πŒπ„πƒπˆπ€ π‘π„ππŽπ‘π“π€π’π„ π†π‹πŽππ€π‹


πŸ…ΏπŸ…΄πŸ…ΌπŸ…±πŸ…°πŸ…²πŸ…°

Tampilkan postingan dengan label Aceh Tolak LGBT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aceh Tolak LGBT. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Desember 2017

Akhir Hayat Tragis Seorang Waria. Hidup Menyusahkan, Mati Merepotkan !




Tulisan ini merupakan status akun Facebook saya yang sudah di hapus pihak media sosial Pro - LGBT tersebut, disusul di blokir-nya akun saya selama 2 x 24 jam. (Hahahaha...) 

So, Kenapa saya tetap menggunakannya? Karena saya ingin membuat Facebook menjadi "Senjata Makan Tuan" bagi mereka, dalam mengkampanyekan Anti LGBT di Indonesia, khususnya kampung halaman saya Nanggroe Aceh Darussalam. 



Melalui Blog pribadi ini, saya akan coba menulis kembali apa yang saya posting dalam status yang saya update 25 Desember 2017, dengan beberapa perubahan bahasa penyampaian.


Peringatan: Tulisan yang akan anda baca ini mengandung unsur vulgar, hanya untuk dibaca sahabat facebook yang berusia 23 tahun ke atas. 

Sejak deklarasi Gerakan Anti LGBT Aceh (GALA) kami menerima sejumlah laporan dari masyarakat tentang aktifitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender/ Transeksual) di Aceh, terutama kegiatan kaum waria (pria berpenampilan wanita). Baik itu yang terang-terangan maupun terselubung.

Salahsatunya kisah seorang ibu di Banda Aceh yang bercerita kejadian di Gampong nya (sebutan untuk desa di Aceh). Beberapa waktu lalu di desanya (nama tidak saya sebutkan untuk "menjaga kode etik jurnalistik" kata Ustadz Abdul Somad), ada seorang waria meninggal dunia. Karena dia seorang muslim atau muslimah (ntahlah) maka dilaksanakan fardhu kifayah. 

Awalnya warga memutuskan dia sebagai sebagai janazah laki-laki dengan nama Fulan bin Fulan (sesuai KTP) dan akan dimandikan oleh warga laki-laki (pemain tim inti). Masalah muncul saat kelompok Teungku (sebutan tokoh agama di Aceh) melepaskan pakaian janazah, mereka kaget melihat payudara atau buah dada alias Boh Tek janazah berukuran besar, seperti milik kaum hawa. (Mungkin udah disuntik adonan pengembang kue Bolu, ntah lah).

Karena merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut, lalu di putuskan bersama proses memandikan janazah dilaksanakan kaum ibu (pergantian pemain). Awalnya berjalan lancar. Namun saat proses membersihkan mulai di area tubuh bagian bawah, giliran ibu-ibu yang kaget dan merasa malu, karena ternyata janazah memiliki "lonceng" alias penis atau buah zakar. Suasana heboh. Lalu kembali di adakan musyawarah dan di putuskan proses pemandian akan dilanjutkan oleh kaum bapak tadi (pergantian pemain lagi). Hingga semua proses fardhu kifayah selesai dilaksanakan. 

Itulah sekelumit kisah nyata dan realita akhir hayat waria di Aceh dan sangat mungkin terjadi di daerah lain. Betapa kaum LGBT species waria begitu meresahkan, saat hidup menjadi penyakit sosial dan moral bagi masyarakat, hingga mati pun masih merepotkan warga. 

Dan ini bukan hal baru, karena kerusakan dan peringatan bahayanya LGBT telah terjadi sejak jaman umat Nabi LUTH Alaihi Salam, hingga negeri Sodom mendapat azab Allah. 

Sekarang bagaimana menurut anda? 
Apakah masih menganggap kehadiran waria dan komunitas LGBT adalah hal yang harus dimaklumi dan dibiarkan karena merujuk pada Hak Asasi Manusia?
Lalu bagaimana dengan Hak Manusia yang di rusak oleh mereka dan generasi muda yang hancur moralnya karena terpengaruh akhlak laknat mereka?
Bagaimana dengan Hak Hidup para orangtua yang perih dan hancur melihat anak-anaknya terjerumus dalam kehidupan tidak bermoral dan beradab tersebut?
Apakah itu tidak bertentangan dengan Pancasila khususnya sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab?

