𝐌𝐄𝐃𝐈𝐀 𝐑𝐄𝐏𝐎𝐑𝐓𝐀𝐒𝐄 𝐆𝐋𝐎𝐁𝐀𝐋


🅿🅴🅼🅱🅰🅲🅰

Rabu, 12 Juli 2023

Penyelundupan 57 Kg Sabu-sabu Sindikat Internasional digagalkan Polda Aceh

 


THE REPORTER - Tim Direktorat Reserse Narkoba Polda Aceh menggagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu-sabu dengan berat 57 kilogram di perairan Kabupaten Aceh Besar yang berasal dari sindikat internasional.

Kapolda Aceh Irjen Pol Ahmad Haydar di Banda Aceh, Rabu, mengatakan selain menyita puluhan kilogram sabu-sabu, tim juga menangkap lima terduga pelaku.

"Lima terduga pelaku terdiri dua pengendali di laut, dua pengendali di darat, dan seorang pemilik barang. Kelima terduga pelaku yang ditangkap pada 4 dan 5 Juli 2023 tersebut kini ditahan di Mapolda Aceh," katanya.

Adapun kelima pelaku yakni berinisial AH alias MJ (43), warga Kota Sabang, selaku pemilik narkoba dan pengendali, baik di darat maupun laut, II alias P (32), warga Kota Sabang, selaku penjemput narkoba di darat.

Berikutnya, RI alias A (31), warga Kabupaten Aceh Utara, selaku penjemput narkoba di darat, Y alias W (39), warga Kota Sabang, selaku penjemput narkoba dan juga tekong perahu motor, serta N alias PD (39), warga Kota Banda Aceh, selaku penjemput narkoba dan juga tekong.

"Para pelaku diduga jaringan narkotika internasional Thailand, Malaysia, dan Aceh atau Indonesia. Sabu-sabu tersebut dari luar negeri dengan tujuan untuk diedarkan di Indonesia. Pengungkapan ini merupakan sinergi kepolisian dengan bea cukai," katanya.

Jenderal polisi bintang dua tersebut mengatakan pengungkapan penyelundupan narkoba tersebut berawal dari Informasi masyarakat. Informasi tersebut menyebutkan ada pengiriman sabu-sabu di perairan Aceh Besar dari Laut Malaysia.

Dari informasi tersebut, Polda Aceh menurunkan tim Direktorat Reserse Narkoba untuk menyelidiki. Tim Polda Aceh bersama patroli laut bea cukai menyisir perairan Lamreh, Kabupaten Besar. Dari penyisiran, tim gabung melihat ada perahu motor mencurigakan karena melarikan diri saat didekati.
Tim gabungan mengejar perahu motor tersebut. Tim sempat memberikan tembakan peringatan
Namun, perahu motor tersebut tetap melarikan diri sambil tiga karung goni putih ke laut.

Di perahu motor tersebut terlihat empat orang melompat ke laut hingga akhirnya mereka diamankan.Dari penyisiran kembali, tim menemukan dua karung berisi 57 bungkusan teh cina yang didalamnya narkoba jenis sabu-sabu. Berat per bungkusnya mencapai satu kilogram. Tim juga mengamankan sejumlah telepon genggam, telepon satelit, minibus, sepucuk senjata angin, dan lainnya.

"Dari hasil pengembangan, tim kembali menangkap seorang pelaku di kawasan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar. Para pelaku dijerat Pasal 114 (2), Pasal 112 (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Ancaman hukuman paling singkat 20 tahun dan paling lama hukuman
mati," kata Ahmad Haydar.

Secara terpisah, Kepala Seksi Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Aceh Nanang VH mengatakan penggagalan penyelundupan narkoba jenis sabu-sabu seberat 57 kilogram tersebut melibatkan Satgas Patroli Laut BC15021.

"Penggagalan penyelundupan barang terlarang tersebut merupakan sinergi bea cukai dengan aparat penegak hukum dalam melindungi masyarakat dari bahaya narkotika dan barang-barang terlarang lainnya dari luar negeri," kata Nanang VH.(ANTARA)


Share:

Kamis, 06 Juli 2023

Rokok Ilegal Senilai Rp 1,2 Miliar Dimusnahkan Diedarkan ke Pedagang Kecil Lhokseumawe

 


THE REPORTER - Kantor Bea Cukai Lhokseumawe, Provinsi Aceh, memusnahkan rokok ilegal yang nilainya ditaksir mencapai Rp 1,2 miliar.


