Senin, 31 Oktober 2016

Cut Ema, bercita-cita membangun Aceh karena wasiat sang Bapak





Cut Ema Aklima merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara yang semuanya perempuan. Perempuan kelahiran Paloh, Lhokseumawe, 19 september 1987, putri pasangan T. Tarmizi Hamzah dan Siti Nur ini, dibesarkan dalam sebuah keluarga yang mengutamakan kesederhanaan dalam hidup, namun penuh dengan ajaran untuk menjadi yang terbaik.

“Orangtua terutama ibu sangat menuntut kami meraih yang terbaik, termasuk dalam pendidikan,’’ kisah Ema biasa dipanggil. “Alhamdulillah keinginan ibu ini mampu saya penuhi, tahun 2006 saya menyelesaikan pendidikan menengah di SMA 1 Cilegon, salahsatu SMA Unggul, dan masuk dalam predikat 10 besar siswa lulusan terbaik. “

Namun kebahagian lulus SMA tidak berlanjut dengan semangat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sakit kanker yang diderita sang Bapak mengharuskan Ema pulang ke Aceh. Hingga pada tahun 2007 Allah memanggil orang yang sangat dicintainya tersebut. Masih dalam duka mendalam, Ema bertekad untuk terus berjuang dan hidup mandiri, untuk membuat bangga orangtua.

“Sebelum wafat bapak pernah berpesan, “Sekolahlah setinggi-tingginya kemanapun Ema mau, asal jangan lupa pulang dan bangun Nanggroe Aceh,’’ ungkap Ema mengenang wasiat Almarhum.


Melanjutkan Pendidikan dengan semangat Wasiat sang Bapak.

Bermodalkan pesan itu, Ema mulai me-revolusi kehidupannya dan bangkit dari kesedihan yang mendalam. Dengan dukungan dan doa dari ibu yang super hebat yang selalu menyemangati anak-anak perempuannya, untuk tidak cengeng dan menjadi pribadi yang tegar dan kuat.

Ema kemudian melanjutkan kuliah di London School of Public Relation Jakarta, sambil bekerja di beberapa perusahaan sebagai marketing dan PR officer. Dalam waktu 3,5 tahun Ema berhasil menyelesaikan pendidikan S1-nya. Ia pernah ditawarkan bekerja di Medco oleh salah satu pemilik Medco Oil and Gas, Dedi Panigoro. Setelah bekerja selama lebih kurang 2 tahun, Ema menutuskan untuk melanjutkan pendidikan dan diterima di universitas Glasgow, Scotlandia, United Kingdom.

‘’Kebetulan saya mendaftar di 3 negara yaitu Singapore, Australia dan Inggris. Tapi Inggris-ah yang pertama kali mengirimkan LoA (Letter of Acceptance) melalui email ke saya,’’ kisah Ema.

Setelah mendapatkan LoA ia juga memperoleh bea-siswa dari LPSDM Aceh. Pendidikan S2 diselesaikan Ema dalam waktu 15 bulan, karena Inggris super ketat dalam berbagai hal, sehingga untuk mengambil S2 harus fulltime dan setahun harus selesai.

Pulang ke Nanggroe Aceh, melirik bisnis Warung Kopi.

Setelah saya menyelesaikan S2, Ema kembali ke Aceh, menikah dan tinggal di Banda Aceh. 2 bulan setelah menikah, Ema mulai melirik peluang usaha di warung kopi.

“Ramai dan pesatnya perkembangan warung kopi membuat saya tertarik untuk menggeluti bisnis ini. Selain itu saya pun melihat bahwa sumber utama nya adalah potensi aceh yg harus digali dan di kembangkan, yaitu biji kopi aceh. Walaupun sudah mendunia, tapi kopi aceh tetap harus dikembangkan karena penikmat kopi yang tak berbatas.” jelas Ema.

Ema bersama sang kakak Cut Ita Masyitah dan adik bungsunya Cut Tari Aulia, yang masih berstatus mahasiswa teknik pertambangan unsyah, sepakat untuk memulai bisnis ini. Dalam kurun waktu satu setengah bulan dari mulai menemukan ruko yang cocok dan dekorasi tempat, akhirnya mereka membuka warung kopi KHACA RAYEUK COFFEE.



Kisah dibalik Kacha Rayeuk.

Khaca Rayeuk adalah sebuah cinta untuk ibu dari anak- anaknya. Khaca Rayeuk merupakan singkatan nama dari 4 cucu ibunda Ema, yaitu Khafka, Caca, Rafi, dan Ayek. Selain itu Rayeuk merupakan bahasa aceh yang artinya besar. Dan kami berharap semoga semakin hari Khaca Rayeuk semakin besar dan berkah.

Khaca rayeuk di bangun dengan konsep warung kopi modern yang mana menggabungkan khas ke-Acehan-nya, yaitu kopi saring dengan dekorasi cafe yang menarik dan cheerful. Tidak hanya itu, Khaca Rayeuk didekorasi untuk sebuah edukasi, dimana ada bagian dari wall khaca rayeuk yang menjelaskan bagaimana proses produksi pengolahan atau racikan kopi. Jadi para pengunjung selain menikmati meminum kopi yang nikmat, juga tahu bagaimana prosesnya.


“Target utama pengungjung Khaca Rayeuk adalah mahasiswa dan akademisi karena letak yang strategis dengan banyak perguruan tinggi di sekitarnya.’’ Kata Ema.

Diantara beberapa sajian unggulan dan facorit pengunjung selain kopi, espresso, Khaca Rayeuk juga menyediakan Blue Ocean, Red Magma, Mojito, Oreo Blaster Coffee dan banyak minuman lainya. Selain Mie Aceh, nasi goreng , ayam penyet, dimsum, dan sandwich, Khaca Rayeuk juga menjual berbagai macam cemilan, salah satu nya yaitu kentang goreng khas Khaca Rayeuk. Kentang ini selalu di minati banyak pengunjung Khaca Rayeuk, karena rasanya yang gurih dan khas.

Dalam perjalanannya Kacha Rayeuk juga dipercaya sejumlah event untuk menjadi tiket box seperti acara Run HiVI, stand up komedia Kemal Pahlevi ,Unsyah fair, sponsor kepedulian Cancer dan beberapa event lainnya.

Membuka lapangan Kerja.

Khaca Rayeuk yang berlokasi jalan T. Nyak Arif, Lamgugob, di depan SPBU Lamnyong dan bersebelahan dengan Elhanief Konveksi, bukan hanya sekedar warung kopi, namun sebuah wadah atau tempat bagi orang-orang yang ingin bekerja tanpa harus punya ijazah.

“Modal utama untuk siapapun yang belerja di Khaca Rayeuk tidak perlu lulusan dari manapun, yang terpenting jujur, mau belajar dan ulet bekerja.‘’ jelas Cut Ema Aklima , yang saat ini dipercaya menjabat bendahara umum Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Korwil Aceh.


Share:

0 comments:

Terima Kasih Hari ini Anda Pembaca ke:

REPORTER TV