejari Aceh Tengah terkait dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana ganti rugi pada Disdagkop UKM Kabupaten Aceh Tengah tahun anggaran 2018," katanya.


Setelah menjalani pemeriksaan, selanjutnya penyidik menahan AP dan menitipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Takengon, Kabupaten Aceh Tengah. Tersangka AP ditahan selama 20 hari ke depan dan dapat diperpanjang.

Sebelumnya, kata Ali Rasab, Disdagkop UKM Kabupaten Aceh Tengah melakukan pengadaan tanah pada tahun anggaran 2018. Akan tetapi, uang pengadaan tersebut tidak digunakan secara patut, sehingga merupakan keuangan negara Rp246,3 juta.

"Kerugian negara mencapai Rp246,3 juta tersebut berdasarkan laporan hasil perhitungan Inspektorat Kabupaten Aceh Tengah tertanggal 4 Juli 2023," kata Ali Rasab Lubis menyebutkan.

Tersangka AP disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Penyidik terus bekerja melengkapi berkas perkara agar kasus tersebut bisa segera dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi. Tidak tertutup kemungkinan ada tersangka lainnya apabila ditemukan bukti-bukti," kata Ali Rasab Lubis.(ANTARA)

Share:

ACEHREPORTER.COM

VIDEO LEGEND