THE REPORTER - Pilu, anak 11 tahun di rudapaksa tetangga berkali-kali di salah satu panglong kayu di Aceh Besar, berawal dari ibu korban minta tolong pada terdakwa.
Pelecehan tersebut dibuka korban usai dirinya menerima materi pengajian di pesantren tentang dosa sodomi.
Adalah MI (27) mahasiswa asal Sabang yang menjadi terdakwa pelecehan terhadap anak di bawah umur di Aceh Besar.
Atas perbuatan, terdakwa dijatuhkan hukuman penjara selama 16,5 tahun dipotong masa tahanan.
"Menjatuhkan uqubat penjara terhadap terdakwa selama 200 bulan (16,5 tahun)," demikian bunyi putusan Mahkamah Syar'iyah Jantho bernomor 18/JN/2023/MS.Jth dibacakan Hakim Ketua Wafa SHI MH, Senin (12/6/2023).
"Dengan ketetapan bahwa lamanya terdakwa ditahan akan dikurangkan dari seluruh uqubat yang dijatuhkan," sambungnya.
Dalam putusan tersebut dibacakan, terdakwa MI melakukan pelecehan terhadap korban sekitar April 2021 lalu bertepatan dengan bulan Ramadhan.
Diketahui terdakwa selain menjadi mahasiswa juga bekerja di salah satu panglong kayu di Aceh Besar.
Awalnya, korban bersama keluarga yang tinggal dan tetanggaan dengan panglong kayu di Aceh Besar itu pindah ke rumah kontrakan yang beralamat di Banda Aceh.
Pada waktu pindah, terdakwa ikut membantu keluarga korban.
Setelah beberapa hari tinggal di kontrakan itu, ibu kandung korban meminta tolong terdakwa untuk mengantarkan korban ke rumah kakeknya di salah satu desa sekitaran Aceh Besar.
Tujuannya untuk mengurus persyaratan pendaftaran korban masuk ke salah satu pesantren di Aceh Besar.
Pada sore harinya terdakwa langsung datang menjemput korban untuk dibawa ke rumah kakeknya dengan mengendarai sepeda motor.
Sesampai di sana, korban langsung memberikan persyaratan pendaftaran ke pesantren pada sang kakek.
Sesaat kemudian, terdakwa berkata kepada korban kalau ibu menyuruhnya menginap dulu di rumah atau panglong kayu tempat terdakwa bekerja untuk beberapa hari ke depan.
Korban menuruti kemudian terdakwa membawa korban, sesampainya di sana anak tersebut disuruh ke kamarnya di lantai dua sambil memberikan handphone.
Sementara terdakwa melanjutkan pekerjaannya di bawah, menyelesaikan sejumlah orderan di panglong kayu tersebut.
Lalu saat Magrib tiba, korban meminta izin pada terdakwa untuk shalat di masjid pemukiman sekitar dan bakal kembali setelah Isya.
Kemudian saat korban sudah pulang dari masjid dan berada di kamar, terdakwa memberikan handphone milikinya untuk korban bermain game.
Setelah beberapa jam kemudian, ketika korban sedang bermain game sambil tiduran miring, tiba-tiba terdakwa memeluk korban dari belakang.
Waktu itu, korban mengira terdakwa sedang mengigau, namun terdakwa malah memaksa dan melakukan pelecehan dengan cara sodomi.
Korban sudah berujar kesakitan, namun terdakwa tetap saja melancarkan aksinya sampai selesai.
"Jangan bilang sama siapa-siapa ya, kalau kamu bilang saya bunuh kamu dan keluargamu," demikian ancam terdakwa kepada korban.
Saksi hanya terdiam sambil menahan rasa sakit dan ketakutan.
Keesokan harinya, terdakwa melakukan perbuatan yang sama sekitar tengah malam dan kembali mengancam bila memberitahu hal ini pada orang lain bakal dibunuh.
Selanjutnya pada hari ketiga, terdakwa kembali melakukan perbuatan yang sama bahkan saat korban tertidur pulas.
Keesokan harinya, terdakwa melakukan perbuatan yang sama sekitar tengah malam dan kembali mengancam bila memberitahu hal ini pada orang lain bakal dibunuh.
Selanjutnya pada hari ketiga, terdakwa kembali melakukan perbuatan yang sama bahkan saat korban tertidur pulas.
Setelah bersilaturahmi ke rumah kakek, ibu kandung dan adik-adik korban pamit pulang ke rumah.
Sementara korban masih di rumah kakeknya, tidak lama kemudian terdakwa memanggil lalu mengajak korban menginap lagi di panglong kayu tempatnya selama tiga hari.
Terdakwa kembali melancarkan perbuatannya selama korban menginap di sana dan mengancam agar tidak diberitahu siapa-siapa atau korban dan keluarga bakal dibunuh.
Pada sore hari ketiga, terdakwa mengantar korban ke rumah kakeknya dan menginap selama satu malam di sana.
Pada pagi harinya, sang kakek mengantar korban ke salah satu pesantren yang juga berada di Aceh Besar dan mondok hingga saat ini.
Kasus tersebut terungkap usai korban mendengar pengajian di pesantren tempatnya menuntut ilmu.
Kala itu, pengajian membahas tentang sodomi yang merupakan perbuatan dibenci Allah Swt.
Usai pengajian, korban bertanya lebih dalam kepada temannya yang lebih dewasa tentang apa itu sodomi.
Temannya menjelaskan, sodomi adalah perbuatan laki-laki memasukkan kemaluannya ke anus laki-laki.
Setelah mengetahui hal tersebut, korban berpikir bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa selama ini kepadanya di panglong kayu adalah perbuatan sodomi yang dibenci Allah Swt.
Kemudian korban bercerita kepada saudaranya yang kebetulan mondok di pesantren yang sama dengannya.
Ia bercerita kalau abang-abang yang mengantar bajunya beberapa hari lalu sudah melecehkannya.
Saudara korban kemudian melaporkan kasus tersebut ke pembina pesantren dan memberitahu kejadian itu ke ibu korban.
Setelah mengetahui apa yang dilakukan terhadap anaknya, ibu korban melaporkan perbuatan terdakwa ke pihak berwajib untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil visum pada 26 Januari 2023, terdapat luka robek pada anus korban dan disarankan bimbingan psikolog anak.
Terdakwa dikenakan pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Hakim memutuskan terdakwa dihukum penjara selama 16,5 tahun untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. (SERAMBINEWS)
0 comments:
Posting Komentar