𝐌𝐄𝐃𝐈𝐀 𝐑𝐄𝐏𝐎𝐑𝐓𝐀𝐒𝐄 𝐆𝐋𝐎𝐁𝐀𝐋


🅿🅴🅼🅱🅰🅲🅰

Selasa, 13 Juni 2023

DPR ACEH Nilai Pj Gubernur Achmad Marzuki Kurang Hargai Syariat Islam

 


THE REPORTER - Semua Fraksi Klop Usulkan Sekda Jadi Calon Pj Gubernur Aceh, DPRA Beberkan Kekurangan Achmad Marzuki

Sembilan fraksi yang ada di DPRA sepakat mengusul Sekda Aceh, Bustami Hamzah sebagai calon Pj Gubernur Aceh.

Usulan itu untuk menggantikan Achmad Marzuki yang akan berakhir masa jabatannya sebagai Pj Gubernur Aceh pada 6 Juli 2023.
Keputusan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Media Center Sekretariat DPRA, Senin (12/6/2023).
Hadir dalam konferensi pers itu, Ketua Fraksi Partai Aceh, Tarmizi SP, Ketua Fraksi Gerindra, Abdurrahman Ahmad, dan Ketua Fraksi PPP, Ihsanuddin MZ.

Selanjutnya, Ketua Fraksi Demokrat, Nurdiansyah Alasta, Ketua Fraksi PNA, Safrijal Gam-gam, Wakil Ketua Fraksi PKS, Ustaz Irawan Abdullah, dan Sekretaris Fraksi PAN, Tezar Azwar.

Hanya dua ketua fraksi yang tidak hadir yaitu Fraksi Golkar dan Fraksi PKB/PDA karena sedang di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.

Abdurrahman Ahmad mengatakan, bahwa pimpinan dan anggota Banmus DPRA telah menggelar rapat Banmus pada 9 Juni 2023.

Pada rapat itu diputuskan bahwa Banmus sepakat tidak mengusulkan lagi Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh setelah satu tahun menjabat.

Keputusan ini menindaklanjuti surat Mendagri yang meminta DPRA mengusulkan tiga nama calon Pj Gubernur Aceh sebagai bahan pertimbangan Presiden.

 "Dalam menindaklanjuti surat Mendagri tertanggal 5 Juni 2023, bahwa Banmus sepakat untuk mengusulkan satu nama calon Pj Gubernur yaitu saudara Bustami Hamzah," ujarnya.

Politikus Partai Gerindra ini menyatakan, hasil Banmus tersebut akan disampaikan langsung ke Mendagri pada Selasa (13/6/2023) besok.

Sementara Ketua Fraksi PPP, Ihsanuddin menyampaikan, beberapa pertimbangan Banmus sehingga sepakat tidak mengusulkan lagi Achmad Marzuki.

"Berdasarkan hasil evaluasi DPRA terhadap kinerja Pj Gubernur Aceh, masih jauh dari harapan masyarakat Aceh, hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek," ujar Ihsanuddin.

Di antaranya, komitmen Pj Gubernur Aceh untuk mencari solusi terhadap menurunnya 1 persen pendapatan Aceh melalui dana otsus, sampai saat ini belum terealisasi.

 Selanjutnya, skema pembangunan Aceh dengan tantangan yang ada sejak Pj Gubernur Aceh dilantik belum memiliki arah yang jelas dalam menekan angka kemiskinan, stunting, indeks pembangunan manusia, dan lain-lain.

"Pertumbuhan ekonomi Aceh jauh di bawah target RPJMA di mana dari target 6 persen, hanya tercapai 4,21 % ," sebut Ihsanuddin membaca surat fraksi yang akan disampaikan ke Presiden.

Selanjutnya, Pj Gubernur dinilai tidak memahami manajemen pemerintahan dan sistem anggaran sehingga tidak mampu melakukan supervisi kinerja aparatur.


