THE REPORTER - Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Irwandi Yusuf merupakan terdakwa perkara suap sebesar Rp 1,05 miliar dan gratifikasi sebesar Rp 8,7 miliar yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh.
Pada 8 April 2019, eks Gubernur Aceh ini dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Kemudian, putusan tersebut diperberat Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi delapan tahun pada 8 Agustus 2019.
Namun, vonis tersebut kembali dikoreksi menjadi tujuh tahun di tingkat kasasi pada putusan tanggal 13 Februari 2020.
Tak puas dengan putusan kasasi, Irwandi Yusuf kemudian mengajukan PK pada 31 Maret 2023. Akan tetapi, upaya hukum tersebut ditolak oleh MA.
"Tolak peninjauan kembali pemohon peninjauan kembali," demikian bunyi amar putusan yang dikutip dari laman resmi MA, Senin (19/6/2023).
Putusan ini diketuk pada Kamis, 15 Juni 2023, oleh Ketua Majelis Hakim Desnayeti dengan Anggota Majelis Arizon Mega Jaya dan Yohanes Priyana.
Sebagai informasi, di tahap kasasi Irwandi Yusuf dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.
Irwandi dinilai terbukti bersalah dalam dua dakwaan. Pertama, menerima suap sebesar Rp 1,05 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Uang pelicin diberikan agar Irwandi mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Aceh memberikan persetujuan atas usulan dari Ahmadi.
Usulan yang diberikan kepada eks Gubernur Aceh itu adalah mengarahkan ULP untuk menunjuk kontraktor rekanan Kabupaten Bener Meriah mengerjakan program pembangunan yang menggunakan Dana Otonomi Khusus Aceh tahun 2018.
Kemudian, pada dakwaan kedua, Irwandi Yusuf dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 8,7 miliar selama menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2017-2022.(KOMPAS)