Tidak perlu di jawab. Semua terserah anda, apakah Peduli masa depan putra-putri anda, apakah Sayang dengan generasi masa depan Aceh dan bangsa Indonesia, apakah taat pada hukum Agama  dan menghindari azab Allah. 

Kalo Aku sih,..NO !! 



Tidak butuh argumentasi sampah LGBT seperti "Jerami TetekTitid" yang berdalih soal rental rahim untuk memiliki keturunan. (itu mau beranak apa nyewa VCD Bajakan sih,..pake rental segala). 
Saya juga tidak suka berdebat dan menanggapi "nyinyiran" pro - LGBT, karena otaknya udah penuh dengan "anu" karena keseringan "nyedot dubur". 

"Orang Jahil (bodoh) berbicara dan mencerca kepadaku dengan segenap kata-kata  kejelekan.
Akupun Enggan Menjawabnya.
Dia Semakin pandir memperlihatkan kejahilan dan akupun semakin bersabar.
Seperti Gaharu kayu wangi, semakin dibakar semakin bertambah harum."

"Berkatalah sekehendakmu untuk menghina kehormatanku,
Diamku dari orang hina adalah suatu jawaban.
Bukanlah artinya aku tidak mempunyai jawaban,
Namun tidak pantas bagi Singa meladeni Anjing menggonggong."

(Imam Syafi'i Rahimahullah)
Share:

Minggu, 24 Desember 2017

Masyarakat Aceh Deklarasi Gerakan Anti LGBT - GALA


Seratusan perwakilan ormas Islam dan masyarakat umum menghadiri deklarasi Gerakan anti LGBT Aceh (GALA), di Gedung Evakuasi Bencana, Gampong Lambung, Ulee Lheue, Banda Aceh, Sabtu (23/12/2017)
Untuk memimpin gerakan melawan eksistensi LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender/transeksual,) ini, Ketua GALA dipercayakan kepada Saimun, yang juga Ketua Pemuda Gampong Peunayong dan Ketua Persatuan Ketua Pemuda kecamatan Kuta Alam Banda Aceh.
Masyarakat yang hadir dalam deklarasi itu sepakat bahwa LGBT adalah penyakit, yang harus dibina, disembuhkan, dan tidak diberi kesempatan untuk membebaskan LGBT di Aceh.
Kegiatan deklarasi itu diwarnai dengan tausyiah, yang bertemakan melawan LGBT. Tausyiah disampaikan oleh Ketua Front Pembela Islam (FPI) Aceh Tgk Muslim At-Thahiri, ulama asal Langsa Tgk Syech Muhajir Usman, Pimpinan Markaz Islah Al-Aziziyah Tgk H Tu Bulqaini Tanjungan dan Tgk Umar Rafsanjani.



Kegiatan juga hadir tokoh pengusaha Akmal Hanif, dan Ketua ISKADA Aceh, Khairul Laweung. Ketua GALA, Saimun yang didampingi pengurusnya, Wirzaini Usman kemarin mengatakan, bahwa ke depan mereka akan membentuk GALA untuk tingkat kabupaten/kota. Sehingga gerakan tersebut dapat melawan eksistensi LGBT yang ada di seluruh Aceh.
Saat ini GALA sudah mulai dibentuk untuk wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, Lhokseumawe, dan Langsa.
“Kami siap menegakkan syariat Islam di Aceh dan siap menentang kalangan-kalangan yang menentang syariat Islam, terhadap LGBT kami hanya ada dua permintaan, mau dibina atau dibinasakan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, untuk tahap awal mereka akan merangkul para pelaku LGBT ini untuk dapat kembali ke jalan yang benar. Bahkan ia meminta Dinas Syariat Islam, Dinas Sosial, dan Satpol PP dan WH dapat mendukung mereka dalam melawan pihak yang melanggar syariat Islam. 




Share:

ACEHREPORTER.COM

VIDEO LEGEND