 "Pj Gubenur Aceh, saudara Achmad Marzuki enggan menghadiri rapat paripurna DPRA sejak beliau menjabat Gubernur Aceh. DPRA telah menggelar 30 kali rapat paripurna, hanya 7 kali dihadiri saudara Pj Gubernur Aceh, termasuk rapat paripurna pelantikan dirinya sebagai Pj Gubernur Aceh," tambah Ihsanuddin.

Tak hanya itu, Pj Gubernur Aceh juga dinilai sulit berkomunikasi dengan banyak pihak serta kurang menghargai nilai-nilai syariat Islam, kearifan adat istiadat dan kekhususan Aceh.

"Berdasarkan beberapa hal di atas, kami mohon kepada Bapak Presiden Republik Indonesia untuk mengganti saudara Achmad Marzuki sebagai penjabat gubernur Aceh," demikian isi surat dari fraksi-fraksi DPRA.(SERAMBINEWS)


 

Share:

Polres Aceh Utara Amankan Dua Pelaku Kepemilikan Senjata Api

 


THE REPORTER - Satuan Reskrim Polres Aceh Utara mengungkap kasus pidana kepemilikan senjata api yang menjerat dua tersangka warga Geulanggang Baro Kecamatan Lapang, Aceh Utara yakni SB alias Mukim (32) dan H alias Ayah Moren (44), Selasa (13/6).

Kasat Reskrim Polres Aceh Utara AKP Agus Riwayanto Diputra memaparkan jika penangkapan terhadap tersangka dilakukan pihaknya pada Jumat 19 Mei 2023 dengan penyergapan saat kedua tersangka sedang mengendarai sepeda motor di jalan Gampong Lhok Iboh Kecamatan Baktiya Barat, Aceh Utara.

"Penangkapan terhadap tersangka dilakukan atas laporan masyarakat yang dibuat takut dan resah atas aktivitas para tersangka sebelumnya yang mana mereka dilaporkan sering sekali menembak di kawasan tambak warga," ungkap AKP Agus saat Konferensi Pers yang digelar di Mapolres Aceh Utara, Selasa (13/6).

Dari hasil penggeledahan saat dilakukan penangkapan didapati sepucuk senjata api rakitan dengan sisa sebutir amunisi kaliber 9 mm yang masih aktif dari dalam magazin.

Kemudian dari pengembangan yang dilakukan kembali ditemukan sepucuk senjata airsoftgun di rumah tersangka H alias Ayah Moren beserta kunci T yang biasa digunakan oleh para pelaku curanmor. Diketahui pula jika tersangka H merupakan residivis kasus Curanmor.

"Dari hasil pengembangan tersebut didapatkan lagi 5 kendaraan bermotor yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepemilikannya," ujar Kasat Reskrim AKP Agus.

Terkait asal muasal sejata api rakitan tersebut, Kasat Reskrim mengatakan menurut pangakuan tersangka SB senjata itu didapat dari Abu Razak pimpinan KKB yang tewas pada 2019 lalu.

"Dalam kasus ini terhadap kedua tersangka diterapkan pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1951 tentang penyalahgunaan senjata api dengan ancaman hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun Penjara," pungkas AKP Agus Riwayanto Diputra.(elshinta)

Share:

Presiden Jokowi Akan Umumkan Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Aceh 27 Juni

 


THE REPORTER - Presiden Joko Widodo akan mengumumkan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu secara nonyudisial di Aceh.
"Pada 27 Juni 2023, Presiden akan mengumumkan apa yang telah diselesaikan pemerintah terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu. Akan dilakukan 'kick off' di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie," kata Menko Polhukam Mahfud MD di Kota Lhokseumawe, dikutip Antara, Senin (12/6).

 Tempat peluncuran penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang dipilih Jokowi itu merupakan lokasi Tragedi Rumoh Geudong. Ini merupakan sebuah tragedi penyiksaan terhadap masyarakat Aceh yang dilakukan aparat selama masa konflik Aceh (1989-1998).

Tragedi ini terjadi di sebuah rumah tradisional Aceh yang dijadikan sebagai markas aparat di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam sedikitnya 12 peristiwa di masa lalu.