Rokok itu berasal dari luar negeri dan hasil penindakan sejak tahun 2021 hingga 2022. Terlihat jutaan batang rokok dibakar dan sebagian dipotong dengan mesin pemotong di halaman kantor Bea dan Cukai Lhokseumawe, Kamis (6/7/2023).


Kepala Bea Cukai Lhoksuemawe, Agus Siswadi dalam konferensi persnya menyebutkan, modus yang digunakan pelaku yaitu rokok tanpa pita cukai dan sebagian menggunakan pita cukai bekas atau pita cukai palsu.
 
Bea dan Cukai Lhokseumawe menyatakan, pemusnahan itu dari 744 kali penindakan. Rokok itu dijual oleh sejumlah pedagang kecil di Lhokseumawe. Mereka berjualan dalam jumlah kecil untuk masyarakat. Rokok ini mayoritas masuk lewat jalur laut atau peraian. Seterusnya diedarkan ke kios atau pedagang kecil.


Dia menyebutkan peredaran rokok ilegal tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang cukai yaitu UU No. 39 tahun 2007 tentang cukai.


Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sambung Asgus berkomitmen memperketat pengawasan rokok di Aceh.


“Ini juga untuk menciptakan iklim usaha yang berkeadilan dan persaingan usaha yang sehat dalam industri hasil tembakau yang secara langsung berkaitan dengan upaya pengamanan penerimaan negara dibidang cukai,” katanya.


Di sisi lain, pemusnahan rokok ilegal itu sudah mendapat persetujuan peruntungan untuk dimusnahkan dari Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Lhoksuemawe.


“Tim Bea dan Cukai Lhokseumawe terus memonitoring dan melakukan penindakan atas peredaran rokok ilegal di Aceh," pungkasnya.(KOMPAS)



Share:

Rabu, 05 Juli 2023

Polisi Tangkap Warga Aceh Besar Pelaku Eksploitasi 4 Anak Bawah Umur

 


THE REPORTER - Polisi menangkap warga Ujung Batee, Aceh Besar berinisial S (27 Tahun) karena terjerat kasus tindak pidana eksploitasi anak bawah umur di Kota Banda Aceh.


Kepala Satuan Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadillah Aditya Pratama, pada konferensi pers di Mapolresta Banda Aceh, Rabu, 5 Juli 2023. mengatakan, dalam kasus tersebut ada empat anak yang menjadi korban eksploitasi. Yakni berusia, delapan tahun, satu orang, 10 tahun dua orang dan selebihnya berusia 13 tahun.


“Pelaku merupakan tetangga korban, dan berhasil ditangkap pada 26 Juni 2023,” jelas Fadillah.
Modus operandi yang dilakukan pelaku, sambung Fadillah, emanfaatkan tenaga anak bawah umur secara ekonomi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.


“Modusnya melihat anak bawah umur dari keluarga tidak mampu, ataupun tak berpenghasilan, sehingga kesempatan tersebut dimanfaatkan,” tutur Fadillah.


Dijelaskan Fadillah, tersangka membeli jambu di pasar Lambaro, kemudian membungkus buah tersebut, kemudian meminta korban untuk berjualan ke tempat-tempat keramaian di Banda Aceh.
“Korban bekerja hingga pukul 23.00 WIB,” ungkapnya.


Dalam satu pack yang dijual, korban mendapat uang Rp2 ribu. Sehingga jangka waktu sehari korban bisa mendapat uang Rp 60 ribu. Sementara pelaku mendapat keuntungan Rp950 ribu.


“Eksploitasi anak ini sudah berlangsung sejak Februari hingga kemarin, 4 Juli 2023,” tutur Fadillah.
Fadillah menyebutkan, barang bukti yang diamankan yaitu empat keranjang yang isinya 30 pack buah, becak, kantong plastik dan pisau.


Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sebut Fadillah, pelaku dijerat Pasal 76I UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.


“Hukumannya yaitu dipenjara paling lama 10 tahun atau denda Rp 200 juta,” pungkas Fadillah.(AJNN)

Share:

Minggu, 02 Juli 2023

Di ACEH, Hewan Qurban Dipakaikan Kain Kafan

 


THE REPORTER - Hari Raya Idul Adha identik dengan menyembelih hewan kurban berupa sapi, domba atau kambing. Di berbagai daerah, penyembelihan hewan kurban juga dibarengi dengan tradisi masing-masing yang sarat dengan nilai.