Adapun tiga kasus pelanggaran HAM berat tersebut berasal di Aceh, yakni peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Pidie 1989, Peristiwa Simpang KKA Aceh Utara 1999, dan kejadian di Jambo Keupok Aceh Selatan 2003.
 
Mahfud mengatakan penegakan hukum terkait pelanggaran HAM di Aceh tidak akan berhenti dan masih terus berjalan yang saat ini masih ditangani Tim Ad Hoc Komnas HAM.

"Kasus pelanggaran HAM masa lalu tidak akan ditutup dan urusan pembuktian masih terus berjalan di pengadilan. Banyak yang harus dilakukan pemerintah terkait hal tersebut," katanya.

Menurut Mahfud, korban pelanggaran HAM ada dari berbagai negara seperti Rusia, Jerman, Papua, dan daerah-daerah lain. Oleh sebab itu, pengumuman penyelesaiannya akan dipusatkan di Rumoh Geudong.

Ia mengatakan dalam pelanggaran HAM tersebut, rumah, masjid, dan infrastruktur lainnya yang rusak akan direhabilitasi fisiknya.

"Tidak hanya rehabilitasi fisik, pemerintah akan merehabilitasi sosial juga akan diberikan. Namun untuk totalnya saya belum tahu persis, itu ada bermacam-macam dan akan diumumkan Presiden," ujarnya. (CNNIndonesia)

 

Share:

Bocah Aceh Besar Disodomi Mahasiswa Sabang Berulang Kali

 


THE REPORTER - Pilu, anak 11 tahun di rudapaksa tetangga berkali-kali di salah satu panglong kayu di Aceh Besar, berawal dari ibu korban minta tolong pada terdakwa.

Pelecehan tersebut dibuka korban usai dirinya menerima materi pengajian di pesantren tentang dosa sodomi.

Adalah MI (27) mahasiswa asal Sabang yang menjadi terdakwa pelecehan terhadap anak di bawah umur di Aceh Besar.
 

Atas perbuatan, terdakwa dijatuhkan hukuman penjara selama 16,5 tahun dipotong masa tahanan.

"Menjatuhkan uqubat penjara terhadap terdakwa selama 200 bulan (16,5 tahun)," demikian bunyi putusan Mahkamah Syar'iyah Jantho bernomor 18/JN/2023/MS.Jth dibacakan Hakim Ketua Wafa SHI MH, Senin (12/6/2023).

"Dengan ketetapan bahwa lamanya terdakwa ditahan akan dikurangkan dari seluruh uqubat yang dijatuhkan," sambungnya.

 Dalam putusan tersebut dibacakan, terdakwa MI melakukan pelecehan terhadap korban sekitar April 2021 lalu bertepatan dengan bulan Ramadhan.

Diketahui terdakwa selain menjadi mahasiswa juga bekerja di salah satu panglong kayu di Aceh Besar.

Awalnya, korban bersama keluarga yang tinggal dan tetanggaan dengan panglong kayu di Aceh Besar itu pindah ke rumah kontrakan yang beralamat di Banda Aceh.
 

Pada waktu pindah, terdakwa ikut membantu keluarga korban.

Setelah beberapa hari tinggal di kontrakan itu, ibu kandung korban meminta tolong terdakwa untuk mengantarkan korban ke rumah kakeknya di salah satu desa sekitaran Aceh Besar.

Tujuannya untuk mengurus persyaratan pendaftaran korban masuk ke salah satu pesantren di Aceh Besar.

 Pada sore harinya terdakwa langsung datang menjemput korban untuk dibawa ke rumah kakeknya dengan mengendarai sepeda motor.
 

Sesampai di sana, korban langsung memberikan persyaratan pendaftaran ke pesantren pada sang kakek.

Sesaat kemudian, terdakwa berkata kepada korban kalau ibu menyuruhnya menginap dulu di rumah atau panglong kayu tempat terdakwa bekerja untuk beberapa hari ke depan.

 Korban menuruti kemudian terdakwa membawa korban, sesampainya di sana anak tersebut disuruh ke kamarnya di lantai dua sambil memberikan handphone.

Sementara terdakwa melanjutkan pekerjaannya di bawah, menyelesaikan sejumlah orderan di panglong kayu tersebut.

Lalu saat Magrib tiba, korban meminta izin pada terdakwa untuk shalat di masjid pemukiman sekitar dan bakal kembali setelah Isya.

Kemudian saat korban sudah pulang dari masjid dan berada di kamar, terdakwa memberikan handphone milikinya untuk korban bermain game.

 Setelah beberapa jam kemudian, ketika korban sedang bermain game sambil tiduran miring, tiba-tiba terdakwa memeluk korban dari belakang.

Waktu itu, korban mengira terdakwa sedang mengigau, namun terdakwa malah memaksa dan melakukan pelecehan dengan cara sodomi.

 Korban sudah berujar kesakitan, namun terdakwa tetap saja melancarkan aksinya sampai selesai.

"Jangan bilang sama siapa-siapa ya, kalau kamu bilang saya bunuh kamu dan keluargamu," demikian ancam terdakwa kepada korban.

Saksi hanya terdiam sambil menahan rasa sakit dan ketakutan.

 Keesokan harinya, terdakwa melakukan perbuatan yang sama sekitar tengah malam dan kembali mengancam bila memberitahu hal ini pada orang lain bakal dibunuh.

Selanjutnya pada hari ketiga, terdakwa kembali melakukan perbuatan yang sama bahkan saat korban tertidur pulas.

 Keesokan harinya, terdakwa melakukan perbuatan yang sama sekitar tengah malam dan kembali mengancam bila memberitahu hal ini pada orang lain bakal dibunuh.

Selanjutnya pada hari ketiga, terdakwa kembali melakukan perbuatan yang sama bahkan saat korban tertidur pulas.


 Setelah bersilaturahmi ke rumah kakek, ibu kandung dan adik-adik korban pamit pulang ke rumah.

Sementara korban masih di rumah kakeknya, tidak lama kemudian terdakwa memanggil lalu mengajak korban menginap lagi di panglong kayu tempatnya selama tiga hari.

Terdakwa kembali melancarkan perbuatannya selama korban menginap di sana dan mengancam agar tidak diberitahu siapa-siapa atau korban dan keluarga bakal dibunuh.

Pada sore hari ketiga, terdakwa mengantar korban ke rumah kakeknya dan menginap selama satu malam di sana.

Pada pagi harinya, sang kakek mengantar korban ke salah satu pesantren yang juga berada di Aceh Besar dan mondok hingga saat ini.

 Kasus tersebut terungkap usai korban mendengar pengajian di pesantren tempatnya menuntut ilmu.

Kala itu, pengajian membahas tentang sodomi yang merupakan perbuatan dibenci Allah Swt.

Usai pengajian, korban bertanya lebih dalam kepada temannya yang lebih dewasa tentang apa itu sodomi.

Temannya menjelaskan, sodomi adalah perbuatan laki-laki memasukkan kemaluannya ke anus laki-laki.

Setelah mengetahui hal tersebut, korban berpikir bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa selama ini kepadanya di panglong kayu adalah perbuatan sodomi yang dibenci Allah Swt.

 Kemudian korban bercerita kepada saudaranya yang kebetulan mondok di pesantren yang sama dengannya.

Ia bercerita kalau abang-abang yang mengantar bajunya beberapa hari lalu sudah melecehkannya.

Saudara korban kemudian melaporkan kasus tersebut ke pembina pesantren dan memberitahu kejadian itu ke ibu korban.
 
Setelah mengetahui apa yang dilakukan terhadap anaknya, ibu korban melaporkan perbuatan terdakwa ke pihak berwajib untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Berdasarkan hasil visum pada 26 Januari 2023, terdapat luka robek pada anus korban dan disarankan bimbingan psikolog anak.

Terdakwa dikenakan pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

Hakim memutuskan terdakwa dihukum penjara selama 16,5 tahun untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. (SERAMBINEWS)

 

Share:

ACEHREPORTER.COM

VIDEO LEGEND