Seperti halnya di Desa Krueng Batee, Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh, masyarakat menyelimuti dan menudungi hewan kurban dengan kain kafan saat penyembelihan.

Dan juga menyedekahkan beragam perlengkapan mandi hingga payung ke petugas masjid, yang dimasukkan dalam nampan.

“Ini memang sudah turun temurun dari zaman ke zaman yang dilakukan orang tua kita dulu, bagi mereka yang mampu saja, bukan suatu keharusan,” kata Iman Meunasah Desa Krueng Batee, Tgk Salmi di Aceh Barat Daya, Minggu.

Di daerah itu, hewan ternak sapi, domba dan kambing dipayungi dan diselimuti dengan kain kafan saat boyong ke tempat penyembelihan, yakni meunasah atau masjid kecil.

Sebelum itu, hewan kurban tersebut juga telah dimandikan pakai sabun hingga bersih, dan juga dilakukan tradisi peusijuek di rumah pemiliknya.

Kain putih yang menyelimuti hewan tersebut memiliki empat. Masing-masing segi telah diikat uang yang merupakan sedekah sang pemilik hewan untuk petugas penyembelihan.

Pemilik ternak juga menyediakan beragam perlengkapan yang diisi dalam nampan, diserahkan berbarengan dengan hewan kurban. Beberapa di antaranya seperti sikat gigi, sabun, odol, cermin, gunting, kain sarung, mukena, baju, payung dan beberapa lainnya.

Lalu, nampan tersebut disedekahkan kepada petugas penyembelihan, kemudian isinya dibagikan ke pengurus di lingkungan masjid, ketika proses penyembelihan selesai.

Menurut Tgk Salmi, tidak semua masyarakat yang berkurban harus menyelimuti hewan dengan kain kafan atau menyediakan perlengkapan lainnya dalam nampan. Hal ini hanya tradisi turun temurun, yang dilakukan sesuai dengan keikhlasan pemilik hewan, bila memiliki kemampuan.

“Ada juga yang hanya memberi kue saja, atau bahkan tidak mengisi sama sekali, juga tidak masalah. Karena (tradisi) ini bukan sesuatu yang sunnah dilakukan, apalagi wajib sudah pasti bukan, jadi tidak dianjurkan dalam agama,” ujarnya.

Menurut Tgk Salmi, kebiasaan ini tidak diperintahkan dalam hukum islam. Begitu juga dalam adat atau budaya Aceh, hanya saja suatu kebiasaan masyarakat dari zaman dulu, sehingga tetap dilestarikan hingga sekarang.

Tujuannya, menurut dia, masyarakat ingin hewan kurban yang disembelih itu bersih, sehingga memperlakukan layaknya mengurus anggota keluarga yang diniatkan dalam kurban tersebut, baik yang masih hidup ataupun telah meninggal dunia.

“Kalau berkurban tapi tidak menyediakan ini juga enggak masalah, tidak ada denda atau hukuman. Jadi kalau bilang ini adat gampong maka kalau tidak dilakukan akan kena denda gampong, tapi ini bukan adat, hanya kebiasaan saja,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Krueng Batee Tgk Muktar Ali mengatakan bahwa tradisi tersebut tidak dianjurkan atau diterangkan dalam Al Quran maupun hadis Nabi Muhammad SAW.

Tradisi ini hanya berdasarkan kebiasaan masyarakat dari zaman dulu, dan tidak menjadi masalah jika tetap dilestarikan masyarakat sebagai kearifan lokal.

“Jadi kenapa memilih kain putih itu, orang tua kita dulu mengibaratkan hewan kurban dengan orang meninggal, sehingga perlu dibalut dengan kain kafan, ditudungi pakai kafan saat penyembelihan juga sebagai pelindung saja,” ujarnya.

Menurut dia, masyarakat dari zaman dulu ingin agar hewan kurban yang disembelih tersebut dalam kondisi bersih, sehingga dirawat dengan baik. Lalu, dibekali sejumlah perlengkapan hingga akhirnya disedekahkan ke masjid.

Kendati demikian, bukan menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk harus melakukan ini, hanya saja sebagai tradisi.

“Dalam hukum Allah tidak disampaikan mandi (hewan kurban) harus dengan sabun, tapi cukup bersih saja. cuma karena masyarakat kita betul-betul sayang maka dimandikan pakai sabun, disikat juga, asalkan jangan sampai rontok bulu kambingnya,” ujarnya.(ANTARA)

Share:

ACEHREPORTER.COM

VIDEO LEGEND